Kata “ilmu” berasal dari bahasa Arab yang terdiri atas beberapa arti dasar, yakni; mengetahui, mengenal memberi tanda dan petunjuk. Ia merupakan bentuk mashdar dari kata ‘alima-ya’lamu-‘ilman yang berantonim dari makna naqid al-jahl (tidak tahu).
Definisi Ilmu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI): Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu di bidang pengetahuan itu. Atau pengetahuan atau kepandaian tentang sesuatu (soal dunia, akhirat, lahir, batin, dsb).
وَعَلَّمَ آدَمَ الأسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ (31)
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, “Sebutkanlah nama benda-benda itu jika kalian memang orang-orang yang benar (Qs. A;lbaqarah: 31)
Inilah yang paling populer dicari orang. Semua orang mencari ilmu, tidak peduli apakah ia orang mukmin, munafiq, maupun kafir. Ilmu itu fasilitas untuk meraih keberhasilan. Ilmu adalah pelita yang dengannya kita bisa meniti jalan yang gelap. Ilmu itu masih membutuhkan perangkat lain untuk mewujudkannya. Banyak sekali hadis menganjurkan orang untuk mencari ilmu.
Masalah-masalah Ilmu
Berbicara tentang ilmu, sesungguhnya ilmu itu tidak lepas dari tiga masalah. Ketiganya itu secara terpadu membentuk satu kepribadian manusia, yaitu:
- Apakah ilmu itu, bagaimana wujud objek ilmu itu, dan bagaimana hubungan antara objek ilmu itu dalam hal daya tangkap manusia? Pertanyaan ini termasuk dalam landasan ontologis.
- Bagaimana proses ilmu itu? Bagaimana prosedurnya, hal-hal apa yang harus diperhatikan. Pertanyaan yang muncul berkait dengan metodologi. Pertanyaan ini termasuk bagian dari epistimologi (filsafat pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu itu sendiri.
- Untuk apa ilmu itu dipergunakan? Apa yang diperoleh dari hakikat ilmu itu? Bagaimana kaitannya prosedur dengan aspek moral? Bagaimana pertanggung jawabannya terhadap Tuhan dan sesama manusia? Bagian ini termasuk dalam landasan aksiologi.
Ilmu itu bisa dibedakan menjadi beberapa macam. Imam Al-Ghazali membedakan menjadi ilmu agama (‘ilmud-din), dan selain ilmu agama (‘ilmu Ghairud-din). Ilmu agama berkembang menjadi ilmu kalam, balaghah, tafsir, dll. Sedangkan ‘ilmu ghairuddin yang selanjutkan berkembang menjadi ‘ilmu tabibun (kedokteran), ‘aljabar (ilmu menghitung), ‘ilmu falaq (astronomi), dll. Di dunia barat membedakan ilmu menjadi menjadi dua, yaitu bahasa sebagai sarana komunikasi, matematika sebagai sarana berpikir. Sarana berpikir itu tambah lagi statistik dan logika. Sesuai objeknya kemudian muncul ilmu pasti/ alam dan ilmu sosial (humaniora), dan seterusnya.
Epistemologi Ilmu
Allah akan memuliakan para ahli ilmu.
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(Qs. Almujadalah: 11)
***
Adapun kemuliaan yang diberikan antara lain:
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّي جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
3641. Dari Katsir bin Qais, dia berkata: Ketika aku duduk-duduk bersama Abu Ad-Darda’ dalam sebuah masjid di Damaskus, seorang lelaki mendatangi, Abu Ad-Darda’, dia berkata, “Wahai Abu Ad-Darda’, aku datang dari kotanya Rasulullah lantaran suatu hadits yang telah kamu ceritakan dari Rasulullah. Aku ke sini untuk keperluan itu (mencari tahu dan memastikan kebenarannya)!” Abu Ad-Darda lalu berkata, “Sesungguhnya aku mendengar Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa berjalan untuk menuntut ilmu, maka Allah akan memperjalankannya di antara jalan-jalan yang ada di surga, sedangkan malaikat akan meletakkan sayapnya (memberikan doa) lantaran senang dengan para penuntut ilmu seluruh penghuni langit serta bumi dan ikan-ikan di dasar laut akan memintakan ampunan kepada orang yang mempunyai ilmu pengetahuan, karena kelebihan dan keutamaan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan atas ahli ibadah bagaikan keutamaan bulan pada malam purnama atas bintang-bintang di sekitarnya. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi dan para nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan mewariskan ilmu pengetahuan. Barangsiapa mengambilnya berarti telah mengambil bagian yang banyak. (Shahih)
Kemuliaan Penuntut Ilmu
Islam sangat memuliakan kepada orang yang menutut ilmu. Kemuliaan itu antara lain:
- Tamasya atau bisa jalan-jalan di surga, artinya ia menjadi ahlul jannah (penghuni syurga yang mewah)
- Menjadi kesukaan para malaikat. Malaikat akan meletakkan/ membentangkan sayapnya untuk melindungi dan mendoakannya
- Seluruh penghuni langit dan bumi, termasuk ikan-ikan di laut akan meminta ampunan
Orang yang mempunyai ilmu pengetahuan untuk ilmu dunia disebut cendikia, sarjana, teknisi, dokter, tabib, dan lain-lain. Sedangkan untuk ahli ilmud-din disebut ulama, kyai, ustadz, dan lain-lain. Mereka dimuliakan Allah dengan cara:
- Seluruh penghuni langit dan bumi, termasuk ikan-ikan di laut akan memintakan ampun
- Dibandingkan dengan ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama dibandingkan dengan bintang-bintang
- Para ulama (ahli ilmu) itu pewaris para nabi, tidak mewariskan dinar atau dirham, melainkan mewariskan ilmu pengetahuan
Karena pentingnya ilmu itu, maka menuntut ilmu itu hukumnya fardlu ‘ain dan ada yang fardlu kifayah:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (122)
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya (Qs. At-Taubah: 222)
Tidak semua warga mukmin diwajibkan semuanya berangkat perang (liyanfiru kaffah), tetapi ada sebagian yang ditugaskan untuk memperdalam pengetahuan agama (liyatafaqqu fid diin) untuk mengingat kembali umat untuk beribadah sesuai tuntunan agama jika perang telah usai. Ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap firqah (kelompok).
Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim
طَلَبُ الْعِلُمًا فَرِيْضَةٌ عَلَۍكَلِّ الْمُسْلِمِيْنَ
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi semua orang muslim (Al Haits)
Hadis ini menunjukkan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya fardlu ‘ain, tidak membedakan antara pria-wanita dan tidak menunjuk kelompok (firqah tertentu).