Perspektif

Tilik Muhammadiyah, 108 tahun Meneguhkan Gerakan Keagamaan dan Masalah Negri

3 Mins read

Siapa yang tak mengenal Ahmad Darwis atau K.H Ahmad Dahlan, pendiri Organisasi masyarakat yang bernama Muhammadiyah. Ia berguru kepada Syekh Ahmad Khatib yang juga merupakan guru dari pendiri Nahdatul Ulama yaitu K.H Hasyim Asy’ari selama di kota suci Makkah. Ia menjadi tokoh pertama pembaharuan Islam modern di bumi Nusantara pada waktu itu. Di saat orang masih percaya terhadap Takhayul, Bid’ah, dan Khurafat (TBC).

Hingga hari ini K.H Ahmad Dahlan mampu mengubah paradigma lama dengan gerakan Tajdid’ (Pembaharuan). Lewat organisasi yang bernama Muhammadiyah, yang menjadi surya yang kembali menerangi pagi setelah malam panjang.

Muhammadiyah Buah Perjuangan Perubahan sosok Ahmad Dahlan

Tidak mudah untuk melakukan perubahan dan pembaharuan pada saat itu. Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh  K.H Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam.

Ada yang menuduhnya kiai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen, mengajar di sekolah Belanda, serta bergaul dengan tokoh-tokoh Budi Utomo yang kebanyakan dari golongan priyayi, dan bermacam-macam tuduhan lain. Saat itu K.H Ahmad Dahlan sempat mengajar agama Islam di sekolah OSVIA Magelang, yang merupakan sekolah khusus Belanda untuk anak-anak priayi. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun ia berteguh hati untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaruan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.

Sejak awal KH. Ahmad Dahlan sudah menetapkan ijtihadnya dalam mendirikan Muhammadiyah untuk bergerak di bidang sosial dan pendidikan untuk memajukan bangsa Indonesia dari sebelum kemerdekaanya sampai hari ini. Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi Muhammadiyah tidak anti terhadap politik. Dalam perjuangan kemerdekaan sebut saja Ki Hadi Bagus Kusumo, Kasman Singodimejo, dan Abdul Kahar Mudzakir, mereka adalah tiga figur Muhammadiyah yang berkonstribusi ketika penyusunan Preambule (Pembukaan) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (UUD 1945) melalui Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Sembilan yang merumuskan dasar negara.

Baca Juga  Semangat Al-Maun Era Society 5.0

Darul Ahdi wa Syahadah: Negara Pancasila

Dalam perjalannya juga Muhammadiyah menetapkan Negara Pancasila ini sebagai Darul Ahdi wa Syahadah pada Mukhtamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar pada tahun 2015. “Darul ahdi artinya negara tempat kita melakukan konsensus nasional. Negara kita berdiri karena seluruh kemajemukan bangsa, golongan, daerah, kekuatan politik, sepakat untuk mendirikan Indonesia. Kita ingin mengembalikan ke sana,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir.

108 tahun umur Muhammadiyah terus konsisten dan berkomitmen dalam meneguhkan gerakan keagamaan yang berkonsepkan rahmatan lil-alamin, menjunjung toleransi, menjadi umatan washatan di tengah kemajemukan bangsa ini. Muhammadiyah juga merespons banyak masalah di negri ini seperti pendidikan dengan mendirikan sekolah, universitas, sekolah tinggi dari sabang sampai marauke yang berjumlah ribuan.

Dalam menghadapi problematika sosial Muhammadiyah juga memiliki ratusan rumah sakit, panti asuhan, turun ke desa-desa yang terkena bencana, dan khusunya dari tahun 2019 hingga 2020. Saat ini ikut andil pemerintah dalam menghadapi bencana COVID-19 yang melanda dunia.

Muhammadiyah dan Penyelesaian Masalah

 “Muhammadiyah selalu hadir ketika bangsa dan kemanusiaan semesta memanggil kala ada masalah. Demikian halnya ketika pandemi COVID-19 menjadi musibah yang melanda Indonesia dan dunia”. Demikian cuplikan tulisan Hadar Nashir, Ketua Umum PP Muhammadiyah di harian Republika. Pernyataan ini mengisyaratkan 2 hal:

Pertama, hidup umat manusia di dunia ini selalu dilewati dan dipenuhi oleh aneka bencana. Bencana telah menjadi bagian dari sunnatullah dalam kehidupan ini yang tidak dapat ditolak, tetapi pada saat yang sama juga harus dihadapi. Kedua, komitmen Muhammadiyah yang selalu terlibat aktif dalam misi kemanusiaan.

Dalam memandang bencana, Muhammadiyah selalu mempertautkan antara teks-teks normatif dalam Al-Qur’an dan Hadis dengan ilmu pengetahuan modern. Sebagai ormas yang mengusung jargon tajdid, cara pandang Muhammadiyah dalam melihat realitas sosial, termasuk COVID-19, selalu menggunakan pendekatan integratif: bayani, burhani dan irfani. Muhammadiyah menolak pandangan atomistik dan parsial, apalagi irrasional yang berpandangan bahwa bencana terjadi karena hal-hal yang berbau mistik yang tidak ada hubungannya dengan bencana.

Baca Juga  The Invisible Hand di Era Pandemi COVID-19

Muhammadiyah memandang bahwa bencana terjadi karena 2 hal: Pertama, Sunnatullah. Bencana terjadi karena proses alamiah sebagai bagian dari cara alam berevolusi secara terus-menerus sejak pertama kali alam diciptakan. Gempa dan tsunami misalnya yang kerap terjadi di negara kita, disebabkan oleh pergeseran lempeng bumi. Demikian juga gunung meletus disebabkan oleh peningkatan tekanan perut bumi. Kedua, bencana karena perilaku manusia yang mengeksploitasi alam raya secara berlebihan. Kesalahan teknologi akibat human error dan lainya tanpa kalkulasi yang matang.

Peran Muhammadiyah Kala Pandemi

Sebagai salah satu organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia, Muhammadiyah telah memainkan perannya yang signifikan dalam menghadapi COVID-19. Muhammadiyah dengan seluruh sumber daya yang dimiliki bersama-sama pemerintah dan ormas lain telah berpartisipasi aktif dalam mengatasi wabah pandemik ini. Pembentukan Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) dari tingkat pusat hingga wilayah (provinsi) di seluruh Indonesia. Hal ini sebagai bukti nyata bahwa Muhammadiyah tetap konsisten dan komitmen menjalankan misi kemanusiaan.

Peran nyata Muhammadiyah, melalui MCCC, dalam menangani COVID-19 telah diapresiasi oleh pemerintah. Dalam konferensi pers pada 26 April 2020 saat menyampaikan progres COVID-19, juru bicara pemerintah pada Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19, dr. Achmad Yurianto, menyatakan bahwa MCCC telah menjadi salah satu garda terdepan dan menjadi patriot bangsa dalam menangani COVID-19, karena MCCC telah menerjunkan relawan-relawannya untuk melakukan layanan kesehatan dan melakukan edukasi tentang COVID-19, PSBB, isolasi mandiri dan kelompok.

Editor: RF Wuland

Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *