Oleh: Al Bawi*
Perundungan merupakan fenoma yang sering terjadi dalam kehidupan mulai dari fase pelajar hingga dewasa. Bullying atau perundungan adalah kata yang ditujukan terhadap pelaku kekerasan, ancaman, atau bahkan paksaan untuk mengintimidasi orang lain.
Perilaku menyimpang ini menjadi kebiasaan dan melibatkan ketidakseimbangan kekuasaaan sosial tersendiri. Karena pelaku perundungan biasanya dengan menyerang orang lain, mereka sebenarnya tidak menyadari hal yang mereka rasakan.
Pelaku menyerang korban secara intuitif dengan mengenali titik kelemahan sang korban. Kemudian pelaku menyerang korban di titik terlemahnya. si pelaku merasa dirinya terdistraksi sekaligus menimbulkan rasa puas karena merangsang rasa kuasa (memangsa).
Rasa empati menjadi lenyap karena adanya rangsangan psikologis dalam diri pelaku. Mulai dari problematika masa lalu si pelaku, kemudian permasalahan di lingkungannya, hingga si pelaku sebenarnya dahulu adalah korban namun membalas dendam dengan orang lain dengan mencari titik kelemahan korban. Asumsi ini hadir untuk membangun wacana kita bahwa perilaku perundungan adalah jahat, namun dianggap sepele oleh semua sektor.
Sehingga, tumbuhnya virus-virus bullying akan terus ada dan berlipat ganda dalam semua kehidupan. Terutama dalam lingkungan sekolah yang kerap terjangkit virus bullying tersebut.
Jangan Hanya Salahkan Kami
Baru saja berderah sebuah video yang menjadi viral di media sosial yang dibahas oleh warganet mulai dari Twitter hingga Facebook. Perbincangan ini mengarah kepada perilaku perundungan beberapa laki-laki menindas perempuan di sebuah sekolah Muhammadiyah.
Perlu saya tekankan bahwa perilaku menyimpang ini tidak hanya di sekolah tersebut. Ada banyak sekolah yang menutup diri akan hal ini. Sehingga sangat disayangkan bahwa dari ribuan sekolah Muhammadiyah mulai dari SD hingga SMA disalahkan dan diributkan oleh semua warganet hingga pejabat setempat untuk menutup sekolah tersebut.
Hal ini sangat subyektif memandang bahwa hanya sekolah tersebut yang terjangkit virus bullying. Padahal hampir setiap sekolah swasta mapun sekolah negeri memiliki rekam jejak bullying, misalkan terjadinya ketimpangan strata sosial di sekolah negeri sehingga pelaku bullying akan aktif dan tumbuh-berkembang di sana melalui penindasan strata sosial tentang si miskin dan si kaya.
Semua tuduhan yang berkembang hari ini harusnya menjadi kegelisahaan bersama seluruh manusia yang ada di Indonesia. Sehingga kita semua dapat mengawasi peran sekolah, mulai dari Guru BP hingga pejabat di sekolah untuk membantu mencegah adanya virus bullying. Bukan hanya menganggap sekolah bermasalah dan diancam ditutup, melainkan hal ini menjadi permasalahan bersama.
Tanda dan Peringatan Allah
Dalam surah Al- Hujurat ayat 11, Allah SWT membuat sebuah rambu peringatan untuk manusia tentang bahaya virus bullying terhadap manusia yang berbunyi:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِنْ قَوْمٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُونُوا خَيْرًا مِنْهُمْ وَلَا نِسَاءٌ مِنْ نِسَاءٍ عَسَىٰ أَنْ يَكُنَّ خَيْرًا مِنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ ۚ وَمَنْ لَمْ يَتُبْ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
Dalam pemaknaanya penulis mencoba menkonstruksikan dengan Tafsir Jalalain bahwa secara pemaknaanya adalah (Hai orang-orang yang beriman, janganlah berolok-olokan) dan seterusnya, ayat ini diturunkan berkenaan dengan delegasi dari Bani Tamim sewaktu mereka mengejek orang-orang muslim yang miskin, seperti Ammar bin Yasir dan Shuhaib Ar-Rumi.
As-Sukhriyah artinya merendahkan dan menghina (suatu kaum) yakni sebagian di antara kalian (kepada kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari mereka yang mengolok-olokkan) di sisi Allah (dan jangan pula wanita-wanita) di antara kalian mengolok-olokkan (wanita-wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan lebih baik dari wanita-wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kalian mencela diri kalian sendiri). Artinya, janganlah kalian mencela, maka karenanya kalian akan dicela.
Makna yang dimaksud ialah, janganlah sebagian dari kalian mencela sebagian yang lain (dan janganlah kalian panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk) yaitu janganlah sebagian di antara kalian memanggil sebagian yang lain dengan nama julukan yang tidak disukainya, antara lain seperti, hai orang fasik, atau hai orang kafir. (Seburuk-buruk nama) panggilan yang telah disebutkan di atas, yaitu memperolok-olokkan orang lain mencela dan memanggil dengan nama julukan yang buruk (ialah nama yang buruk sesudah iman) lafal Al-Fusuuq merupakan Badal dari lafal Al-Ismu, karena nama panggilan yang dimaksud memberikan pengertian fasik dan juga karena nama panggilan itu biasanya diulang-ulang (dan barang siapa yang tidak bertobat) dari perbuatan tersebut (maka mereka itulah orang-orang yang lalim.)
Menghina ataupun melakukan perilaku menyimpang seperti kita bicarakan di atas dapat menjadi konsentrasi bersama bahwa dalam Al-Hujurat ayat 11 dibuka dengan kata “jangan mengolok-olok”. Sebuah perintah Allah bahwasanya larangan ini mutlak bagi manusia yang mempunyai akal dan hati sebagai wakil Allah terbaik jangan lah berbuat jahat kepada manusia yang lain. Terutama sesama lelaki, bahkan perempuan sekalipun karena dampaknya pelaku akan dicap sebagai orang yang zalim terhadap sesama manusia.
Ayat ini menjadi pembuka cakrawala berpikir kita untuk menyelami bagaimana ayat ini hadir untuk menjadi peringatan lebih dalam. Tafsir dari ayat ini pun dapat kita kembangkan berdasarkan fenomena yang terjadi di Negara kita. Hal ini menjadi refleksi bersama terutama dalam ranah organisasi pelajar Islam yang lahir dari rahim Muhammadiyah, yaitu IPM.
Peer Counselor of IPM (PCI)
Pelajar Muhammadiyah yang tersebar di seluruh Indonesia dapat dipastikan sering mengalami perundungan, bahkan ada yang menjadi pelaku perundungan tersebut. Hal ini tidak dapat kita pungkiri menjadi kegelisahaan bersama. Sehingga menjadi tugas kita untuk menuntaskan permasalahan pelajar dalam kasus perundungan.
Pada sidang Tanwir di Martapura, Kalimantan Selatan pada tahun 2018, PP IPM memulai project “IPM Care“. Di dalamnya ada Peer Counselor of IPM atau lebih dikenal dengan PCI. Sebuah agenda besar yang terus disempurnakan dan terus digarap hingga PP IPM Periode 2018-2020. Agenda ini merupakan buah dari kolaborasi dua bidang, yaitu Bidang Advokasi dan Bidang Ipmawati. PCI merupakan respon cepat IPM untuk menangkal virus Bullying yang terjadi di pelajar Muhammadiyah.
PCI bertujuan untuk menjadikan pelajar sebagai konselor sebayanya untuk mewujudkan kepedulian bersama. Karena karateristik pelajar apalagi pelajar generasi Z yang lebih terbuka (open mind) terhadap teman sesamanya yang sering disebut “curhat”. Pelajar tidak terlalu senang curhat kepada yang lebih tua, apalagi kepada orang tua yang sering menyalahkan. Bukan menjadi pendengar yang baik tetapi sebaliknya sebagai pembully berkedok menasehati.
Membela Teman Sebaya
Aktualisasi gagasan yang dibangun IPM hingga sekarang perlu mendapat dukungan dari seluruh tingkatan IPM mulai dari pusat hingga ranting yang menjadi obyek vital terhadap kasus perundungan. Melalui dukungan pelajar Muhammadiyah dengan menjadi agen Peer Counselor of IPM diharapkan dapat menekan penyebaran virus bullying.
Sehingga, kasus yang sempat viral ini dapat menghilang. Diharapkan pelajar dapat menikmati masa mudanya tanpa adanya trauma masa lalu yang mendalam. Apalagi luka masa lalu akibat perundungan yang menimpa sang korban akan tersimpan dalam memori di otak.
Pelajaran penting yang harus dipahami bersama, bahwasanya virus ini akan tumbuh dan berkembang di segala aktivitas dalam kehidupan. Terutama dalam ruang lingkup sekolah dan dapat digaris-bawahi bahwa menutup sekolah Muhammadiyah bukanlah solusi. Melainkan semua manusia harus direvolusi pemikirannya agar tumbuh empati. Hingga kemudian berbagi kesadaran bahwa tindakan perundungan merupakan virus yang tumbuh dimana-mana.
*) Pimpinan Pusat IPM.
Editor: Nabhan