Perspektif

Jenis-jenis Cinta: dari Yunani Kuno Hingga Immanuel Kant

3 Mins read

Manusia adalah makhluk sosial yang dikodratkan merasakan yang namanya cinta berupa dicintai dan mencintai. Cinta memungkinkan manusia mengenali sesamanya dengan lebih mendalam. Dengan merasakan cinta hidup manusia menjadi lebih berwarna. Bahkan dengan cinta Tuhan juga menciptakan dunia ini sebagaimana dikatakan oleh Jalaluddin Rumi bahwa cinta yang mula-mula diciptakan Tuhan. Ia adalah kekuatan kreatif paling dasar yang menyusup ke dalam setiap makhluk dan menghidupi mereka.

Cinta pula yang menjadi penyebab gerak materi bumi dan langit berputar demi cinta. Ia berkembang dalam tumbuhan dan gerakan makhluk hidup. Bahkan cinta adalah sarana yang digunakan Tuhan agar dapat dikenali makhluk-Nya, sebagaimana dalam hadits qudsi Ia berfirman, “Aku adalah perbendaharaan yang tersembunyi, Aku ingin (cinta) untuk dikenal, maka Kuciptakan dunia”. Begitu besarnya peran cinta dalam kehidupan manusia, seandainya Tuhan tidak menciptakan cinta, mungkin alam semesta ini tidak akan pernah ada.

Tidak ada yang namanya romantisme, kasih sayang, ketulusan, dan kerinduan dalam sejarah dan perjalanan kehidupan manusia. Cinta itu bersifat universal, ia hadir dengan berbagai wujud. Cinta tidak bisa didefinisikan secara mendalam, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Arabi tentang fakta ini, Ibnu Arabi berkata; “engkau mesti tahu bahwa apa-apa yang diketahui bisa dibagi dua. Yang satu bisa didefinisikan dan yang lainnya tidak bisa. Orang-orang yang tahu dan berbicara tentang cinta sepakat bahwa hal yang satu ini termasuk dalam hal yang tak bisa didefinisikan” (Bagir, 2021).

Meski cinta sulit untuk didefinisikan, namun sejak dahulu tepatnya di era Yunani banyak para filsuf termasuk di abad modern seperti Immanuel Kant telah mendefinisikan dan membagi jenis-jenis cinta. Mulai dari cinta yang eksklusif yakni cinta manusia terhadap Tuhannya sampai cinta yang bersifat inklusif yakni cinta terhadap makhluk ciptaan Tuhan.

Baca Juga  Islam dan Kezaliman Global

Jenis-Jenis Cinta di Era Yunani

Kekayaan peradaban Yunani kuno bukan saja melingkupi soal pengetahuan seperti filsafat tetapi juga tentang hakikat cinta yang patut dipelajari dan diketahui. Berikut tiga jenis cinta di era Yunani sebagaimana dijelaskan dalam buku “The Philosophy of Longing: Memaknai Hakikat Rindu” (Bonga, 2021):

Cinta Agape (cinta tak bersyarat)

Agape merupakan cinta yang sukarela, tanpa pamrih dan syarat. Cinta yang tidak membutuhkan syarat selalu bersifat spiritual karena orientasinya melampaui batasan yang bersifat duniawi dan materialistik. Dalam Islam, jenis cinta agape adalah cinta yang dihayati sebagai fitrah dan anugerah yang diberikan Allah Swt kepada makhluk hidup. Mencintai seseorang adalah perwujudan dari penghormatan atas kebesaran ciptaan-Nya. Cinta agape adalah bentuk cinta tertinggi yang diberikan secara bebas tanpa ada keinginan, harapan, atau penilaian.

Eros (cinta erotis)

Istilah eros berasal dari nama dewa cinta dan kesuburan Yunani. Oleh karena itu, biasanya cinta ini dikaitkan dengan cinta romantik, bergairah, dan fisik. Tipe cinta ini meliputi sensasi gairah dan hasrat seksual. Artinya cinta ini hanya berorientasi fisik dan kepuasan nafsu.

Philia (cinta penuh kasih)

Orang Yunani mendefinisikan jenis cinta ini sebagai kasih sayang kepada sesama, kepada sahabat, keluarga, dan saudara. Cinta jenis ini lebih baik dari cinta jenis eros, karena mewakili cinta antara orang-orang yang menganggap diri mereka setara. Ini semacam jenis cinta kemanusiaan. Orang Yunani menghargai jenis cinta philia karena merefleksikan perasaan persahabatan yang mendalam, termasuk kesetiaan dan rasa pengorbanan bersama. Cinta jenis philia ini adalah cinta kesetaraan, rasa saling menghormati, tanpa membedakan suku, ras, dan agama.

Jenis-jenis Cinta Menurut Immanuel Kant

Sebagai seorang filsuf moral, Immanuel Kant juga merefleksikan mengenai jenis-jenis cinta yang dialami oleh setiap manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam buku berjudul, “Cintailah dan Lakukan Apa Saja! Hakikat, Karakteristik, dan Implementasi Cinta” (Tarpin, 2022). Kant sendiri membedakan makna cinta dari beberapa jenis, yakni: cinta diri, cinta seksual, cinta sesama, dan cinta Allah.

Baca Juga  Apakah Cinta Harus Mengekang?

Cinta diri

Cinta diri dikategorikan sebagai cinta kehendak baik (benevolence) dan cinta kesenangan (delight love). Cinta benevolence diarahkan pada kebaikan diri sendiri dan kepada orang lain. Sedangkan cinta delight love dialami sebagai perasaan senang pada saat melakukan kebaikan pada diri sendiri. Cinta diri sendiri dibagi dalam tiga bagian, yakni: 1). Cinta diri secara murni yang diungkapkan melalui cinta kehidupan (mempertahankan diri). 2). Cinta seksual (melanjutkan spesies atau reproduksi). 3). Cinta sosial (membangun kebersamaan dengan orang lain).

Cinta sesama

Berkaitan dengan cinta sesama, Kant mengacu pada kategori amor benevolentiae et amor complacentiae (cinta kebaikan dan cinta kesenangan). Dengan cinta benevolentiae, manusia berupaya untuk mengupayakan kebaikan orang lain, cinta benevolentiae ini merupakan tindakan aktif, berbuat baik kepada orang lain, khususnya kepada mereka yang membutuhkan. Cinta complacentiae adalah kesenangan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam melakukan kebaikan kepada orang lain.

Cinta persahabatan

Mengenai cinta persahabatan, Kant mengatakan bahwa kita berusaha memupuk atau mengusahakan kebaikan dan kesukaan di dalam relasi manusiawi yang bersifat timbal-balik, setara, dan intim.

Cinta kepada umat manusia (philanthropy)

Cinta kepada umat manusia merupakan kodrat kemanusiaan. Setiap manusia memiliki kewajiban untuk mencintai sesama manusia melalui upaya meningkatkan kebaikan dan kesejahteraan orang lain. Melalui sikap kepedulian dan sikap hormat terhadap orang lain. Cinta kepada umat manusia diungkapkan melalui pengakuan terhadap hak-hak orang lain, melalui sikap simpati, terbuka, dan saling menghargai.

Cinta kepada Tuhan

Berkaitan dengan cinta kepada Tuhan, Kant membedakan antara cinta manusia kepada Tuhan dan cinta Tuhan kepada manusia. Cinta manusia kepada Tuhan diungkapkan melalui pelaksanaan perintah Tuhan sebagai kewajiban dengan penuh sukacita. Sedangkan cinta Tuhan kepada manusia pertama-tama diungkapkan melalui keyakinan bahwa Tuhan adalah Maha Pengasih dan Penyayang. Kasih Tuhan tersebut diungkapkan dalam pemberian hukum-hukum-Nya atau ajarannya sebagai pegangan hidup manusia di dunia.

Baca Juga  Studi di Luar Negeri Tanpa Bahasa Inggris? Bisa Kok!

Daftar Referensi

Bagir, H. (2021). Islam Risalah Cinta dan Kebahagiaan. Jakarta: Penerbit Noura Books.

Bonga, J. (2021). The Philosophy of Longing (Memaknai Hakikat Rindu). Yogyakarta: Stiletto Indie Book.

Tarpin, L. (2022). Cintailah dan Lakukanlah Apa Saja (Hakikat, Karakteristik, dan Implementasi Cinta). Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Editor: Soleh

Dimas Sigit Cahyokusumo
20 posts

About author
Alumni Pascasarjana Studi Perdamaian & Resolusi Konflik UGM
Articles
Related posts
Perspektif

Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

4 Mins read
Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *