Feature

Menyelamatkan Mangga Kepodang, Menyelamatkan Bumi

3 Mins read

Oleh: Nu’man Iskandar*

“Kepodang terancam punah, bencana alam bersiap datang kapan saja, dan hanya soal waktu petani akan menjadi korban”.

Ini adalah salah satu simpulan perjalanan saya setelah berkeliling di Kecamatan Banyakan dan Grogol dalam rangka “tetap berada digaris brutal”.

Pulang kampung, saya sengaja niatkan mengunjungi Kecamatan Banyakan dan Grogol. Apalagi daerah yang akan menjadi bandara Kediri ini bukan lagi tempat baru bagi saya. Sejak SMA, saya sering main ketempat itu. Di daerah itu, kita bisa menapak tilas jalur gerilya Panglima Besar Jendral Sudirman.

Sekitar sebulan sebelum ke Banyakan dan Grogol, terlebih dahulu saya kontak teman, Sareh Arie Saputro. Ia adalan teman baik saya di Panti Asuhan Muhammadiyah “Modjokuto”. Saya memintanya untuk melihat kondisi 6 pohon Kepodang urang yang telah disertifikasi Kementerian Pertanian pada tahun 1993 di daerah Banyakan dan melakukan observasi.

Sehari sebelum ke Grogol, saya juga menghubungi beberapa teman untuk ikut serta dalam field trip tersebut. Dari semua nama yang saya kontak, alhamdulillah semua bisa bergabung. Barangkali karena yang kontak adalah ketua Brutal, jadi agak sungkan. Atau mungkin takut berdosa kalau menolak. Ketua Brutal wonge nginciman, gak dibolo.

Khusus mas Yusuf Aziz, sengaja saya kontak. Saya harus permisi dan kulo nuwun kepada tuan rumah, sing mbaurekso Kediri. Sebagai anggota dewan Kabupaten Kediri agar tahu kondisi lapangan, setidaknya biar bisa melakukan skak mat jika mendapat laporan baik saja dari SKPD.

Saya juga menghubungi mas Ghofur, teman yang sekarang di Dirjen Pajak yang kebetulan sedang pulang libur panjang akhir tahun. Di rumahnya saya disuguhi dendeng mangga Kepodang, yang dimakan dengan tiwul. Soal dendeng Kepodang, ini hanya ada di Banyakan dan Grogol. Tak ada ditempat lain.

Baca Juga  Pilpres 2019 dan Pertarungan Kaum Muda Milenial

Selain iti, saya juga menghubingi mas Affan Salman Al-Kadiri ketua PDPM Kediri yang kemudian menghubungi teman-teman PCPM setempat.

Ekspolitasi Lingkungan

Antara senang dan sedih setelah sampai di lokasi. Senang karena bisa silaturahmi dengan teman lama dan beberapa petani di dua kecamatan tersebut. Sedih karena telah terjadi kerusakan yang luar biasa di daerah tersebut. Baik alam lingkungannya, maupun kondisi pohon Kepodang urang yang telah disertifikasi Kementan sebagai pohon induk Kepodang. Dan banyak pohon Kepodang lainnya di Banyakan dan Grogol.

Sesampai di Kalipang dan Kalinanas, saya salat di masjid yang di depannya melintas sebuah sungai yang airnya keruh. Air keruh menunjukkan “di atas” sedang hujan, dan karena eksploitasi lahan di atas yang tidak lagi memperhatikan keseimbangan ekologi.

Soal kerusakan alam, bisa dibayangkan jika pembangunan bandara Kediri ini nantinya tidak memperhatikan AMDAL. Lagi-lagi petani dan masyarakat yang akan menjadi korban.

Kembali soal menyelematkan Kepodang. Saat ini, kondisi pohon-pohon Kepodang sudah sangat memperihatinkan akibat ekploitasi yang luar biasa. Hampir semua pohon dieksplorasi hasilnya dengan harapan bisa berbuah lebih cepat. Karena dengan berbuah lebih cepat, maka akan dapat harga mangga yang kompetitif. Jika mangga berbuah agak terlambat, mereka tidak dapat harga yang bagus. Itu saja pertimbangannya, simpel dan pragmatis.

Nasib Mangga Kepodang

Mangga Kepodang seperti melakukan kerja rodi. Mangga diambil hasilnya tanpa memperhatikan kemampuan mangga itu sendiri. Jadi tidak heran, jika kita ke Banyakan dan Grogol akan dapat dengan mudah menemukan mangga Kepodang yang daunnya pucat. Sekilas tampak segar, tapi sebenarnya layu.

Jika diibaratkan manusia, mangga Kepodang di Banyakan dan Grogol akan terlihat tua dibanding umur sebenarnya. Selama bertahun-tahun, mangga dieksploitasi dengan cara itu. Bahkan “pabrik kimia” sengaja datang ketempat itu agar produknya laku. Bahkan, “obat” agar mangga cepat matang dipohonpun digunakan.

Baca Juga  Sarang Building dan Peluang Seni-Budaya di Muhammadiyah

Terkait dengan 6 pohon mangga yang telah disertifikasi oleh Kementerian Pertanian sebagai pohon induk Kepodang, kondisinya saat ini tidak jauh berbeda. Dari 6 pohon, 1 pohon sedang menunggu ajal. Ranting dan batang tampak mengering.

Anugrah Tuhan dan kekayaan alam lereng gunung Wilis yang luar biasa ini mengalami masalah yang luar biasa. Jika Kepodang ini rusak, semua kita pasti rugi. Dan yang paling rugi adalah petani mangga di Banyakan dan Grogol. Sudah daerahnya banyak berkurang untuk kebutuhan bandara, Kepodang yang tersisa juga rusak.

Faktor lain yang bisa juga menjadi masalah di kemudian hari adalah kelahiran mangga Gedong Gincu. Banyak yang tidak tahu bahwa mangga ini gennya adalah Kepodang. Dari tekstur dan rasa sangat mirip, yang berbeda adalah bentuknya. Jadi, sebagai produk, Kepodang akan bersaing dengan “adik”. Jika Kepodang tidak laku dan sudah renta, ia akan menjadi sasaran untuk diganti adik.

Oleh karenanya, setelah perjalanan itu kami mampir ke sebuah lesehan. Pada saat makan malam, kami berdiskusi soal bagaimana kita memulai menyelamatkan mangga-mangga yang ada di Banyakan dan Grogol dari keluarga mereka. Ini yang kami sebut dengan RTL, alias Rencana Tindak Lanjut. Harus segera ada transformasi agar kita bisa memohohkan pohon, istilah lain memanusiakan manusia. Pengalaman kami dalam mengembangkan kakao organik bisa dilakukan. Akan kami coba.

Mengapa, Kepodang urang ini adalah anugrah alam yang diberikan Allah pada masyarakat Banyakan dan Grogol sebagai titipan. Kepodang ini sudah ada sebelum manusia diciptakan. Karena itu harus dijaga kelestariaannya.

.

*Ketua Brutal

.

Editor: Yahya FR

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds