Inspiring

Merawat Buya Syafii, Merawat Kemanusiaan

3 Mins read

Dalam beberapa hari ini, Maarif Institute, lembaga penggerak gagasan dan pemikiran Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii), mengadakan serial diskusi virtual dengan tema Islam dalam bingkai keindonesiaan dan kemanusiaan. Serial diskusi ini dimaksudkan untuk merayakan 85 tahun Buya Syafii, yang juga berarti merayakan gagasan gagasan besar tentang keindonesiaan, keislaman, kebhinekaan, dan merawat kemanusiaan.

Sejumlah tokoh lintas agama, akademisi, politisi, aktivis, sampai generasi millennial, turut merayakan ulang tahunnya. Mereka tidak sekadar memberikan ucapan selamat, tetapi membedah pemikiran dan perjalanan hidupnya. Dan dari kesaksian mereka, hampir semuanya mengungkapkan bahwa Buya Syafii adalah sosok negarawan yang otentik, serta konsisten menyerukan nilai-nilai kebajikan. Khutbah-khutbah moralnya tidak berhenti dalam pikiran dan lisan, tetapi dipraktikkan dalam kehidupan sehari hari.

Pemikiran Buya Syafii menyasar lintas batas generasi. Ia bukan hanya menjadi guru inspiratif bagi keluarganya, murid-muridnya, para jamaahnya, tetapi juga guru inspiratif bagi bangsanya. Buya adalah guru bangsa, yang spirit keindonesiaan dan humanismenya tak diragukan lagi.  

Tetap Tenang di Tengah Belantara Hujatan

Sepeninggal tokoh-tokoh besar seperti, Cak Nur (Prof. Dr. Nurcholish Madjid), dan Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid), Buya Syafii, nyaris bergerak dan berjalan sendirian. Banyak sekali orang setuju dengan gagasan-gagasannya yang brilian nan cerdas, kritiknya yang keras, namun sedikit sekali yang berani menyuarakan kebenaran di tengah rimba perebutan kepentingan dan kekuasaan. 

Tak jarang, karena keberaniannya dan kritiknya yang keras dan tajam, Buya mendapat guyuran hujan caci maki oleh sekelompok orang yang tidak sepaham dengan pemikirannya. Namun, Buya tetap tenang dan sama sekali tak terpengaruh, apalagi terpasung oleh belantara cacian, tuduhan, dan fitnahan. Ia tetap tegak bagaikan karang meskipun diterpa ombak politik kebencian. Ia melangkah dengan pasti di tengah bising dan riuhnya paduan suara miring yang terus membuntutinya.

Baca Juga  MY Esti Wijayati, Legislator Perempuan di Balik Perjuangan Panjang UU TPKS

Berkarya untuk Merawat Kemanusiaan

Melalui berbagai karyanya, Buya hampir tak pernah absen berkhutbah tentang merawat kemanusiaan universal, mendendangkan moralitas, menyerukan amar ma’ruf nahi munkar, dan keadaban publik. Tulisan tulisannya yang sarat dengan kritik sosial dan bermuatan pesan-pesan moral dapat dilihat konteksnya dan dikontekstualisasikan secara lebih luas, baik dalam sistem sosial-politik maupun budaya masyarakat.

Hampir semua tulisannya bertema kemanusiaan sebagai tanggapan terhadap berbagai fenomena sosial-politik. Gaya bahasa, cerita, maupun pilihan diksi yang dipakainya sangatlah khas. Sikap serta posisi, yang boleh dikata paling pasti di banding yang lainnya, menjadikan Buya dengan segala kebesaran dan kesederhanaannya tetap menyatu dengan publiknya.

Jumlah umat Islam yang mayoritas di bumi nusantara ini, mendorong Buya tak pernah berhenti mengingatkan agar tidak lagi mempersoalkan hubungan trilogi antara Islam, keindonesiaan, dan kemanusiaan. Ketiga konsepsi tersebut, menurutnya, haruslah senafas dan seirama agar Islam yang berkembang di Indonesia adalah benar-benar Islam yang berkemajuan, ramah, terbuka, dan rahmatan lil ‘alamin. 

Upaya Mewujudkan Wajah Islam Rahmatan lil ‘Alamin

Dengan konsep rahmatan lil ‘alamin, yang sering disebutnya dalam banyak tulisan, Buya memberi pesan sosial bahwa kita tak boleh memihak kepada salah satu suku, agama maupun golongan tertentu, untuk mewujudkan masyarakat yang toleran, menegakkan keadilan, menjunjung tinggi kesetaraan dan persamaan hak yang merupakan ajaran semua agama. Dalam kerangka seperti ini, semua agama memiliki kedudukan yang sama untuk ikut menyumbangkan nilai-nilai kemanusiaan yang luhur.  

Buya juga menginginkan agar Islam yang dikembangkan di Indonesia adalah sebuah Islam yang ramah, terbuka, inklusif, dan mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan bangsa dan negara. Buya, memimpikan Islam yang berkemajuan. Islam yang sejalan dengan nilai-nilai modernitas. Islam Nusantara yang menghargai keragaman (budaya, suku, bahasa, etnis dan agama). Islam yang ramah, Islam yang menyapa, Islam yang menyalakan lilin harapan untuk membangun bersama-sama negeri ini menjadi lebih baik.

Baca Juga  Buya Syafii, Mempromosikan Pluralisme Lewat Kata dan Laku

“Sebuah Islam yang tak mampu memberikan jawaban terhadap masalah-masalah besar akan sulit ditawarkan untuk mengawal peradaban”, tegas Buya, seraya mengutip gurunya, Prof. Fazlur Rahman.

Buya Syafii Milik Semua Orang

Buya, berharap umat mampu “diliberalkan” dari absolutisme dan munculnya otoritas keagamaan serta memimpikan umat dapat dimerdekakan dari sikap-sikap kurang dewasa dalam beragama, seperti keberagamaan yang penuh claim of truth, kavling-kavling kebenaran hanya bagi diri dan kelompoknya, dan beragama yang serba formalistis-normatif. Begitulah Buya, keinsyafannya akan realitas pluralisme masyarakat ini melampaui dasar-dasar keyakinannya sebagai pemeluk Islam. Meskipun demikian, hal itu tidak kemudian mengubah kesetiaannya kepada Islam. Buya tetaplah seorang muslim yang taat.

Tema tema besar tentang kemanusiaan dan kebangsaan inilah yang menjadikan Buya Syafii diterima dan dihormati. Tidak saja oleh kalangan Muhammadiyah, namun juga NU dan yang lainnya, termasuk kalangan non-muslim. Buya sendiri tak pernah canggung bergaul dan menjalin hubungan baik dengan pemuka dan tokoh-tokoh agama; Kristen, Budha, Hindu, Tionghoa, kalangan nasionalis, NU, dan juga tokoh-tokoh dunia. Buya, dengan demikian, bukan hanya milik Muhammadiyah, milik umat Islam, tetapi milik semua orang yang punya komitmen tentang nilai nilai kemanusiaan, kemajemukan, dan keindonesiaan.

Editor: Yahya FR
Avatar
4 posts

About author
Direktur Riset Maarif Institute
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds