Saya pertama kali mengenal Pak Haedar tahun 2004, sebagai seorang suami dari Ibu Siti Noordjannah (Anggota Panwaslu Pusat 2003-2004). Kedua pasangan ini adalah orang yang rendah hati dan berintegritas tinggi serta sangat menghargai orang lain yang berbeda agama.
Ibu Noordjaannah juga dikenal sebagai pejabat yang menghindarkan diri dari tindakan menggunakan uang negara untuk kepentingan pribadinya. Hampir tiap akhir pekan beliau pulang pergi Jakarta-Yogya, setahu saya beliau selalu menggunakan uang pribadi.
Sebagai staf sekretariat Panwaslu ketika itu, saya merasakan betul keramahan serta perhatian dari Ibu Siti Noordjannah kepada kami para staf. Saya masih ingat, ketika ada acara Panwaslu di Yogya waktu itu, Ibu Noordjannah memberikan saya oleh-oleh nasi gudek yang dikemas di dalam kendi. Kemasan seperti itu, konon, hanya tersedia dari sebuah restoran nasi gudek terbaik di Yogya.
Jika kebetulan bersua di Bandara, Ibu Siti Noordjannah (biasanya bersama suaminya, Pak Haedar) kami selalu bertegur sapa dengan hangat. Sikap dan tindakan Ibu Siti Noorjannah tentu tidak terlepas dari beradaan seorang suami yang juga memiliki integritas tinggi dan sosok yang selalu menghormati dan mengasihi sesama manusia.
Saya sangat mengapresiasi tulisan Pak Haedar “Merawat Hidup Bersama” ini. Saya menghormati opini tersebut sebagai sebuah refleksi mendalam dari nurani seorang tokoh besar yang didasarkan pada iman dan pemahamannya yang utuh tentang Ketuhanan sebagai Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Kasih. Dalam tulisan Merawat Hidup Bersama tersebut, beliau tidak hanya berkata-kata, melainkan juga telah mengamalkannya dalam kehidupannya sehari-hari.
Salam hormat untuk Pak Haedar.
Editor: Yusuf