Hari jum’at sore, 21 Februari 2020, musibah itu terjadi, ratusan siswa kelas 7 dan 8 SMP Negeri 1 Turi Sleman melaksanakan kegiatan ekstrakurikuker pramuka, sama seperti minggu sebelumnya, hanya kegiatan kali ini melaksanakan susur sungai, sebuah kegiatan yang sesungguhnya penuh resiko dan perlu perencanaan yang matang, mungkin minimnya pengetahuan tentang mitigasi bencana, maka kegiatan susur sungai yang penuh resiko apalagi dilaksanakan pada saat musim hujan (saat itu dilereng merapi terjadi hujan) tetap dilaksanakan, dan musibah itupun terjadi.
Guru dan para pembina pramuka tentu melakukan kesalahan fatal. Atas kelalaiannya tersebut 10 siswa meninggal dunia. Polisi bergerak cepat, sejalan dengan para relawan melakukan pencarian korban saat itu, pemeriksaan, penyelidikan, dilakukan polisi dan 3 orang guru pramuka SMPN1 Turi ditetapkan menjadi tersangka. Kita mengapresiasi kerja cepat aparat penegak hukum, tetapi sebagai seorang guru saya sedih… melihat rekan guru dan pembimbing pramuka SMP N1 Turi dibotakan, seakan-akan mereka penjahat yang sangat nista, pembegal, seakan pemerkosa, maling dan cap kejahatan nista lainnya.
Mereka Tetaplah Guru
Padahal mereka tetaplah seorang guru yang entah melalui tangan mereka sudah berapa ratus bahkan ribu siswa yang berhasil mereka didik, siswa yang mengerti akan kehidupan. Mereka tetaplah seorang guru “seniman” kehidupan yg telah berhasil memahat dan melukis ratusan bahkan ribuan pribadi-pribadi siswa.
Musibah itu tentu terjadi karena kelalaian dan kesalahan yang tentu harus mereka pertanggungjawabkan, kelalaian mereka yg menyebabkan 10 siswa menghadap kehariban Allah swt (insyaallah anak-anakku yang menjadi korban khusnul khotimah dan syahid, mereka sudah tenang dalam “dekapan” sang Penguasa Langit dan Bumi”…). Tentu musibah yang sangat memukul siapapun, sekali lagi kelalaian dan kesalahan guru – guru tersebut harus mereka pertanggungjawabkan dihadapan hukum yang berlaku, tetapi mereka bukan penjahat yang menistakan nilai-nilai kemanusiaan secara sengaja, saya yakin merekapun tidak menghendaki kejadian ini terjadi.
Mereka seorang guru yang menjalankan tugas utk mendidik anak-anak bangsa dan karena kelalaian mereka musibah itu terjadi, hormatilah mereka Pak polisi sebagai guru. Mereka sama dengan guru-guru Pak Polisi yang menjadikan Pak Polisi seperti sekarang ini. Janganlah perlakukan mereka seperti penjahat-penjahat yang lain. Hormatilah mereka Pak Polisi, karena mereka guru yang mendidik anak-anak bangsa. Sebagai seorang guru yang digugu dan ditiru meraka pasti menyesal dan secara kesatria akan mempertanggungjawabkan kelalaian dan kesalahan yang mereka lakukan.
Pembelajaran ke Depan
Di balik musibah tentu ada hikmah bagi kita untuk memperbaiki kualitas kehidupan kita, pertama bagi seluruh insan pendidik. Kejadian ini menjadi refleksi bagi kita semua bahwa setiap kegiatan yang dirancang harus memperhatikan resiko yang akan terjadi. Jadikan sekolah sebagai satuan pendidikan aman bencana yang tidak hanya siap ketika terjadi bencana, akan tetapi siap sebelum bencana itu terjadi, buatlah SOP (Standar Operasional Prosedur) untuk kegiatan yang mengandung resiko tinggi.
Kedua bagi pemerintah, jika kita bersepakat bahwa pramuka (kepanduan/HW) adalah ekstrakurikuler wajib untuk membentuk karakter siswa (dalam kurikulum disebut sebagai ekstra wajib), maka negara harus hadir untuk menyediakan pembina dan pelatih yang tersertifikasi sebagai pelatih pramuka. Jangan sampai karena ini ekstra wajib dan pemerintah lepas tangan hanya diserahkan pada guru saja, maka sekolah menunjuk guru yang masih longgar jam mengajarnya tanpa memperhatikan keahlian yang dimiliki.
Doa terbaik untuk anak-anakku dan keluarga besar SMPN1 Turi.