Al-A’raf artinya tempat tertinggi. Maka dari itu, Allah menginginkan semua hambanya berada ditempat tertinggi, tempat yang mulia disisi Allah. Tempat tersebut tidak memandang status, jabatan, umur atau hal lain. Al-A’raf terbuka untuk umum tanpa terkecuali. Dengan keinginan Allah terhadap hambanya itu, Allah memberikan pegangan, adanya larangan dan perintah serta petunjuk keamanan supaya kita sampai ditempat yang mulia.
Dalam Surat Al-A’raf ayat 27 disebutkan “Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh syaitan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapamu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.”
“Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan syaitan-syaitan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.”
Tafsir Al-Mukhtashar/Markaz Tafsir Riyadh, di bawah pengawasan Syaikh Dr. Shalih bin Abdullah bin Humaid (Imam Masjidil Haram):
“Wahai anak cucu adam, janganlah sekali-kali setan sampai memperdayai kalian, lalu menjadikan maksiat indah pada pandangan kalian, sebagiamana telah dijadikannya indah pada pandangan ibu-bapak kalian, Adam dan Hawa, sehingga ia berhasil mengeluarkan keduanya gara-gara maksiat tersebut dari surga.
“Juga menyebabkan ia berhasil menanggalkan dari keduanya pakaian yang Allah menutup mereka dengannya hingga tersingkaplah aurat mereka. Sesungguhnya setan itu, keturunan dan bangsanya dapat melihat kalian, sedang kalian tidak bisa melihat mereka.
Maka waspadailah mereka itu. Sesungguhnya kami telah menjadikan setan-setan itu para pembela orang-orang kafir yang tidak bertauhid kepada Alllah, tidak mengimani para rasulNya dan tidak mengamalkan petunjuk-Nya”.
***
Tafsir Al-Muyassar / Kementerian Agama Saudi Arabia menyebutkan, “Allah kembali menyampaikan peringatan-Nya bagi manusia dari godaan setan, dan memerintahkan mereka untuk mengambil pelajaran dari apa yang telah setan perbuat terhadap Adam dan Hawa ketika mengeluarkan mereka dari surga. Dan menjadi sebab terlepasnya pakaian mereka sehingga aurat mereka terlihat; dan dia tetap berhasrat untuk membuka aib manusia.”
“Kemudian Allah menegaskan peringatan ini dengan menyatakan bahwa setan dan bala tentaranya dapat melihat kalian. Sedangkan kalian tidak dapat melihat mereka, maka jagalah aurat kalian dari mereka. Dengan keagungan dan kebijaksanaan Kami.”
“Kami jadikan setan-setan sebagai teman dan penolong bagi orang-orang yang tidak beriman kepada Allah. Allah menyerupakan godaan yang datang dari setan bagi manusia seperti godaan yang dia lakukan terhadap Adam dan istrinya.”
“Bahwa setan membuat mereka berani memakan buah dari pohon terlarang itu dan mencabut pakaian yang menutupi aurat mereka. Hal ini merupakan peringatan bagi manusia bahwa godaan setan yang paling besar masih berjalan, yaitu dengan membuka aurat banyak orang”.
Di ayat 27, Allah menegaskan kepada anak cucu Adam untuk tidak tertipu oleh syaitan. Dalam ayat tersebut Allah memberikan contoh Nabi Adam dan Hawa dikeluarkan dari surga. Mereka tergoda oleh tipu daya syaitan.
Nabi Adam dan Hawa tidak mengingat Allah, mereka hanya mengakuti hawa nafsunya saja untuk memakan buah kuldi. Padahal Allah sudah mengingatkan untuk tidak mendekati pohon kuldi. Atas perbuatan Nabi Adam dan Hawa, Allah mengeluarkan mereka dari syurganya Allah.
Sungguh syaitan memiliki struktur yang kuat untuk mempergunakan hal yang buruk kepada manusia. Syaitan menghancurkan rasa ketaqwaan, rasa patuh Nabi Adam kepada Allah. Bahkan menghancurkan pula rasa itu terhadap bani Adam.
Pakaian Ketakwaan
Dalam ayat tersebut juga Allah mengatakan ‘menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya.’ Pakaian merupakan kebutuhan pokok sebagai penutup aurat, agar terlihat rapi serta sopan.
Menggunakan pakaian juga harus dengan ketakwaan kepada Allah, seperti pakaian ketakwaan Nabi Adam dan Hawa. Pakaian takwa yang dimaksud Nabi Adam dan Hawa adalah sebagai pengingat, memohon ketakwaan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, kita harus menanamkan bahwa ketakwaan kepada Allah harus diutamakan.
Dalam Surat Al-A’raf ayat 28, “dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya’. Katakanlah: “Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji”. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?”
Tafsir Al-A’raf Ayat 28 (versi Jalalain), “(Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji) seperti perbuatan syirik dan tawaf mereka di sekeliling Kakbah dalam keadaan telanjang seraya mengemukakan alasan mereka, Kami tidak akan melakukan tawaf dengan pakaian yang biasa kami gunakan untuk maksiat.
“Kemudian mereka dilarang dari perbuatan tersebut (mereka berkata, Kami mendapati nenek-moyang kami mengerjakan yang demikian itu) kami hanya mengikut kepada mereka (dan Allah menyuruh kami mengerjakannya) juga.”
“(Katakanlah) kepada mereka (Sesungguhnya Allah tidak menyuruh mengadakan perbuatan yang keji. Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui?) bahwa Allah mengatakannya; istifham atau kata tanya di sini menunjukkan makna ingkar atau sanggahan”.
Dari ayat ke-28 dapat kita pelajari bahwa Allah tidak pernah memerintahkan kepada hambanya untuk berbuat kekejian, bahkan perintah dari Allah pun tidak ada yang mengandung unsur keji.
Keji yaitu melakukan sesuatu bukan karna Allah, melainkan untuk kepentingan yang lain, seperti untuk menarik perhatian orang lain. Setiap perbuatan yang keji membuat kita tidak beriman kepada Allah, kita harus memikirkan kedepan, harus memikirkan apakah perbuatan yang kita lakukan itu sesuai dengan perintah Allah atau tidak
Editor: Dhima Wahyu Sejati