Akhlak

Apa yang Harus dan Tidak Harus Diteladani dari Rasulullah Saw?

4 Mins read

Para pakar dan ahli sementara ini melihat kebutuhan manusia pada akhlak luhur merupakan keniscayaan dari kedudukan manusia sebagai makhluk sosial. Eksistensi nilai akhlak di samping sebagai perhiasan dan kesempurnaan pribadi seseorang, nilai-nilai itu juga diperlukan oleh masyarakat demi mencapai kesempurnaan masyarakat.

Semakin luhur akhlak seseorang, maka semakin mantap kebahagiannya. Demikian juga dengan masyarakat; semakin kompak personalnya secara bersama-sama melaksanakan nilai-nilai akhlak yang mereka sepakati, semakin bahagia lah masyarakat itu.

Namun seandainya manusia hidup sendirian, maka ia tidak memerlukan akhlak, tidak juga hukum dan peraturan.

Seseorang yang hidup sendirian di tengah hutan, tidak akan dituntut untuk berkata benar karena ia tidak menemukan mitra bicara. Tetapi, manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendirian tanpa bantuan orang lain.  

Teladan Akhlak yang Baik

Ketika Ibunda Aisyah radhiyallahu’anha ditanya mengenai akhlak Rasulullah Saw. beliau menjawab: “Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur’an.” (HR. Ahmad).

Ini mengartikan bahwa kehidupan Rasulullah Saw merupakan manifestasi riil Al-Qur’an. Ketika Al-Qur’an memerintahkan dan berbicara masalah iman, Rasulullah selalu berada di garda terdepan. Sebelum mengajak manusia beriman, beliau terlebih dahulu yang memancangkan iman di dalam hatinya.

Nabi Muhammad Saw, berulang kali mengaku diperintahkan untuk menyatakan, “Aku tidak lain dari manusia seperti kamu juga, hanya saja aku mendapat wahyu.” Mendapat wahyu itulah yang membedakan manusia ini dengan manusia lain.

Akan tetapi, perlu diingat bahwa beliau mendapat wahyu karena beliau adalah manusia agung, seperti yang terdapat dalam firman Allah kepadanya, sesungguhnya engkau benar-benar budi pekerti yang luhur. Demikian konsideran pengangkatan beliau sebagaimana diabadikan oleh [QS. Al-Qalam: 4].

Muhammad Saw. adalah uswah (teladan) dalam sifatnya yang luhur. Al-Qur’an sendiri yang menegaskan, sesungguhnya telah ada pada Rasulullah Saw teladan yang baik bagi siapa yang mengharap (anugerah) Allah dan (ganjaran di) Hari Kemudian, serta banyak menyebut nama Allah [QS. Al-Ahzab: 21].

Baca Juga  Karakter Qanaah: Hidup Sederhana dengan Bersyukur

Bagaimana Peneladanan Harus Dilakukan?

Pertanyaannya adalah, bagaimana peneladanan itu harus dilakukan? Mengapa dan sampai di mana batas-batasnya? Kesemuanya merupakan bahan perbincangan para pakar dan ulama.

Ada yang berpendapat bahwa kita harus meneladani Rasulullah Saw sejak ia masa kecil hingga menjelang wafatnya.

Bahkan ada yang berpendapat lebih jauh sebelum itu, bahkan sebelum penciptaan manusia pertama, Adam as. Atau bahkan dikaitkan dengan tujuan penciptaan alam raya ini.

Allah Swt mempunyai tujuan-tujuan tertentu pada penciptaan alam raya ini. Allah berfirman, kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dengan bermain-main [QS. Al-Anbiya: 16].

Banyak hal yang dilakukan Allah berkaitan dengan tujuan penciptaan tersebut, salah satu di antaranya adalah mengutus para nabi dan rasul untuk memberi petunjuk dan contoh pelaksanaan bagi masyarakat tertentu, atau umat manusia secara keseluruhan.

Pembentukan Kepribadian Rasulullah

Berkaitan dengan kepribadian Rasulullah beserta latar belakang kehidupannya, sejumlah ahli pendidikan, misalnya, berpendapat bahwa pada umumnya kepribadian seseorang dibentuk oleh ibu, bapak, sekolah, dan lingkungannya.

Rupanya Allah mempersiapkan manusia agung ini untuk dididik sendiri sehingga beliau terbebaskan dari seluruh faktor itu. Beliau terhindar dari acuan ayah yang wafat sebelum beliau lahir. Dari acuan ibu pun demikian.

Bukankah beliau dibesarkan di pedesaan yang jauh dari sang ibu? Benar, bahwa Rasulullah Saw kembali kepada ibunya ketika sekitar berusia lima tahun setelah disusui oleh Siti Halimah. Tetapi beliau dengan ibunya pun hanya untuk beberapa bulan saja.

Sebab, beberapa saat kemudian ibunya wafat, setelah sempat membawa putra satu-satunya ini menziarahi makam ayahandanya.

Bukankah ini merupakan rencana Tuhan untuk menjauhkan sang anak dari acuan pendidikan bapak dan ibu, yang merupakan dua faktor utama dalam pembentukan pribadi seseorang?

Baca Juga  Antara 11 dan 23 Rakaat Tarawih, Manakah yang Sesuai Contoh Nabi?

Di sisi lain, beliau tidak mengenal baca-tulis, dan tidak pula pernah duduk di bangku sekolah. Yang ini pun bertujuan agar sekolah dan bacaan apa pun tidak menyentuh dan mempengaruhinya.

Terkahir, beliau bermukim dan diutus dari satu tempat yang relatif jauh dari peradaban. Agar beliau terhindar dari segala macam polusi yang dapat mempengaruhi perkembangan dan pertumbuhannya.

Pemilahan Kedudukan Rasulullah Saw

Imam Al-Qarafi dinilai sebagai ulama pertama yang menegaskan pemilahan-pemilahan terperinci terhadap ucapan/sikap Nabi Saw.

Menurutnya, junjungan kita dapat berperan sebagai rasul, mufti, hakim agung, atau pemimpin masyarakat. Dapat juga sebagai seorang manusia yang memiliki kekhususan-kekhususan yang membedakan beliau dari manusia-manusia lain. Sebagaimana perbedaan seseorang dengan yang lainnya.

Dalam kedudukan beliau sebagai:

  1. Rasul, maka ucapan dan sikapnya pasti benar karena semuanya bersumber langsung dari Allah Swt. atau penjelasan tentang maksud Allah.
  2. Mufti, maka hal ini sama dengan butir pertama di atas karena fatwa beliau berdasarkan pada pemahaman teks-teks keagamaan, yang beliau diberi wewenang oleh Allah untuk menjelaskannya [QS. An-Nahl: 44].
  3. Hakim, maka ketetapan hukumnya secara formal pasti benar. Akan tetapi, secara material adakalanya keliru akibat kemampuan salah satu pihak yang berselisih menyembunyikan kebenaran atau karena kemampuannya berdalih dan mengajukan bukti-bukti palsu.
  4. Pemimpin masyarakat tertentu, maka kepemimpinan dan petunjuk-petunjuk beliau dalam hal kemasyarakatan disesuaikan dengan kondisi masyarakat tertentu. Akan tetapi, bagi masyarakat lainnya, petunjuk-petunjuk tadi dapat berbeda. Rasul Saw sendiri tidak jarang memberikan petunjuk yang berbeda untuk sekian banyak orang yang berbeda. Menyesuaikan dengan keadaan masing-masing mereka.
  5. Pribadi, dalam hal ini ada dua macam: (a) Kekhususan beliau yang tidak boleh dan/atau harus diteladani. Sebab kekhususan tersebut berkaitan dengan fungsi beliau sebagai rasul, misalnya kebolehan menghimpun lebih dari empat orang istri dalam saat yang sama, kewajiban shalat malam, larangan merima zakat, dan lainnya, (b) Sebagai manusia (terlepas dari kerasulannya), misalnya dalam soal selera.
Baca Juga  Karakter Ikhlas: Ibadah Hati yang Wajib Kita Tata dan Jaga

Apa yang Harus dan Tidak Harus Diteladani dari Rasulullah Saw?

Kembali kepada soal uswah (keteladanan). Apakah hal-hal yang bersifat pribadi atau yang berkaitan dengan kondisi sosial budaya masyarakat, juga merupakan bagian dari yang harus diteladani?

Menurut Quraish Shihab (2002), memilah-milah keteladanan itu sesuai dengan sikap nabi, seperti yang dijelaskan di atas. Yakni dengan menyatakan bahwa sesuatu yang dilakukan oleh pribadi agung itu, selama bukan merupakan kekhususan yang berkaitan dengan kerasulan (butir 5a), dan bukan juga merupakan penjelasan agama (butir 1 dan 2), maka hal tersebut harus diteliti. Apakah ia diperagakan dalam kaitan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah atau tidak?

Jika dinilai berkaitan dengan upaya mendekatkan diri kepada Allah -misalnya, membuka alas kaki ketika shalat- maka ia termasuk bagian yang diteladani.

Akan tetapi, jika tidak tampak adanya indikator bahwa hal tersebut dilakukan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. -misalnya, menggunakan pakaian tertentu, seperti memakai jubah, sandal berwarna kuning, rambut gondrong dan sebagainya- maka hal ini menunjukkan bahwa yang demikian dapat diikuti dengan status mubah.

Akan tetapi, bila ada yang mengikuti dengan niat meneladani Nabi Saw, maka niat keteladanan itu mendapat ganjaran Allah Swt.

Editor: Yahya FR

Avatar
11 posts

About author
Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Articles
Related posts
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…
Akhlak

Hidup Sehat ala Rasulullah dengan Mengatur Pola Tidur

4 Mins read
Mengatur pola tidur adalah salah satu rahasia sehat Nabi Muhammad Saw. Sebab hidup yang berkualitas itu bukan hanya asupannya saja yang harus…
Akhlak

Jangan Biarkan Iri Hati Membelenggu Kebahagiaanmu

3 Mins read
Kebahagiaan merupakan hal penting yang menjadi tujuan semua manusia di muka bumi ini. Semua orang rela bekerja keras dan berusaha untuk mencapai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *