Memang tak mudah membangun organisasi besar seperti Muhammadiyah. Banyak pengorbanan yang sudah dikeluarkan oleh pelopor organisasi ini. Mungkin banyak di luar sana yang iri dengan besarnya Muhammadiyah hari ini sebagai sebuah organisasi yang telah mengabdi selama 108 tahun untuk Indonesia. Betapapun besarnya Muhammadiyah, namun kebesaran organisasi ini tak membuat orang-orang yang ada di dalamnya merasa besar atau memandang rendah yang lainnya.
Siapa yang tak mengenal almarhum KH. AR Fakhruddin, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah di era Orde Baru. Dari kisah kesederhanaannya hingga celotehan jenakanya, mashur di kalangan kader Muhammadiyah. Kesederhanan Pak AR sungguh unik. Dari cerita beliau yang masih berjualan bensin di depan rumah meskipun berstatus sebagai ketua umum organisasi besar di Indonesia, sampai menolak pemberian mobil oleh Presiden Soeharto kala itu. Pak AR seperti se-sosok oase di tengah-tengah budaya koruptif bangsa Indonesia kala itu.
Mengabdi di Muhammadiyah, Mengabdi Tanpa Pamrih
Keteladanan pak AR ini, belakangan dikuti oleh generasi setelahnya, seperti Buya Syafi’i Ma’arif, almarhum Prof. Malik Fadjar, dan Prof. Haedar Nasir. Bagi kader Muhammadiyah, cukup tau tokoh-tokoh Muhammadiyah yang belakangan disebutkan. Cukup panjang jika diceritakan dan tak mungkin bisa saya tuliskan satu persatu kisah keteladanan dan kesederhanaan mereka dalam tulisan sederhana ini. Yang jelas, bukan seperti gaya kesederhanaan pencitraan yang banyak dilakukan oleh para politisi bangsa kita hari ini.
Paling tidak, kita punya sosok yang mencerminkan karakter kesederhanaan sebagai kader Muhammadiyah. Sebab di Muhammadiyah, memang dituntut untuk selalu memberi tanpa pamrih, mengabdikan diri untuk ummat, dan selalu siap berada di garda terdepan menjadi ‘pelayan ummat’ meminjam istilah Buya Syafi’i Ma’arif.
Mengapa demikian? Sebab kelahiran Muhammadiyah tak terlepas dari pengamalan surat Al-Maun. Begitu unik cara KH Ahmad Dahlan menafsirkan surat ini. Beliau tak hanya mampu mengajarkan Al-Qur’an secara literlek, tetapi juga mampu menghidupkan ayat Al-Qur’an menjadi gerakan sosial transformatif.
Jadilah Muhammadiyah hari ini dengan ribuan sekolah dan perguruan tingginya, begitu pula dengan rumah sakit Muhammadiyah yang tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan beberapa amal usaha lainnya yang tak kalah kontribusinya seperti panti asuhan, lambaga zakat, koperasi dan lain-lain. Kerana alasan inilah Muhammadiyah sampai hari ini masih tetap eksis.
Covid-19 di Indonesia
Tema Milad Muhammadiyah kali ini adalah “Meneguhkan Gerakan Keagamaan Hadapi Pandemi dan Masalah Negeri”. Jika dilihat, tema milad kali ini rupanya diambli dari fenomena/gejala alam yang kian lama-kian menghawatirkan di negeri ini yaitu pandemi Covid-19. Sebab bagaimanapun kasus Covid-19 ini mampu mendistorsi seluruh lini kehidupan kita, termasuk kehidupan beragama.
Sebagaimana kita ketahui, ketika kasus Covid-19 masuk ke Indonesia, banyak orang-orang yang tak percaya, termasuk tokoh-tokoh agama, dai-dai, ustaz-ustaz, dan lain-lain. Di samping pemerintah juga yang cenderung ceroboh dan slow respond dalam menangani kasus Covid-19 di Indonesia.
Banyak ceramah-ceramah yang missunderstanding tentang virus ini. Misalnya dilakukan oleh salah satu ustaz kondang yang mengatakan bahwa corona adalah tantara Tuhan yang dikirim Allah untuk menghancurkan orang-orang komunis di Cina. Namun, rupanya pernyataan ini tak sesuai dengan realita, sebab tak hanya orang-orang komunis saja yang terjangkit, malainkan semua warga dunia lintas etnis, agama, dan suku.
Upaya mencegah penyebaran virus juga dilakukan pemerintah dengan melakukan kebijakan social distancing/menjaga jarak. Termasuk menjaga jarak dalam ibadah, salah satunya melakukan shalat di dalam rumah saja. Anjuran ini sontak membuat shock banyak orang. Penolakanpun terjadi di mana-mana, sebab dianggap sebagai kebijakan yang menjauhkan orang-orang Islam dari keimanannya.
Milad Muhammadiyah 108: Langkah Muhammadiyah
Bagaimana sikap Muhammadiyah? sikap Muhammadiyah cukup jelas, tegas dalam mengurusi masalah keummatan. Sebelum pernyataan MUI (Majlis Ulama Indonesia), Muhammadiyah sudah terlebih dahulu menganjurkan untuk beribadah di dalam rumah, baik ibadah solat lima waktu, Idul Fitri dan Idul Adha yang lalu.
Tak hanya soal ibadah, soal pendidikan seperti sekolah-sekolah Muhammadiyah pun terpaksa harus tutup sementara dan dianjurkan belajar di rumah. Jadi jelas, Muhammadiyah dengan tegas mengatakan lewat berbagai macam pernyataan Pimpinan Pusat-nya tak ada hubungannya social distancing dengan menjauhkan diri dari agama.
Soal penanganan Covid-19, konsistensi Muhammadiyah dalam menangani masalah virus ini dibuktikan dengan membentuk MCCC (Muhammadiyah Covid-19 Command Center). Rumah sakit Muhammadiyah yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia dituntut untuk juga terlibat dalam menangani masalah Covid-19 ini. Namun sayangnya, pemerintah terkesan lambat merespon bahkan melanggar kebijakan social distancing, hal ini dibuktikan dengan dibolehkannya penyelenggaraan pilkada; banyak paslon-paslon ketika kampanye yang justru melanggar protokol kesehatan itu sendiri.
Itulah dakwah pencerahan yang dilakukan Muhammadiyah. Dakwah yang tak hanya sekadar retorika belaka, melainkan dakwah dengan terlibat dan termanifestasikan dalam gerakan-gerakan konkrit untuk ummat. Itulah dakwah dengan bil hikmati wa mauidzatin hasanatin.
Sudah sepatutnya pemerintahan Indonesia bersyukur punya organisasi besar berpaham moderat seperti Muhammadiyah. Jadi, tak perlu ditanya lagi apa sumbangsih Muhammadiyah untuk bangsa Indonesia. Di atas adalah contoh-contoh kecil sumbangsih Muhammadiyah untuk Indonesia hari ini.
Akhirnya, dari kader yang belum banyak berkontribusi ini, saya ucapkan selamat milad Muhammadiyah yang ke-108, tetaplah mencerahkan. Mencerahkan Indonesia dan mencerahkan semesta.
Editor: Yahya FR