Riset

Stereotip Perempuan dalam Pusaran Muhammadiyah

3 Mins read

Problem  tentang kesetaraan gender bukanlah hal yang tabu di negeri ini. Ketika beberapa ormas dan LSM menyuarakan tentang keadilan dan kesetaraan gender. Muhammadiyah lewat gerakan Sopo Tresno atau yang dikenal sekarang dengan mana Aisyiyah sebenarnya sudah mengatasi masalah bias gender di negeri ini. Ketua Umum Pimpinan Pusat Aisyiyah Siti Noordjanah Djohantini menuturkan bahwa “Persoalan tentang bias gender di Muhammadiyah sudah tidak ada lagi”.  

Muhammadiyah di awal gerakannya sudah mendesain Aisyiyah sebagai wadah untuk perempuan berkiprah lebih maju dalam berkehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Kalau saja Muhammadiyah tidak berpandangan seperti itu, bagaimana perempuan harus berkiprah? Bagi Muhammadiyah memberikan kesempatan dan peluang kepada perempuan baik secara individu ataupun organisasi merupakan upaya untuk menghilangkan stereotip tentang perempuan yang hanya mampu di kasur, sumur dan dapur.

Aisyiyah Tonggak Awal Perempuan Tangguh dalam Muhammadiyah

Berdirinya organisasi Aisyiyah sejak tahun 1917 dengan tokoh-tokoh generasi pertama seperti Nyai Ahmad Dahlan, Siti Bariyah, Siti Munjiyah, Siti Hayyinah, Siti Badilah, Siti Umniyah dan Siti Aisyah. Tonggak awal lahirnya perempuan-perempuan tangguh yang mumpuni. Mereka memiliki pandangan bahwa perempuan sejatinya sama dengan kaum laki-laki.

Mereka dapat melakukan pekerjaan seperti yang kaum laki-laki kerjakan, tetapi tidak menghilangkan kodrat mereka sebagai seorang anak dari orang tua mereka, seorang  istri dari suami-suami meraka, bahkan seorang ibu bagi anak-anak mereka. Problem yang berkaitan dengan hak dan kewajiban baik laki-laki maupun perempuan sudah banyak dibicarakan baik melalui seminar atau bahkan melalui tulisan. Sebagaimana konsep keteraan gender dalam pandangan Muhammadiyah dan Aisyiyah yang terus dikembangkan seperti yang termaktub dalam kitab “Adabul Mar’ah Fil Islam (2010)”.   

Baca Juga  Gus Yahya dan Pak Haedar, Dua Kepak Sayap Moderasi Islam di Dunia Global

Stereotipe Perempuan dalam Tiga Lingkungan

Pada dasarnya semua orang sepakat bahwa perempuan dan laki-laki berbeda. Namun, masalah gender bukanlah pada jenis kelamin kelamin laki-laki dan perempuan sebagai pemberian Tuhan. Akan tetapi, gender lebih ditekankan pada persoalan perbedaan peranan dan fungsi yang ada, telah dibuat dan berlaku di tengah masyarakat. Oleh karena itu, pemahaman tentang gender perlu dianalisa untuk melihat apakah perbedaan tersebut menimbulkan diskriminasi atau tidak.  Dalam artian yang membawa kerugian tidak terhadap pihak perempuan itu sendiri.

Di Indonesia sendiri isu kesetaraan gender menjadi isu yang tidak ada habisnya dan masih terus akan diperjuangkan. Konsep gender dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama dalam lingkungan keluarga. Kalau kita lihat posisi perempuan dalam keluarga pada umumnya dan di dalam masyarakat pada khususnya. Kita ambil contoh, seperti kasus ketika seorang istri bekerja di luar rumah, mereka juga harus tetap mengurus segala kegiatan yang ada di dalam rumah. Mulai dari memasak hingga mengurus anak.

Bukan hanya di lingkungan keluarga, di lingkungan pendidikan. Bahkan lingkungan pekerjaan pun masih ada  stereotip tentang perempuan  kita lihat masih adanya anggapan bahwa kaum perempuan adalah  kaum lemah ini masih sering terjadi ketika mereka berada pada lingkungan pekerjaan dimana perempuan dianggap tidak bisa melakukan pekerjaan yang dilakukan oleh kaum laki laki, dalam lingkungan Muhammadiyah kaum perempuan yang memiliki pendidikan cukup tinggi hanya mampu melakukan pekerjaan sebagai pelayan toko bahkan sangat sedikit menjadi pejabat publik.

Amien Rais dan Rahmawati Husen Bukti Kesetraan Gender dalam Muhammadiyah

Tentunya sangat berbeda ketika stereotip tentang perempuan sebagai kaum lemah masuk ke dalam lingkungan Muhammadiyah. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Amien Rais Pada waktu itu dalam  acara Temu Tokoh Nasional rangkaian Muktamar Nasyiatul Asyiyah ke-13  yang bertempat di Gedung Islamic Center UAD  pada 2016, beliau mengatakan bahwa, “Makna persamaan gender telah dibahas dalam Al Qur’an salah satunya pada Surah Al-Ahzab ayat 35.”

Amien Rais melanjutkan bahwa “Muhammadiyah sejak awal telah berpegang teguh dalam Al Qur’an dan memberikan peran yang cukup besar bagi perempuan.” Muhammadiyah benar-benar memperhatikan peran perempuan dalam kemajuan zaman. Muhammadiyah telah memasuki usia satu abad lebih. Di usia yang ke seratus delapan tepat pada hari Rabu tanggal 18 November 2020 merupakan langkah kongkrit dalam mendewasakan diri. Baik dalam segi finansial maupun segi kemanusian.

Baca Juga  Maarif Fellowship Luncurkan Buku "Muhammadiyah dan Penguatan Semangat Keindonesiaan"

Di tahun 2019 lalu, Ibu Rahmawati Husen adalah perempuan Asia Tenggara pertama sekaligus wakil ketua Lembaga Penanggulangan Bencana PP Muhammadiyah atau lebih dikenal dengan sebutan Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Menghadiri sidang Dewan Pengarah Badan Persyarikatan Bangsa-Bangsa untuk Dana Tanggap Darurat Global. Selain itu, beliau ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo untuk mendapingi Menteri Luar Negeri RI Ibu Retno P. Marsudi melakukan kunjungan ke Kabul Afganistan pada bulam Maret 2020.

Bapak Amien Rais dan Ibu Rahmawati Husen dua sosok yang diimplementasikan sebagai kesetaraan gender dalam Muhammadiyah. Hadirnya kedua sosok ini dalam Muhammadiyah memberikan bukti bahwa baik seorang laki-laki maupun seorang perempuan dari kalangan Muhammadiyah bisa berkiprah baik di kancah Nasional Maupun Internasional.

***

Bukan hanya kedua tokoh ini tapi masih banyak tokoh-tokoh yang lain. Baik dari kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang mampu bersaing dalam hal segi apapun. Sosok Ibu Rahmawati Husen menandakan bahwa stereotip tentang perempuan kaum lemah itu tidak ada sama sekali.  Bahkan dalam Muhammadiyah itu sendiri antara laki-laki dan perempuan sama, tidak ada perbedaan baik dalam hal pendidikan maupun pekerjaan.    

Editor: RF Wuland

Related posts
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…
Riset

Pengorbanan Ismail, Kelahiran Ishaq, dan Kisah Kaum Sodom-Gomoroh

4 Mins read
Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *