Perspektif

Milad Pemuda Muhammadiyah (2): Etos Welas Asih dan Etika Kosmopolitan

4 Mins read

Tulisan (bagian 1) telah sampai pada perspektif etos al-Ma’un. Dan pada bagian 2 fokus pada perspektif etos welas asih, al-Ashr dan etika kosmopolitan.

Dari perspektif etos welas asih Muhammadiyah, tema yang diusung oleh Pemuda Muhammadiyah pada miladnya yang ke-88 tahun ini, menegaskan sikap yang kokoh tentang belas kasih, cinta kasih. Spirit belas kasih merupakan hal yang paling fundamental dalam kehidupan. Jika ini menjadi habitus dalam diri maka bisa dipastikan, intoleransi, terorisme, radikalisme, ekstrimisme dan korupsi tidak menjadi tontonan rutinitas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Etos welas asih sebagaimana dikutip oleh Zakiyuddin dan Azaki dari dr. Soetomo merupakan “kritik atas Darwinisme sebagai paradigma pemikiran Barat modern yang meletakkan seleksi alam atas kekuatan individual. Darwinisme tidak memberikan kekuatan kaum lemah untuk menjadi berkemajuan.

Dengan etos welas asih yang secara “genetik” terwariskan dalam diri Pemuda Muhammadiyah dari Muhammadiyah sebagai induknya, sehingga Pemuda Muhammadiyah dengan belas kasihnya senantiasa meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan dan mencerahkan semesta.

Menurut Zakiyuddin dan Azaki, Muhammadiyah secara umum memahami bahwa manusia tidak akan sampai pada derajat utama jika tidak dengan belas kasih. Karena watak dan sifat orang yang tidak memiliki belas kasih itu segala perbuatannya didasarkan pada kesenangan yang semakin lama semakin bosan dan lalu menjadi sia – sia.

Meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan dan mencerahkan semesta hanya bisa terwujud jika perjuangan bersandar pada nalar dan moralitas yang dimuarakan pada hidup paripurna dan jauh dari kesenangan materialistik-hedonistik yang sia-sia dan memperdaya. Ini yang disebut juga etos welas asih. Pemuda Muhammadiyah memiliki gen welas asih tersebut dari induknya, Muhammadiyah.

Pemuda Muhammadiyah, ketika saya meminjam perspektif habitus Pierre Bourdiue, harus mampu melakukan proses internalisasi eksterior (menyerap) realitas eksternal dari apa yang dipahami dan telah diimplementasikan oleh Muhammadiyah tentang etos welas asih. Untuk selanjutnya dilakukan proses eksternalisasi interior (mengimplementasikan) dalam realitas empirik sesuai dengan konteks dan khittah perjuangan Pemuda Muhammadiyah.

Baca Juga  Istiqomah: Konsisten dalam Kebaikan
***

Dari perpektif etos Al-Ashr, tema Milad Pemuda Muhammadiyah bisa dipahami lebih dalam dan kita akan menemukan pemahaman mendalam bahwa tema tersebut relevan sekaligus sebagai harapan dan solusi atas kondisi bangsa dan negara hari ini.

Menurut yang dikutip oleh Zakiyuddin & Azaki (2017) dari Imam Syafii, “andaikan Allah tidak menurunkan ayat atau surah dari Al-Qur’an, maka cukuplah dengan wal-Ashri saja. Surah Al-‘Ashr itu sangat padat, mencakup kehidupan sejarah peradaban umat manusia. Teologi al-‘Ashr membawa manusia ke arah kehidupan dunia dan akhirat yang berkemajuan dan berperadaban tinggi.

Termasuk dikutip dari Hamka dalam tafsir al-Azhar menjelaskan, Allah menyebutkan martabat umat manusia itu terdiri dari empat unsur, yaitu iman, amal saleh, tausiah kebenaran dan tausiah kesabaran. Jika empat syarat itu tidak terpenuhi, rugilah seluruh masa hidup (Zakiyuddin & Azaki, 2017 : 49-50).

Dari tafsir Hamka ini, saya menemukan relevansi dengan tema Milad Pemuda Muhammadiyah tersebut. Meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan dan mencerahkan semesta merupakan perwujudan dari iman, amal saleh, tausiah kebenaran dan tausiah kesabaran.

Jika mencermati kehidupan hari ini, termasuk kondisi kehidupan yang dirasakan Kiai Dahlan awal pendirian Muhammadiyah  dengan realitas kehidupan yang penuh kerusakan, penuh kebohongan terutama di jagat media sosial, laku penipuan (khurs), secara umum disimpulkan bahwa penyebabnya karena bangsa saat itu dan termasuk hari ini belum bersatu hati.

Menurut Kiai Dahlan, disebabkan oleh tiga hal. Pertama, para pemimpin belum bersatu hati dan saling mengabaikan satu sama lain. Mereka saling bertentangan pendapat disebabkan (jika dulu) kurangya pengetahuan (tetapi sekarang), kurangnya kesadaran. Kedua, para pemimpin belum menunjukkan praksis gerakan dengan tindakan dan perbuatan yang nyata. Ketiga, kebanyakan para pemimpinan saat itu (dan saat ini) hanya memperhatikan kesejahteraan kaum dan golongan mereka sendiri.

Baca Juga  Akhir Hubungan PAN dan Muhammadiyah
***

Kondisi hari ini dan kondisi yang dirasakan oleh Kiai Dahlan pada masa itu, masih relevan. Meskipun banyak perubahan dan kemajuan yang dirasakan hari ini  ̶  bukan juga berarti mengedepan sikap nihilistik  ̶  hanya saja dibandingkan dengan kemajuan bangsa lain kita masih jauh tertinggal.

Dan tema yang diusung oleh Pemuda Muhammadiyah pada Miladnya kali ini sangat relevan dengan tiga poin tersebut sebagai bentuk solusi. Bagi saya, kader – kader Pemuda Muhammadiyah dengan pemahaman dan etos al-Ashr yang telah terinternalisasi dalam dirinya akan cenderung mencari potensi yang bisa diteladani atau diikuti. Dan sebaliknya sesuatu yang bersifat buruk akan dijadikan sebagai bahan pelajaran untuk dihindari.

Dengan etos al-Ashr, Pemuda Muhammadiyah akan senantiasa mencari hal – hal, potensi yang bisa memperkukuh solidaritas. Mencari sumber kebaikan untuk kemudian menebarkan kebaikan tersebut. Dan selain daripada itu akan senantiasa melakukan sikap dan tindakan mencerahkan semesta.

Berdasarkan perspektif etika kosmopolitan, Pemuda Muhammadiyah sangat menyadari bahwa kondisi kehidupan hari ini dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, kehidupan telah terhubung secara global bahkan tanpa batas. Pemuda Muhammadiyah sebagai warga dunia (global citizenship) memiliki tantangan dan sekaligus peluang besar.

Tantangan Muhammadiyah (bagi saya termasuk Pemuda Muhammadiyah) tidak hanya dengan agama –agama, kelompok, masyarakat yang ada di Indonesia melainkan di belahan dunia lain. Dulu mungkin tidak dibayangkan bahwa kita akan hidup bertetangga denga komunitas LGBT. Tetapi Sekarang mereka adalah realitas sosial (Zakiyuddin & Azaki, 2017: 165-166).

Dari uraian Zakiyuddin dan Azaki, saya memahami bahwa etika kosmopolitan adalah sikap mengedepankan spiritualitas tata nilai (value) dalam menghadapi kehidupan yang sangat majemuk-pluralistik yang mustahil bisa dihindari.

Baca Juga  Islam Hadir untuk Menebar Kebaikan dan Kedamaian

Merujuk pada tema Milad Pemuda Muhammadiyah, meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan dan mencerahkan semesta merupakan sikap penting dari etika kosmopolitan. Dan ini juga merupakan spritualitas Ihsan yang berkemajuan. Disebut berkemajuan karena jika ihsan di awal kenabian menekankan ihsan individual, ihsan di era cosmopolitan ialah ihsan “cinta” sesama.

***

Sunanto  ̶  kami sering memanggilnya Kak/Cak Nanto  ̶  Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah telah merilis logo dan tema Milad Pemuda Mummadiyah. Pada substansinya beliau menyampaikan bahwa tema ini sesuai kondisi umat di seluruh dunia yang sedang mengalami cobaan akibat pandemi korona (Corona).

Namun bagi saya, tema ini juga sangat relevan dan urgensi untuk konteks permasalahan kehidupan yang lebih luas, terutama dalam dimensi politik kebangsaan. Hari ini, Oligarki adalah pemegang kedaulatan, yang menguasai dan mengatur segala sendi – sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.

Ketika Sunanto, mengharapkan bahkan mewajibkan bagi internal kader Pemuda Muhammadiyah untuk bergerak meneguhkan solidaritas, menebar kebaikan, mencerahkan semesta di tengah kondisi covid-19. Bagi saya ternyata tema ini masih sangat relevan dengan kondisi kehidupan lain pasca covid19. Insya Allah Soliditas Pemuda Muhammadiyah di semua jenjang adalah kunci.

Editor: Yahya FR
17 posts

About author
Eks Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng, Sulawesi Selatan Komisioner KPU Kab. Bantaeng Periode 2018-2023
Articles
Related posts
Perspektif

Kejumudan Beragama: Refleksi atas Bahtsul Masail Pesantren NU yang Kurang Relevan

3 Mins read
Bahtsul Masail, tradisi intelektual khas pesantren Nahdlatul Ulama (NU), adalah salah satu warisan berharga dalam khazanah keilmuan Islam di Indonesia. Forum ini…
Perspektif

Menjadi Guru Hebat!

3 Mins read
Peringatan Hari Guru Nasional (25 November) tahun ini mengangkat tema, “Guru Hebat, Indonesia Kuat”. Tema ini menarik untuk dielaborasi lebih jauh mengingat…
Perspektif

Mengapa Masih Ada Praktik Beragama yang Intoleran?

3 Mins read
Dalam masyarakat yang religius, kesalihan ritual sering dianggap sebagai indikator utama dari keimanan seseorang. Aktivitas ibadah seperti salat, puasa, dan zikir menjadi…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds