“Penafsiran-penafsiran Muhammad Asad terasa sangat relevan dengan konteks kekinian. Ayat-ayat Alquran, di tangan, Asad, tidak tinggal sebagai suatu kitab kuno yang anakronistik,” tulis Haidar Bagir.
Haidar menganggap, setidaknya ada enam kelebihan The Message of the Quran karya Muhammad Asad. Pertama, The Message of the Quran sangat ringkas. Bahkan hanya seperti kumpulan catatan kaki saja.
Kedua, tafsir itu berangkat dari penelitian bertahun-tahun yang mendalam atas berbagai tafsir tradisional, hadis, sejarah, hingga Bibel. Tak hanya itu, penulis juga melakukan penelitian bahasa Arab di Suku Badui. Terutama di Arabia Tengah dan Timur. Konon, suku di daerah tersebut memiliki tradisi bahasa Arab yang dekat dengan bahasa yang digunakan di zaman Muhammad Saw.
Ketiga, tafsir Muhamamd Asad adalah tafsir rasional. Meskipun penulisnya bukan seorang rasionalis ekstrem. Keempat, penafsiran Asad terasa sangat relevan dengan konteks kekinian. Kelima, Asad memberikan satu tafsir yang progresif, terbuka, sekaligus tetap autentik.
Keenam, tafsir Asad adalah tafsir yang masuk akal. Menurut Haidar, selama ini, umat Islam dihadapkan pada tafsir-tafsir yang sulit diterima akal sehat.
Kendati demikian, banyak juga yang menghujat tafsir karya Asad tersebut. Pasalnya, Asad adalah orang Barat. Ia sering dianggap tidak otoritatif untuk menafsirkan Alquran.
Biografi Muhammad Asad
Muhammad Asad adalah muallaf. Sebelumnya, ia beragama Yahudi. Namanya sebelum muallaf adalah Leopold Weiss. Pengembaraannya menuju agama Islam berawal dari pengembaraannya ke negara-negara lain hingga ke Timur Tengah. Padahal, ia lahir di Ukraina.
Weiss lahir di Lviv, Ukraina pada 2 Juli 1900. Saat itu, Lviv belum menjadi Ukraina seperti sekarang. Daerah itu awalnya dikuasai oleh Kekaisaran Austria-Hongaria.
Ketika Weiss berusia 14 tahun, Eropa memasuki Perang Dunia I. Jiwa petualang Weiss bergejolak. Ia memang sudah begitu berani sejak kecil. Weiss melarikan diri dari sekolah dan bergabung dengan tentara Austria.
Sayang, tak lama kemudian, ia dipaksa keluarganya untuk kembali pulang.
Setelah selesai sekolah, ia masuk ke Universitas Wina di Swiss. Di kampus itu, ia banyak belajar sejarah seni dan filsafat. Sejak kecil, Weiss juga telah belajar tentang agama Yahudi. Ia lancar berbahasa Ibrani dan Aram. Keluarganya adalah keluarga rabi Yahudi, meskipun bapaknya bekerja sebagai pengacara.
Namun, kampus bukan dunianya.
Pada tahun 1920, ia memutuskan keluar dari kampus. Saat itu, hidupnya tak menentu. Ia kemudian menjadi asisten seorang sutradara film.
Dua tahun kemudian, ia berpetualang ke Palestina. Palestina menjadi pintu pertama Weiss untuk masuk ke dunia Islam.
Ia tinggal di Yerusalem. Di rumah salah satu pamannya. Pamannya, Dorian, merupakan seorang psikiater. Di sana, Weiss bekerja sebagai wartawan paruh waktu. Bagi komunitas Yahudi, Weiss adalah Yahudi yang terlalu bersimpati pada Palestina. Namun, Weiss tak acuh.
Di Palestina, jiwa petualangnya kembali memberontak. Ia kemudian berkelana ke Iskandariah, Makkah, dan daerah-daerah lain.
Pada tahun 1926, Weiss masuk Islam. Namanya berubah menjadi Muhammad Asad.
Satu tahun sebelumnya, Asad telah menikahi perempuan bernama Elsa. Pada tahun 1927, beberapa saat setelah menunaikan haji di Makkah, Elsa meninggal. Ketika itu, mereka sedang berada di Madinah. Asad kemudian menikah lagi dengan perempuan bernama Munira.
Asad tinggal di Arab Saudi hingga beberapa tahun kemudian. Ia sering berhaji. Ia juga sering bertemu dengan Raja Abdul Azis. Kedekatan itu membuatnya diangkat sebagai penasihat Pangeran Fayzal. Konon, Asad pernah bertemu dengan Haji Agus Salim ketika Agus Salim menemui Raja Saudi.
Di Saudi, ia melakukan penelitian di Suku Badui. Kelak, penelitian itu sangat berguna dalam penyusunan tafsir The Message of the Quran.
Setelah dari Arab, Asad kembali berkelana ke India. Asad bertemu dengan filsuf besar Islam, Muhammad Iqbal. Iqbal adalah salah satu orang yang menginspirasi lahirnya negara Pakistan.
Setelah negara Pakistan berdiri, Asad memutuskan tinggal di negara itu. Ia juga diangkat sebagai warga negara kehormatan.
Asad adalah orang yang meletakkan dasar-dasar persahatan Pakistan dengan Arab Saudi. Ia juga meletakkan dasar-dasar Organisasi Konferensi Islam. Pada tahun 1969, ia membuat proposal pendirian Liga Bangsa-Bangsa Muslim (League of Muslim Nations).
Sayangnya, proposal tersebut tak digubris oleh Menteri Luar Negeri Pakistan, Zafarullah Khan. Saat itu, Khan tidak menaruh hormat pada Asad.
Karya
Pada tahun 1934, Asad menulis buku berjudul Islam at the Crossroads. Di Indonesia, buku itu diterbitkan dengan judul Islam di Simpang Jalan.
Empat tahun kemudian, Asad menerjemahkan Shahih Bukhari ke dalam Bahasa Inggris. Shahih Bukhari berisi kumpulan hadis shahih yang paling otoritatif dalam sejarah Islam.
Salah satu karya Asad yang paling masyhur adalah The Road to Mecca. Buku itu diterbitkan pada tahun 1954. Adapun karya-karya lain yang ia tulis adalah The Message of the Quran (1980), The Principles of State and Goverment in Islam (1961), This Law of Ours and Other Essays (1987), dan lain-lain.