Akhlak

Karakter Mahabbah: Cinta Sunyi kepada Sang Pecinta Sejati

19 Mins read

Karakter Mahabbah I Saat malam tiba, pelita (lampu) dihidupkan di rumah-rumah warga pedesaan di pelandangan yang masih jauh dari ‘sentuhan’ listrik. Begitu banyak laron- laron yang datang mendekati pelita yang berada di tengah rumah (pondok/gubuk) tersebut. Entah apa yang menyebabkan laron-laron itu selalu berkerumun di dekat pelita yang bercahaya; apakah karena gelapnya malam sehingga dia membutuhkan cahaya penerang atau karena dia membutuhkan pelita yang bisa memanaskan ‘suhu’ tubuhnya di tengah malam yang dingin dan sepi?

Siapapun manusianya, dia selalu ingin berada dekat dengan Tuhannya.  Walaupun bertahun-tahun dia berada di dalam dunia gelap, pasti suatu saat dia ingin mendapatkan secercah cahaya-Nya; walaupun dalam kehidupan yang penuh dengan lumpur yang hitam sekalipun, pada saatnya nanti dia pun ingin menemui terang jalan menuju-Nya.

Manusia adalah ‘citra’ Ilahi, dia dihadirkan di atas bumi untuk dikenali dengan mandat sebagai khalifah. Fitrah berketuhanan dan fitrah kemanusiaan telah tertanam di dalam diri manusia sejak ruh dimasukkan ke dalam jasad. Sehingga ia senantiasa untuk berada dalam fitrah-Nya, yakni kesucian, kebenaran, beriman dan harmonis: Sesuai perjanjian primodialismenya di alam rahim (‘miniatur’ sorgawi)

Pengertian Mahabbah

Kata mahabbah berasal dari kata ahabba, yuhibbu, mahabatan, yang secara harfiah berarti mencintai secara mendalam atau kecintaan atau cinta yang mendalam. (Yunus, 1990: 96)

Mahabbah juga diartikan dengan lawan daripada al-baghd, yakni cinta lawan dari benci. Al-Mahabbah dapat pula berarti al-wadud, yakni yang sangat kasih atau penyayang. (Shaliba, 1978: 439)

Menurut Harun Nasution, mahabbah adalah cinta dan yang dimaksud ialah cinta kepada Tuhan. Pengertian yang diberikan kepada mahabbah antara lain ialah yang berikut:

1. Memeluk kepatuhan pada Tuhan dan membenci sikap melawan pada-Nya.

2. Menyerahkan seluruh diri kepada yang dikasihi.

3. Mengosongkan hati dari segala-galanya kecuali dari diri yang dikasihi. (Nasution, 1978: 70)

Mahabbah atau cinta menurut bahasa, asal maknanya adalah bersih, sebab bangsa Arab mengatakan, tentang gigi yang putih, bersih dan bercahaya, habab al-asnan (membersihkan gigi). Dikatakan juga diambil dari al-habab yang artinya air meninggi saat hujan deras. Berdasarkan ini, cinta adalah bergolaknya hati ketika rasa rindu untuk bertemu dengan yang dicintai. Dikatakan bahwa cinta diambil dari kata: menetap dan bertahan, maka dikatakan ahab al-ba’ir, jika seekor unta menderum.

Jika kamu menetap di suatu tempat dan tidak meninggalkannya maka seakan orang yang mencintai, hatinya telah melekat dengan yang dicintainya, hingga tidak ada keinginan untuk pindah. Dikatakan bahwa mahabbah diambil dari makna gelisah dan gundah gulana. Karena itu, anting disebut habb karena ia bergoyang-goyang pada telinga.

Dikatakan bahwa ia berasal dari kata hubb jamak dari kata habbah, yaitu inti sesuatu, kemurniannya dan asalnya karena biji itu adalah asal tanaman dan pohon, dikatakan bahwa ia berasal dari hib yaitu bejana yang besar yang diletakkan padanya sesuatu yang memenuhinya sehingga tidak bisa lagi ditempati orang lain. Demikian juga hati yang mencintai tidak ada lagi tempat bagi selainnya dicintainya. Dikatakan juga berasal dari kata habbah al-qalbi yaitu kemurungannya, dikatakan pula buahnya. Cinta disebut mahabbah karena sampai kepada buah hati.

Menurut Al-Qusyairi, al-mahabbah merupakan hal (keadaan) jiwa yang mulia yang bentuknya disaksikannya (kemutlakan) Allah Swt, oleh hamba, selanjutnya yang dicintainya itu juga menyatakan cinta kepada yang dikasihi-Nya dan yang seorang hamba mencintai Allah Swt. (Al-Qusyairi, 2007: 475).

Dalam pandangan tasawuf, mahabbah (cinta) merupakan pijakan bagi segenap kemuliaan hal, sama seperti tobat yang merupakan dasar bagi kemuliaan maqam. Karena mahabbah pada dasarnya adalah anugerah yang menjadi dasar pijakan bagi segenap hal, kaum sufi menyebutkannya sebagai anugerah-anugerah (mawahib). Mahabbah adalah kecenderungan hati untuk memperhatikan keindahan atau kecantikan. (Suhrawardi, 1998: 185)

Berkenaan dengan mahabbah, Suhrawardi pernah mengatakan, “Sesungguhnya, mahabbah (cinta) adalah suatu mata rantai keselarasan yang mengikat Sang Pecinta kepada kekasihnya; suatu ketertarikan kepada kekasih, yang menarik Sang Pecinta kepadanya, dan melenyapkan suatu dari wujudnya, sehingga pertama-tama yang menguasai seluruh sifat dalam dirinya, kemudian menangkap zatnya dalam genggaman Qudrah (Allah).” (Suhrawardi, 1998: 186)

Kesimpulannya adalah, bahwa semua sifat yang disebutkan di atas berkumpul pada hati orang yang mencintai dan yang dirasakannya. Cinta kepada Allah adalah tema yang akan kita bicarakan. ini adalah urusan besar dan keutamaan yang melimpah yang tidak akan mencapai puncaknya kecuali orang-orang yang mengenal Allah dengan sifat-sifat-Nya sebagaimana Dia menyikapi diri-Nya sendiri.

Mahabbah (cinta) itu bagaikan kepala, takut dan harap bagaikan dua sayap dan seorang hamba menuju Allah dengan cinta, takut dan harapan.

Keutamaan Karakter Mahabbah

Adapun keutamaan karakter mahabbah adalah;

1. Allah ‘mengumumkan’ kepada seluruh makhluk yang di bumi dan di langit apabila ia mencintai seorang hamba.

Sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya Allah ta’ala bila mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril lalu berfirman, “Aku mencintai fulan, maka cintai dia”. Maka Jibril mencintainya lalu berseru di langit, ‘Allah mencintai fulan, maka kalian mencintailah dia,’ maka penduduk langit mencintai si fulan kemudian orang tersebut diterima (di hati) penduduk bumi. Dan apabila Allah ta’ala membenci seorang hamba, ia memanggil Jibril lalu berfirman, ‘Aku membenci  fulan, maka bencilah kepadanya.’ Maka Jibril membencinya lalu berseru di langit, “Allah membenci si fulan, maka kalian bencilah kepadanya,’ maka penduduk langit membenci si fulan kemudian orang tersebut dibenci (di hati) penduduk bumi.” (HR. Bukhari dan Muslim)

2. Allah menjadikan cobaan sebagai wujud rasa cinta kepada hamba-Nya.

Sabda Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya besarnya balasan berbanding lurus dengan besarnya cobaan, sesungguhnya Allah jika mencintai suatu kaum, dia menguji mereka. Barangsiapa yang ridha maka baginya keridhaan dan barangsiapa yang murka baginya kemurkaan (Allah).” (HR Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)

Firman Allah SWT:

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu; dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwal.” (QS. Muhammad: 31)

Sabda Rasulullah Saw:

“Dikatakan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash, ‘Wahai Rasulullah, siapakah manusia yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab, ‘Para Nabi kemudian yang paling mendekatinya dan yang paling mendekatinya. Seorang laki-laki diuji sesuai dengan kualitas agama. Jika pada agamanya terdapat keteguhan ibaratkan cobaannya dan jika pada agamanya terdapat kelemahan, diuji sesuai kualitas agamanya. Maka tidaklah lepas sebuah cobaan dari seorang hamba hingga meninggalkannya berjalan di muka bumi dengan tampak kesalahan.” (HR. Tirmidzi)

3. Senantiasa melakukan amal saleh sampai akhir hayat.

Sabda Rasulullah Saw:

“Jika Allah mencintai seorang hamba dia memberikannya madu. Mereka bertanya, ‘Apa madunya?’ Beliau menjawab, ‘Memberikan taufik kepadanya untuk beramal saleh sampai datang ajalnya hingga meridhainya para tetangganya dan orang-orang yang ada di sekitarnya.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban dan Hakim)

4. Memiliki rasa keinginan untuk selalu bertemu dengan Allah.

Sabda Rasulullah Saw:

“Barangsiapa yang cinta untuk ketemu Allah, maka Allah pun juga untuk bertemu dengannya. Dan barangsiapa yang benci bertemu Allah maka Allah pun benci bertemu dengannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang mengharap pertemuan dengan Allah, maka sesungguhnya waktu yang dijanjikan Allah itu pasti datang. Dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Ankabut: 5)

5. Memiliki rasa kedamaian di dalam hati dengan selalu bersembunyi bersamaNya.

Sabda Rasulullah Saw:

“Ditanamkan rasa cinta pada diriku dari urusan dunia; Minyak Wangi dan wanita, dan dijadikan ketenangan hatiku dalam salat.” (HR. Nasa’i)

6. Memiliki kualitas kesabaran yang paripurna.

Firman Allah Swt:

“Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat kepada Tuhannya.” (QS. Shad: 44)

“Bersabarlah (hai Muhammad) dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah dan janganlah kamu bersedih hati terhadap (kekafiran) mereka dan janganlah kamu bersempit dada terhadap apa yang mereka tipudayakan.” (QS. An-Nahl: 127)

7. Selalu memupuk rasa cinta kepada Allah dan rasulNya.

Sabda Rasulullah Saw:

“Janganlah kamu melaknatnya karena dia masih mencintai Allah dan rasul-Nya.” (HR. Bukhari)

8. Selalu berdzikir dalam keadaan sempit maupun lapang dalam kehidupan.

Firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu menyerang pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al- Anfal: 45)

9. Munculnya rasa gemetar karena kecintaan kepada Allah.

Firman Allah Swt:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayatNya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal.” (QS. Al-Anfal: 2)

Baca Juga  Menjadi Muslim Minimalis, Mengapa Tidak?

10. Gemar beramal secara kontinu dalam situasi apapun.

Sabda Rasulullah Saw:

“Rasulullah SAW jika mengerjakan sebuah amalan beliau merutinkannya. Jika tidur di waktu malam atau sakit beliau salat di waktu malam 12 rakaat.” (HR. Muslim)

11. Orang yang mahabbah selalu memandang amalnya sedikit, walaupun dia banyak melakukan ibadah-ibadah fardhu dan sunat lainnya.

Firman Allah Swt:

“Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)

12. Senang membaca Alquran.

Firman Allah Swt:

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran ataukah hati mereka terkunci.” (QS. Muhammad: 24)

13. Mentadaburi makna-makna yang terkandung dalam Alquran.

Firman Allah Swt:

“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran.” (QS. Shad: 29)

14. Gemar melakukan amalan sunnah dan amalan fardhu sehingga mendapat pembelaan dari Allah.

Firman Allah dalam Hadis Qudsi:

“Barangsiapa yang memusuhi wali-Ku berarti ia menyatakan perang denganKu, dan tidaklah seorang hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan sesuatu yang lebih Kucintai daripada perbuatan yang telah Ku wajibkan dan hambaKu senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan melaksanakan amalan-amalan sunat hingga Aku mencintainya, maka apabila Aku telah mencintainya Aku menjadi pendengarannya yang dia mendengar dengan pendengaran tersebut, Aku menjadi penglihatannya yang dia melihat dengan penglihatan tersebut, Aku menjadi tangannya yang dia bergerak dengan tangan tersebut, dan Aku menjadi kakinya yang dia berjalan dengan kaki tersebut. Andai Dia minta kepadaKu niscaya Aku beri, dan andai dia minta perlindunganKu akan Kulindungi.” (HR. Bukhari)

15. Melazimkan dzikir secara lisan, kalbu dan kontemplatif.

a. Berdzikir sebanyaknya.

Firman Allah Swt:

“Dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumuah: 10)

b. Berdzikir setelah selesai melakukan ibadah yang agung dan penutup amal saleh.

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjukNya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-Baqarah: 185)

c. Berdzikir setelah selesai menunaikan ibadah haji.

“Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu.” (QS. Al-Baqarah: 200)

d. Berdzikir setelah selesai salat.

“Kenapa maka apabila kamu telah menyelesaikan salat(mu),  ingat Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring.” (QS. An-Nisa: 103)

e. Berdzikir setelah selesai melaksanakan salat Jumat.

Firman Allah Swt:

“Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (QS. Al-Jumu’ah: 10)

f. Dzikir harus disertai amal-amal saleh.

Firman Allah Swt:

“Dan dirikanlah salat untuk mengingatKu.” (QS. Thaha: 14)

16. Menginsapi bahwa segala nikmat adalah karunia dari Allah.

Firman Allah Swt:

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,  tidaklah kamu dapat menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34)

17. Allah memberikan perlindungan kepada hamba yang selalu mewujudkan mahabbah kepada Allah.

Firman Allah SWT:

“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya pergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Rad: 11)

18. Allah senantiasa memelihara manusia di waktu siang dan malam.

Firman Allah Swt:

“Katakanlah, ‘Siapakah yang dapat memelihara kamu di waktu malam dan siang hari selain (Allah) Yang Maha Pemurah.” (QS. Al-Anbiya: 42)

19. Allah memberikan nikmat berupa penglihatan dan penjagaan dari setiap yang menyakitkan.

Firman Allah Swt:

(“Maka Allah adalah sebaik-baik penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang di antara para penyayang.” (QS. Yusuf: 64)

20. Mahabbah diwujudkan dengan berkhalwat di tengah malam.

Firman Allah Swt;

“Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, sedang mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. As-Sajadah: 16)

21. Tradisi berkhalwat di tengah malam adalah tradisi para pecinta Ilahi.

Firman Allah SWT:

“Apakah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya. Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’ Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Az-Zumar: 9)

Kriteria Kecintaan Allah Kepada Hamba-Nya

Adapun kriteria yang jika ada atau dirasakan oleh seorang hamba berarti Allah mencintainya antara lain:

1. Pengaturannya yang baik, keadaannya terbimbing semenjak kecil dalam aturan yang baik iman bersemayam di dalam hatinya hingga menyinari akalnya, membuat dirinya ikhlas dalam beribadah kepadaNya, lidahnya sibuk dengan mengingat-Nya, anggota tubuh sibuk dengan taat kepada-Nya, mengikuti apa yang dapat meningkatkan dirinya kepada Allah dan dimudahkan dalam segala urusan dengan tanpa menghinakan diri kepada makhluk, terbimbing lahir dan batinnya, perhatiannya hanya tertuju pada satu tujuan, dan cinta kepada Allah telah menyebutkannya dari memikirkan yang selain-Nya.

2. Kasih sayang kepada hamba.

Yang dimaksud adalah bersikap lemah-lembut dan ramah, mengambil yang paling mudah dan baik dalam tindakan.

3. Mendapatkan penerimaan di muka bumi.

Yang dimaksud adalah penerimaan hati hamba yang dicintai Tuhannya, kecondongan kerinduan dan pujian mereka kepadanya.

4. Mendapat berbagai macam cobaan.

5. Meninggal dunia saat melakukan amal saleh.

Kriteria Seorang Hamba Mencintai Allah Swt

Sedangkan kriteria seorang hamba mencintai Allah Swt antara lain:

1. Mencintai pertemuan dengan Allah, karena tidak dapat membayangkan hati yang mencintai sang kekasih, lalu dia suka untuk bertemu dan berhadap-hadapan dengan-Nya.

2. Kedamaiannya berada saat berkhalwat (menyendiri) dan munajat kepada Allah, membaca kitab-Nya, maka dia merutinkan tahajud menghayati ketenangan malam, kesyahduan waktu dan hilangnya berbagai kendala. Untuk mengukur tingkatan paling minimal dalam merasakan kenikmatan bermunajat dengan sang kekasih adalah, barangsiapa yang tidur dan mengobrol lebih terasa nikmat daripada bermunajat di malam hari, maka bagaimana dianggap benar kecintaan-Nya? Seorang yang mencintai akan merasakan kelezatan dalam berkhidmat dan mentaati kekasihnya. Semakin besar kecintaannya, maka semakin besar dan sempurnalah kelezatannya dalam taat dan berkhidmat.

3. Sabar atas perkara-perkara yang tidak disenangi. Sabar adalah kedudukan yang terpenting dalam jalan menuju cinta dan paling wajib bagi para pecinta. Mereka lebih membutuhkan kedudukan sabar daripada kedudukan yang lainnya. Jika dikatakan bagaimana orang yang mencintai sangat membutuhkan kesabaran dengan persiapan mengorbankan diri karena kesempurnaan cintanya. Itu tidak terjadi kecuali karena adanya tarik menarik antara kepentingan diri dengan kepentingan yang dicintai.

Dikatakan inilah substansi dari inti permasalahan, yang karenanya sabar merupakan kedudukan terpenting dalam jalan menuju mahabbah yang paling berkaitan dengannya hingga diketahui keberadaan cinta dan ketiadaannya serta kebenarannya  dari kepalsuannya. Sesungguhnya kuat tidak sabar atas hal-hal yang tidak disukai dalam mewujudkan tujuan sang kekasih adalah bukti kebenaran cinta.

Dari sini diketahui bahwa kebanyakan cinta manusia itu palsu, sebab saat mereka semua mengadu cinta kepada Allah lalu Allah menguji mereka dengan hal-hal yang tidak disukai, mereka tersingkir dari hakikatnya sebenarnya dan tidak tertinggal kecuali orang-orang yang sabar. Kalaulah kita tidak ada kesabaran dalam menanggung kesulitan dan hal-hal yang tidak disenangi, niscaya tidak dapat ditetapkan benarnya dakwaan cinta. Maka jelaslah bagi kita bahwa manusia yang paling mencintai Allah adalah yang paling besar kesabarannya dalam menanggung beban. Inilah sifat-sifat para wali Allah dari orang-orang yang khusus.

4. Menjadikan Allah dan rasul-Nya lebih dicintai daripada yang selainnya.

5. Senang berdzikir kepada Allah, hingga tak pernah lepas dari lidah dan hatinya. Karena barangsiapa yang mencintai sesuatu, pasti akan banyak mengingatnya. Siapa yang mengingat pihak yang berkaitan dengannya, dia akan suka menyembahnya, membicarakannya, menyebutnya dan mentaatinya.

6. Pecinta yang benar jika mengingat Allah dalam kesendirian dia menangis karena takut kepada Allah Swt.

7. Cemburu karena Allah. Dia marah jika hal-hal yang diharamkan dilanggar, haknya disepelekan. inilah ghirah (cemburu) orang yang benar-benar cinta. Agama semuanya di bawah ghirah seperti ini. Orang yang paling kuat agamanya adalah orang yang besar cintanya kepada Allah dan paling besar cemburunya terhadap hal-hal yang diharamkan Allah. Dengan demikian dia mengingkari kemungkaran dan mencegahnya karena cemburu. Karena Tuhan yang dicintainya tidak meridhainya, maka mereka pun tidak meridhainya tidak ridha jika ada usaha-usaha untuk mengubahnya.

8. Mencintai kalamullah. Jika kamu ingin mengetahui apa yang ada padamu dan pada diri selainmu tentang kecintaan kepada Allah, maka perhatikanlah kecintaannya terhadap Alquran dari hatimu. Karena sama-sama diketahui bahwa orang yang mencintai sang kekasih, maka ucapannya akan menjadi sesuatu yang paling dicintai tidak ada yang lebih manis bagi pecinta daripada ucapan kekasih mereka, ia merupakan kelezatan bagi hati dan puncaknya tujuan. Cinta kepada Allah akan mendorong seorang hamba untuk duduk dalam mengkaji kitabnya, baik berupa bacaan, penafsiran, tadabur dan menjadikannya sebagai dalil atas semua peristiwa. Memperbanyak bacaan, baik di lihat maupun di hafal akan menghasilkan ketergantungan dirinya kepada kalamullah.

9. Menyesal karena hilangnya kesempatan untuk taat kepada Allah. Perkara yang paling disayangkan adalah hilangnya waktu yang dimilikinya. Jika kehilangan waktu untuk membaca wirid, dia merasakan sakit lebih besar daripada orang yang berambisi kehilangan kesempatan untuk mendapatkan harta karena terjatuh atau karena di curi. Dia segera mengqadhanya pada kesempatan yang paling dekat.

Baca Juga  Bassam Tibi: Islamisme Berbeda dengan Islam

10. Memandang sedikit seluruh amalnya, bahkan melihatnya tidak ada apa-apanya semua usahanya dalam memenuhi hak sang kekasih. Dia tidak memandang telah banyak berkorban karena ibadah yang dilakukannya dan kesabarannya yang begitu lama. Bahkan dia selalu merasa kurang dan menganggap kecil seluruh amalnya, serta selalu memandang bahwa yang dicintainya lebih agung kedudukannya dari seluruh amal yang pernah dilakukan karenaNya, hingga dia tidak merasa puas dengan amalnya bahkan menuduh dan mengecilkannya. Dia khawatir tidak mampu menjaga hak kekasihnya, maka dia bertobat atas segala kekurangan. Oleh karena itu, setelah salat seorang hamba memohon ampun kepada Allah, dia selalu memohon ampun atas kekurangan yang terjadi dalam beribadah kepada sang Khalik. Iya bener tambah cintanya kepada Allah, semakin bertambah pula pengetahuan tentang hakNya, juga semakin memandang sedikit amal yang banyak.. Semakin bertambah cintanya kepada Allah maka semakin bertambah pula amalnya, namun semakin memandang sepele terhadap amal yang dilakukannya. (Al-Munajjid, 2004: 226)

Tingkatan Karakter Mahabbah

Ada tiga tingkatan karakter mahabbah sebagaimana dikemukakan oleh Al-Sarraj, yakni:

1. Mahabbah orang biasa.

Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan dzikir, suka menyebut nama-nama Allah dan memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Senantiasa memuji Tuhan.

2. Mahabbah orang shidiq

Cinta orang yang shidiq yaitu orang yang kenal kepada Tuhan, pada kebesaran-Nya, pada kekuasaan-Nya, pada ilmu-Nya dan lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir yang memisahkan diri seseorang dari Tuhan dan dengan demikian dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta tingkat kedua ini membuat orangnya sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedang hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan dan selalu rindu pada-Nya.

3. Mahabbah orang arif

Cinta orang yang arif yaitu orang yang tahu bentuk pada Tuhan. Cinta serupa ini timbul karena telah tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasakan bukan lagi cinta, tapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk ke dalam diri yang mencintai. (Nasution, 1978: 70-71)

Internalisasi Karakter Mahabbah kepada Allah Secara Psikologis

Adapun proses internalisasi karakter mahabbah kepada Allah secara psikologis adalah:

1. Gemar membaca Alquran disertai mentadaburinya, yakni memahami makna dan yang diinginkannya.

Maka tuntunan terpenting dari diturunkannya Alquran yaitu menyibukkan hati dalam mewujudkan makna yang dibaca, memberikan respon terhadap setiap ayat dengan  perasaan, berdoa, memohon ampun dan menimbulkan harapan.

Hasan Al-Bashri berkata, “Alquran diturunkan untuk diamalkan, jadikanlah membacanya sebagai amalan.” Merenungkan Alquran adalah pangkal kebaikan hati, sedangkan mengamalkannya adalah penyempurnaannya maka kedua hal tersebut wajib diamalkan.

2. Mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan ibadah-ibadah sunnah setelah menunaikan ibadah-ibadah fardhu, karena dia akan menyampaikan kepada tingkatan mahabbah.

3. Memperbanyak zikir pada Allah dengan lidah, hati dan amal. Bagiannya dari cinta berbanding lurus dengan usaha dalam dzikir. Oleh karena itu, Allah memerintahkan hambaNya untuk memperbanyak zikir, karena Ia merupakan sebab keberuntungan.

Allah memuji orang yang selalu berdzikir dan mengabarkan kepada nabinya bahwa ia berada di atas derajat jihad. Allah memerintahkan untuk berdzikir hingga setelah selesai melakukan ibadah yang agung dan penutup amal saleh.

4. Lebih mementingkan yang dicintai Allah daripada yang dicintai oleh diri sendiri saat didominasi oleh hawa nafsu. Meninggi untuk mencintainya walaupun orang yang naik mendapatkan kesulitan. Tanda itsar (mementingkan Allah) ada dua: (1) mengamalkan apa yang di cintai oleh Allah, walaupun dirimu membencinya; (2) meninggalkan yang dibenci, Allah walaupun dirimu mencintaimu.

Dengan dua landasan di atas benarlah kedudukan itsar. Model itsar ini berat sekali, karena kuatnya dorongan hawa nafsu, tabiat dan adat, tetapi orang mukmin yang hendak sampai kepada derajat cinta, mendatangkan cinta kepada Allah sanggup untuk menghabiskan biaya yang besar mempertaruhkan dirinya yang lama untuk sampai kepada kami bukan cinta dan mewujudkan sifat itsar. Dia bersungguh-sungguh sekalipun cobaan sangat berat, menanggung bahaya besar mengusahakan keridhaan sang raja demi mendapatkan keuntungan yang besar. Karena buah dari cinta dan itsar akan didapat sekarang dan nanti, tidak ada buah lain yang menyamainya, dan tidak akan terwujud cinta kecuali dengan itsar.

Ibnu Al-Qayyim berkata, Allah tidak memuji hambanya yang beriman dengan cinta syahwat dan maksiat serta condong jiwanya kepadanya kecuali akan menuntunnya kepada cinta yang lebih utama darinya lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Hendaklah dia berusaha kerap dalam mengendalikan nafsunya untuk meninggalkannya karena Allah. Kerja keras ini akan melahirkan cinta kepada Allah sampai kepada yang dicintai. Setiap diri terdorong oleh syahwatnya Allah maka bertambah kuat keinginan, dan kerinduannya kepadanya. Olah memalingkan kerinduan dan keinginan tersebut dengan kerinduan yang lebih agung dan kecintaannya lebih besar yaitu cinta kepada Allah Azza wa Jalla.”

5. Menyaksikan kebaikan Allah, merenungi makhluk-makluk dan nikmat-nikmatNya yang tampak maupun yang tersembunyi semua itu mendorong untuk mencintai Allah. Hati itu tercipta untuk mencintai orang yang berbuat baik dan membenci orang yang berbuat buruk. Tidak ada seorangpun yang lebih besar kebaikannya kepada seseorang daripada Allah Azza wa Jalla. Karena kebaikan Allah kepada hambaNya adalah dalam setiap nafas dan setiap saat. Setiap hamba bergelimang dalam nikmatNya pada setiap keadaan. Di antara bentuk nikmat adalah bernafas yang sering tidak terdeteksi dalam pikiran mereka. Dalam sehari semalam dia bernapas sebanyak 24.000 nikmat. Jika nikmat yang paling rendah saja yaitu bernapas berjumlah 24.000 nikmat dalam sehari, maka bagaimana dengan nikmat lainnya jika kamu hendak menghitungnya?

6. Merenungkan nama-nama dan sifat-sifat Allah dengan hati, mentafakuri dan mengenal-Nya, mengarahkan hati dalam latihan pengenalanNya. Barangsiapa mengenal Allah dengan nama-nama, sifat-sifat dan perbuatanNya dia pasti akan mencintai-Nya. inilah bab yang dimaksud oleh orang-orang khusus dari wali Allah yang makrifat kepada-Nya, ia adalah pintu yang benar bagi orang-orang yang mencintai, dan tidak ada yang masuk selain mereka.

Tidak pernah kenyang salah seorang dari mereka untuk mengenal-Nya. Setiap tampak satu ilmu bagi mereka, maka semakin bertambah kerinduan dan kecintaannya kepada Allah. Jika digabungkan antara kebaikan Allah, pemberian nikmatNya dengan kesempurnaan dan keindahan-Nya maka pasti tak ada seorangpun yang tidak mencintaiNya kecuali pemilik hati yang rendah, buruk dan paling jauh dari semua kebaikan.

Sesungguhnya Allah menciptakan hati dalam fitrahnya mencintai orang yang berbuat baik dan yang sempurna dalam sifat dan akhlaknya. jika di atas fitrah ini Allah menciptakan hati hamba-hambanya Maka sudah sama-sama diketahui tidak ada seorangpun yang lebih besar kebaikannya daripada Allah, tidak ada yang lebih sempurna dan lebih indah daripada Allah.

Seluruh keindahan dan kesempurnaan yang berada pada makhlukNya adalah bersumber dari penciptaan Allah Ta’ala. Tidak ada seorang makhluk punya mampu meninggalkan pujian dengan keindahan sifat-sifat-Nya, keagungan, kebaikan-Nya dan kehebatan perbuatanNya sebagaimana dia memuji diriNya sendiri. Jika  sebagian manusia mencintai orang yang cantik, maka Allah adalah Dzat yang paling indah daripada segala sesuatu, Dia memiliki sifat keindahan.

7. Merasa lemah di hadapan Tuhan dan membutuhkan-Nya. Tunduk, merasa hina, merendahkan diri dan pasrah di hadapanNya. Sungguh dekat kesembuhan bagi hati yang pecah, sungguh dekat pertolongan, rahmat dan rezeki dari hamba-Nya yang menghinakan diri pada Tuhannya dan menjadikan hatinya cinta kepada Allah. Bersemayam dalam hatinya perasaan lemah dan hina sementara Allah mencintai dari hambanya untuk menyempurnakan kondisi kehinaan di hadapannya karena inilah hakikat penghambaan (ubudiyah), yaitu hina di hadapan Allah. Dikatakan bahwa jalan yang dirasakan (mu’abbad) karena sering diinjak oleh kaki. Oleh karena itu semakin seorang hamba tunduk akan diri di hadapan Allah, maka semakin bertambah pula cinta-Nya.

Baca Juga  Ayatullah Khomeini, Ulama-Politisi Pemimpin Revolusi Iran

8. Khalwat (menyendiri) dengan Allah ta’ala pada waktu dia turun ke langit dunia, untuk bermunajat kepadaNya, membaca ayat-ayatNya, berdiri dengan penuh adab, yaitu adab penghambaan, istighfar dan taubat. (Al-Munajjid, 2004: 234)

Aktualisasi Karakter Mahabbah kepada Allah

Adapun bentuk aktualisasi karakter mahabbah kepada Allah adalah:

1. Selalu senang berbuat baik.

Firman Allah Swt:

“Dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

2. Suka bertaubat dan mensucikan diri.

Firman Allah Swt:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

3. Selalu bersabar dalam segala situasi dan kondisi.

Firman Allah Swt:

“Dan Allah menyukai orang-orang yang sabar.” (QS. Ali Imran: 146)

4. Senantiasa bertawakal kepada Allah.

Firman Allah Swt:

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya.” (QS. Ali Imran: 159)

5. Pecinta sejati memiliki otentisitas mahabbah kepada Allah.

Firman Allah Swt:

“Hai orang-orang yang beriman, barangsiapa di antara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka pun mencintaiNya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang-orang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikanNya kepada siapa yang dikehendakiNya, dan Allah Maha Luas (pemberianNya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Maidah: 54)

6. Allah mencintai orang-orang yang takwa.

7. Allah mencintai orang-orang yang berbuat adil, berlaku adil terhadap keluarganya, berlaku dalam kekuasaan yang dikembangkan kepadanya dan jabatan yang didudukinya.

8. Berjihad di jalan Allah dalam barisan yang teratur seperti bangunan yang kokoh.

Firman Allah Swt:

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangun yang diatasi kokoh.” (QS. Ash-Shaff: 4)

9. Berusaha menjadi manusia yang dicintai oleh Allah dalam segala hal.

Sabda Rasulullah SAW:

“Tiga orang yang dicintai Allah yang disebutkan dalam sunnah: seorang laki-laki yang datang kepada suatu kaum, dia meminta kepada mereka atas nama Allah, bukan atas nama kekerabatan antara dia dengan mereka, maka mereka tidak memberikannya. Maka ada seorang laki-laki dari mereka yang menyalahi sifat kaumnya, ia memberikan secara sembunyi-sembunyi, tidak ada yang mengetahui pemberiannya kecuali Allah Azza wa Jalla. Orang yang memberi dengan sifat ini adalah menyembunyikan yang dicintai Allah, kedua kaum yang berjalan di waktu malam hingga ketika tidur lebih memilih mereka cintai dari yang lainnya mereka singgah dan meletakkan kepala-kepala mereka, dia berdiri meminta kepadaKu dan membaca ayat-ayatKu bagaimanapun kelebihan dan kekayaan yang menimpanya. dia berdiri meminta kepadaKu, terus mendesah dan membaca kitabKu, dan seorang laki-laki dalam sebuah pasukan, mereka bertemu dengan musuh lalu mereka mundur sementara dia menghadapinya dengan dadanya hingga terbunuh atau diberi kemenangan kepadanya. (HR. An-Nasa’i)

10. Selalu menjadi hamba yang bertakwa dan menyembunyi.

Sabda Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang taqwa kaya dan bersembunyi.”

Bersembunyi maksudnya tidak menginginkan kesombongan di muka bumi, kedudukan dan kehormatan.

11. Selalu mencintai nikmat yang diberikan oleh Allah.

Sabda Rasulullah Saw:

“Sesungguhnya Allah mencintai bekas nikmatnya pada hamba-Nya.”

Maksudnya dan kelebihan dan sombong, kemudian bersikap moderat tidak kikir dan tidak boros terhadap dirinya.

12. Membuhulkan cinta, kasih dan sayang kepada kemanusiaan.

Sabda Rasulullah Saw:

“Tidaklah dua orang laki-laki saling mencintai karena Allah, kecuali yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling besar cintanya kepada sahabatnya.” (HR. Thabrani)

13. Senantiasa memberikan kemanfaatan bagi kehidupan dan kemanusiaan.

Sabda Rasulullah Saw:

“Manusia yang paling dicintai Allah adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia. Amal yang paling dicintai oleh Allah adalah kebahagiaan yang dimasukkan kepada seorang muslim atau menyingkirkan kesulitan, atau melunasi hutangnya atau mengusir rasa lapar darinya. Berjalan bersama saudaranya untuk memenuhi kebutuhannya lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid selama sebulan.” (Hadits Hasan)

14. Selalu memberi kemudahan dalam hal yang bersifat kebenaran.

Sabda Rasulullah Saw:

“Allah mencintai orang yang mudah dalam menjual rumah, mudah dalam membeli, mudah dalam mendukung, dan mudah dalam minta dihukumi.”

15. Mencintai orang yang baik karakter (akhlaknya)

Sabda Rasulullah Saw:

“Allah mencintai yang paling baik akhlaknya.” (HR. Thabrani)

Memelihara Karakter Mahabbah

Cinta merupakan kedudukan yang menjadi ajang perlombaan di antara orang-orang yang suka berlomba, menjadi sasaran orang-orang yang beramal dan menjadi curahan orang-orang yang mencintai. Dengan sepoi anginnya orang-orang yang beribadah merasakan ketenangan. Cinta merupakan santapan hati, makanan ruh dan kesenangannya. Kebahagiaan bagi jiwa kesejahteraan batin, cita-cita tertinggi, puncak harapan, pengaruhnya kehidupan dan hidupnya ruh.

Cinta adalah kehidupan sehingga orang yang tidak memilikinya seperti orang mati. Cinta adalah cahaya, siapa yang tidak memilikinya seperti berada di tengah lautan yang gelap gurita. Cinta adalah obat penyembuh, siapa yang tidak memilikinya maka hatinya hinggapi berbagai macam penyakit. Cinta adalah kelezatan, siapa yang tidak memilikinya maka seluruh hidupnya diwarnai kegelisahan dan penderitaan. Cinta adalah ruh iman dan amal, kedudukan dan keadaan, yang jika cinta ini tidak ada, maka tak ubahnya jasad yang tidak memiliki ruh.

Cinta meringankan beban orang-orang yang mengadakan perjalanan saat menuju ke satu negeri, yang tentu saja mereka akan keberatan jika beban itu dibawa sendiri. Cinta mengantarkan mereka kepada kedudukan yang jika tampaknya tidak bisa menghantarkan mereka kepada tujuan. Melancarkan mereka kepada kedudukan jujur, suatu kedudukan yang tidak bisa dimasuki kecuali dengannya. Cinta adalah kendaraan yang membawa mereka kepada Sang Kekasih. Cinta adalah jalan mereka yang lurus, yang menghantarkan mereka kepada kedudukan yang paling utama dan terdekat.

Demi Allah, cinta telah mengantarkan pemiliknya kepada kemuliaan dunia dan akhirat sehingga akhirnya senantiasa bersama Sang Kekasih. Allah telah menetapkan bahwa seseorang itu bersama orang yang paling dicintainya. Sungguh ini merupakan kenikmatan tiada tara yang diberikan kepada orang-orang yang memiliki cinta. (Al-Munajjid, 2004: 221-222)

Firman Allah Swt:

“Jika kamu cinta pada Tuhan, maka turutlah aku dan Allah akan mencintai kamu.” (QS. Ali Imran: 30)

Sebagai hamba-Nya esensi cinta (mahabbah) hanya kepada Allah Swt bukan kepada selain daripada-Nya.

Firman Allah Swt:

“Dan orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 165)

Sangatlah patut muara dan labuhan cinta hanya kepada Allah semata. Sebab hanya Dia yang memberikan fasilitas gratis sepanjang hayat manusia seperti angin, matahari, air, dll. Apa jadinya apabila Allah mencabut angin pada pernapasan kita? Tentu harus membayar mahal untuk membeli oksigen. Begitu juga dengan matahari, air, dan nikmat yang lain yang sering tidak kita sadari dan lupa disyukuri. Karena nikmat baru terasa setelah hilang dari diri kita.

Sabda Rasulullah Saw:

“Cintailah Allah karena nikmat-nikmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kalian.” (HR. Tirmidzi)

Karena kedigdayaan-Nya lah, maka kita seharusnya senang untuk bertemu dengan-Nya dalam segala situasi dan kondisi. Untuk sebuah kebenaran dan fakta aktual kita tidak pernah komentar. Seperti kata Gus Baha, 1 + 1 = 2 semuanya menerima secara pasti. Apapun pilihan politik tidak bisa menyalahkan dan meragukan bahwa 1 + 1 = 2. Sementara Allah yang memberikan kita semua nikmat dan fasilitas sepanjang hidup dengan gratis, hanya satu kali menguji kita dengan belum mengabulkan harapan kita, justru kita menganggap-Nya tidak adil kepada kita. Kebalikannya, terkadang seseorang hanya sekali memberikan kita uang atau berbuat baik kepada kita, tapi justeru kita kenang kebaikannya sepanjang hidup. Sementara Allah yang memberikan kebaikan dan nikmat sepanjang waktu dan tidak terbatas, justru sering kita abaikan. Maka seharusnyalah kita lebih mencintai-Nya dari apapun selain daripada Dia. Jadi, sangat mudah mengenal Allah melalui nikmat-nikmatNya yang ada pada diri kita.

Maka rasionalitas tauhid kepada Allah harus diposisikan pada proporsi yang benar, bukan mengikuti hawa nafsu dan purbasangka yang keliru. Jadi, harus selalu dekat sedekat-dekatnya kepada Allah.

Sabda Rasulullah Saw:

“Barangsiapa yang senang bertemu kepada Allah, maka Allah senang bertemu dengannya. Barangsiapa yang tidak senang bertemu Allah maka Allah pun tidak juga senang bertemu dengannya.” (HR. Bukhari)

Dan sabda Rasulullah Saw: “Seseorang akan bersama yang dicintainya.” (HR. Bukhari) 

Editor: Soleh

Avatar
62 posts

About author
Alumnus Program Pascasarjana (PPs) IAIN Kerinci Program Studi Pendidikan Agama Islam dengan Kosentrasi Studi Pendidikan Karakter. Pendiri Lembaga Pengkajian Islam dan Kebudayaan (LAPIK Center). Aktif sebagai penulis, aktivis kemanusiaan, dan kerukunan antar umat beragama di akar rumput di bawah kaki Gunung Kerinci-Jambi. Pernah mengikuti pelatihan di Lembaga Pendidikan Wartawan Islam “Ummul Quro” Semarang.
Articles
Related posts
Akhlak

Akhlak dan Adab Kepada Tetangga dalam Islam

3 Mins read
Rasulullah Saw bersabda dalam sebuah hadis berikut ini: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan…
Akhlak

Hidup Sehat ala Rasulullah dengan Mengatur Pola Tidur

4 Mins read
Mengatur pola tidur adalah salah satu rahasia sehat Nabi Muhammad Saw. Sebab hidup yang berkualitas itu bukan hanya asupannya saja yang harus…
Akhlak

Jangan Biarkan Iri Hati Membelenggu Kebahagiaanmu

3 Mins read
Kebahagiaan merupakan hal penting yang menjadi tujuan semua manusia di muka bumi ini. Semua orang rela bekerja keras dan berusaha untuk mencapai…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *