Manusia lebih suka mengingat saat-saat kedatangan bukan kepergian, karenanya yang di ingat adalah lahir dan kelahiran bukan yang wafat. Tetapi sebagian orang merayakan dengan cara sebaliknya. Hidup adalah pilihan dan begitulah adanya.
Di Indonesia, tanggal 21 April kerap kali hanya di ingat sebagai hari lahir R.A Kartini. Wajar sebetulnya, karena sosok perempuan Jawa yang di klaim sebagai feminis itu, lebih dekat dengan sosio-kultural masyrakat kita. Bahkan Kartini adalah bagian penting dari tradisi lisan kesejarahan dan kepahlawanan yang lama kita yakini.
Tetapi hari ini saya memilih untuk tidak akan membincang Kartini. Sebab pada tanggal yang sama, sekira 72 tahun yang lewat, tepatnya pada tahun 1938, seorang yang bagi saya penting dalam khazanah kebudayaan Islam wafat. Ia pergi menuju kesejatiaan hidup menemui Yang Maha Kekal, ia adalah pribadi yang besar, namanya : Muhammad Iqbal.
Muhammad Iqbal
Agaknya sulit untuk menjumpai seseorang yang punya paket komplit seperti Muhammad Iqbal. Ia punya banyak identitas; seorang cendikiawan, filosof, politisi, sufi, ahli perundang-undangan, politikus, penyair dan sederet lainnya. Membahas Iqbal dari segala sisi tentu adalah hal yang sulit, bahkan mendekati mustahil. Tulisan ini hanya akan menyoal sedikit saja gagasan dari salah satu tokoh yang berpengaruh di Abad 20 ini.
Di tengah cengkraman imprealisme Inggris, ketika konflik berkepanjangan terjadi di India antara penganut Islam dan Hindu, Muhammad Iqbal tampil untuk menggagas sebuah ide cemerlang bagi umat Islam di India : kemerdekaan.
Muhammad Iqbal ditahbiskan sebagai “Bapak spiritual” Pakistan. Iqbal adalah peletak dasar berdirinya negara dengan presentase 97 % muslim itu. Tetapi sayang Muhammad Iqbal keburu wafat, ia belum sempat menyaksikan deklarasi kemerdekaan Pakistan pada 15 Agustus 1947.
Namun sejarah tetap mencatat namanya dengan tintas emas, ia dijuluki oleh dunia sebagai Shair-i-Mashriq (Penyair dari Timur) dan Muffakir-e-Pakistan (Pemikir dari Pakistan). Di Pakistan saban tanggal 9 November, hari lahirnya diperingati dan dirayakan sebagai hari cuti bersama, mereka menyebut itu dengan istilah “Iqbal Day”.
Pendidikan dan Karya
Muhammad Iqbal lahir di Sialkot, Punjab, India pada tahun 1877. Iqbal kecil tumbuh besar di lingkungan keluarga yang menunjung tinggi nilai-nilai keislaman. Iqbal lahir dari sepasang suami-istri yang taat.
Ayah nya bernama Shaikh Nur Muhammad, seorang penjahit yang dikenal mendalami praktik Tasawuf. Sedangkan Ibunya, bernama Imam Bibi. Bakat Iqbal untuk menjadi seorang penyair besar, terlihat semenjak sekolah dasar, dan hal itu disadari betul oleh gurunya Syed Mir Hasan.
Pada tahun 1982 Iqbal lulus dari Scotch Mission School, ia meneruskan Pendidikan menengahnya di Scotch Mission Collage mengambil jurusan Liberal Arts. Setelah itu ia mulai mendalami bahasa Arab di Oriental Collage, Lahore.
Pada tahun 1905 Iqbal pergi ke Inggris studi lanjutannya ia tempuh di Cambridge University. Dari sinilah Iqbal bertemu Sir Thomas Arnold, seorang cendikiawan dan pakar filsafat modern. Sentuhan dengan Sir Thomas dan keberadaannya di Inggris adalah jembatan bagi Iqbal untuk mengenal peradaban Barat.
Etos menuntut ilmu Iqbal boleh dikatakan luar biasa, ia belajar dan menyerap pengetahuan banyak sekali, selain yang di atas Iqbal juga mendalami perkara hukum di Lincoln Inn. Dalam rentan waktu setahun Iqbal berhasil meraih dua gelar sekaligus. Pertama gelar Bachelor of Arts dari Cambridge University. Kedua, gelar Ph.D. di bidang filsafat dari Ludwig-Maximillians University, Munich.
Muhammad Iqbal menuangkan pikiran dan gagasannya secata tertulis, ia menulis banyak sekali buku, ia begitu produktif, karya-karya nya ditulis dalam berbagai Bahasa : Arab, Urdu, Persia, Inggris dan lainnya. Diantara sekian banyak karya-karya nya itu juga telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Jerman, Prancis, Rusia, Italia, dan lai-lain.
Iqbal menulis dengan nuansa sastra yang sangat kental, kendatipun buah pikirannya adalah filsafat dan renungan-renungan akan kehidupan. Berikut ini, beberapa karya monumental Muhammad Iqbal :
- Javid Nama ( Petualangan spiritual Iqbal).
- Bang-i Dara ( Pandangan-pandangan Iqbal pada puisi-puisi nya).
- Musafir ( Catatan perjalanan ke Turki dan Afghanistan).
- Zabur-i ‘Ajam ( Konsep ma’rifat).
- Asrar-I Khudi ( Berisikan ajaran mengenai insan kamil).
- Rumuz-i ‘ Bekhudi ( Seri lanjutan dari buku menuju insan kamil).
- Payam-I `Misyriq ( Kritik terhadap cara berpikir Barat).
- Ilmu al-Iqtishad ( Risalah ekonomi).
- The Development of Metaphysics in Persia : A Contribution to The History of Muslim Philosophy ( Disertasi Iqbal tentang sejarah pemikiran keagamaan di Persia sejak Zoraster hingga Sufisme Mullah Hadi dan Sabwazar pada abad ke-18).
- The Reconstruction of Religios Thought In Islam ( Buku filsafat Islam yang mengkritik filsuf Hegel).
- Pasche Bayad Kard Aye Aqwam-‘ Syaraq (Mengenai perang di Ethiopia, menyoal rahasia-rahasia Syari’at hingga nasihat-nasihat untuk bangsa Arab).
Belajar dari Muhammad Iqbal
Amir Syakib Arselan (1877-1938) seorang pemikir dan sastrawan besar dari Lebanon, pernah memuji habis-habisan Muhammad Iqbal. Ia mennyebut Iqbal adalah pemikir terbesar yang pernah dimiliki oleh Islam, semenjak seabad belakangan ini.
Barangkali statement tersebut agak berlebihan. Tetapi kebesaran nama dan pengaruh Iqbal di dunia terutama di kawasan Timur Tengah adalah sesuatu yang dapat dipertanggungjawabkan. Kebesaran Iqbal adalah fakta sejarah, hal itu timbul atas sikapnya yang bebas dalam menghadapi aliran pemikiran Timur dan Barat.
Spektrum berpikir Iqbal luas, ia menaruh perhatian baik yang ada hubungannya dengan Islam atau tidak sama sekali, pada hal-hal yang modern ataupun yang klasik.
Muhammad Iqbal adalah kritik terhadap arus modernitas abad 21. Kita tahu salah satu penyakit manusia modern adalah kemalasan berpikir, dari Muhammad Iqbal kita bisa memungut serakan pelajaran yang sangat berharga. Bahwa untuk dikenang banyak orang dalam skala global, tidaklah mudah dan bukan pekerjaan selintas memejamkan mata, membalik telapak tangan.
72 tahun pasca kematian Muhammad Iqbal, dunia menanti “generasi Iqbal “ berikutnya. Semoga kita salah satu di antaranya, di tengah kepungan Pandemi Covid-19, semoga mengingat Iqbal dapat menimbulkan virus baru bernama pengetahuan. Dan dari situlah peradaban akan terbentuk. Semoga. (Bersambung)
Editor: Nabhan