Riset

Muhammadiyah: Konsisten Tuntaskan COVID-19

3 Mins read

Selama COVID-19 melanda Indonesia, sudah banyak sektor kehidupan terseok-seok. Mulai dari kesehatan, pendidikan, ekonomi, bahkan sampai dengan politik. Peran pemerintah juga tidak dapat kita andalkan supaya berjalan sendiri dalam mengatasi COVID-19. Harus dibantu oleh berbagai elemen masyarakat. Salah satunya adalah peran Muhammadiyah sebagai salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia.

Muhammadiyah telah mengeluarkan dana hingga trilunan rupiah untuk membantu pemerintah melawan COVID-19. Seluruh AUM (Amal Usaha Muhammadiyah), Ortom (Organisasi Otonom Muhammadiyah), dan segenap kader Muhammadiyah dari Sabang sampai Merauke dan dari Nias sampai Pulau Rote, diterjunkan untuk membantu masyarakat.

Oleh karenanya, ketika pemerintah mengajak masyarakat untuk bisa berdamai dengan COVID-19, Muhammadiyah dengan tegas menolak ajakan tersebut. Karena itu merupakan perbuatan yang tidak mencerminkan rasa empati kepada tenaga medis yang sudah berkorban nyawa demi menyelamatkan masyarakat dari virus COVID-19. Padahal  sampai saat ini, COVID-19 masih mengancam masyarakat.

Melawan COVID-19 adalah Jihad

Dalam artikel jurnal berjudul “Konsep Jihad dalam Perspektif Islam” karangan Rif’at Husnul Ma’ Afi, arti kata “jihad” di dalam kamus Mukhtar al-Shahah adalah badzlu al-wus’i (mengerahkan kemampuan). Sedangkan secara etimologi, jihad adalah perjuangan dengan mengerahkan segenap kemampuan. Baik perjuangan dalam bentuk melawan musuh di medan pertempuran, atau perjuangan tanpa terjun ke medan pertempuran.

Pandemi COVID-19 bisa dijadikan sebagai salah satu jalan jihad yang diberikan Allah kepada umat Islam. Salah satunya adalah dengan memberi bantuan kepada kaum dhuafa yang kehilangan pendapatan karena terkena PHK dari tempat kerjanya.

Memberikan kebutuhan hidup layak bagi kaum dhufa, menurut Haedar Nashir,  merupakan amalan jihad fi sabilillah. Jihad fi sabilillah merupakan usaha dengan segala daya upaya untuk mencapai kebaikan. Dan ini masuk dalam amar ma’ruf nahi munkar yang bersifat tolong-menolong (ta’awun).

Baca Juga  Fikih Muhammadiyah, Apa Bedanya dengan yang Lain?

Adapun selain dari sisi sosial, Muhammadiyah juga mengeluarkan beberapa fatwa yang dijadikan rujukan dalam melaksanakan ibadah di masa pandemi COVID-19. Salah satunya adalah yang tertuang dalam Surat Edaran PP Muhammadiyah Nomor 04/EDR/I.O/E/2020. Surat Edaran tersebut berisi tentang himbauan atau anjuran untuk melaksanakan sholat Ied di rumah masing-masing demi mencegah penularan virus COVID-19.

Langkah Muhammadiyah ini sesuai dengan kaidah ushul fiqh yang berbunyi “dar ul mafaassid aula min jalbil masaalih” yang berarti menghilangkan kemudharatan itu lebih didahulukan daripada mengambil sebuah kemaslahatan.

Muhammadiyah Tetap Konsisten

Kedatangan Habib Rizieq Shihab dari Arab Saudi ke Indonesia untuk menghadiri acara pernikahan putrinya dan acara Maulid Nabi di rumahnya telah menjadi perhatian publik beberapa hari ini. Kegiatan tersebut telah menghadirkan ribuan massa umat Islam yang menjemputnya di bandara.

Akibatnya, para penjemput Habib Rizieq tersebut tidak dapat menaati protokol kesehatan COVID-19 dengan baik. Padahal menjalankan protokol kesehatan COVID-19 dalam Islam adalah salah satu bentuk ikhtiar kita sebagai manusia untuk menghindari kemudaratan tertularnya virus COVID-19.

Melihat peristiwa itu, Abdul Mu’thi selaku Sekretaris Umum PP Muhammadiyah juga menghimbau semua pihak untuk tetap konsisten dalam menaati protokol kesehatan mengahadapi COVID-19. Karena virus COVID-19 dapat menular ke semua orang tanpa terkecuali.

Dengan menjaga kesehatan dan menerapkan protokol kesehatan dengan baik, maka kita sebagai hamba Allah sudah berikhitiar untuk mengentikan penyebaran virus COVID-19. Sedangkan hasilnya kita pasrahkan pada Allah.

Selain peristiwa tersebut, Muhammadiyah juga mengkritisi adanya penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020. Ketika Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa keselamatan rakyat adalah hukum yang tertinggi, maka seharusnya keselamatan rakyat bisa dijadikan pertimbangan utama untuk bisa menunda kembali Pilkada serentak 2020 sampai kondisi memungkinkan.

Baca Juga  Fatwa Muhammadiyah tentang Syiah
***

Apabila tetap melanjutkan tahapan Pilkada Serentak 2020, dikhawatirkan adanya pesta demokrasi yang seharusnya memberikan harapan bagi masyarakat untuk terciptanya pemerintahan yang lebih baik justru menjadi pintu gerbang kenestapan masyarakat akibat COVID-19. Menurut  para ahli epidemiologi, Indonesia sampai saat ini belum masuk pada gelombang kedua pandemi COVID-19.

Sehingga yang patut diwaspadai kita bersama adalah bila nanti Pilkada serentak 2020 ini menjadi pintu masuk gelombang kedua pandemi COVID-19 di Indonesia, maka akan dapat memperburuk keadaan. Apalagi saat ini Indonesia sudah masuk resesi ekonomi. Resesi ekonomi di Indonesia dapat dilihat dari tingginya angka PHK yang terjadi saat ini.

Berdasarkan data di Kementerian Ketenagakerjaan, total pekerja yang terkena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) maupun dirumahkan sebanyak 3,5 juta orang. Kemudian, jika ditambah dengan 6,8 juta tingkat pengangguran terbuka hingga mencapai 10,3 juta.

Selain tingginya angka PHK, resesi di Indonesia juga ditandai dengan menurunnya daya beli masyarakat karena mereka kehilangan pendapatan dan produksi atas barang dan jasa yang bisa merosot saat resesi. Apabila hal-hal tersebut tidak segera ditangani, maka  akan terjadi pembengkakan pada macetnya kredit perbankan hingga inflasi sulit dikendalikan atau berpotensi terjadi deflasi.

Melihat hal tersebut, maka permintaan Muhamamdiyah untuk menunda Pilkada serentak tahun 2020 adalah langkah yang tepat. Karena dalam kondisi sekarang saja,  Indonesia sudah terpuruk. Jika tetap nekat menyelenggarakan Pilkada serentak, maka akan semakin menyulitkan Indonesia untuk bangkit dari keterpurukan akibat pandemi COVID-19.

Tanpa Pamrih

Selama perjuanganya melawan COVID-19. Muhammadiyah tidak bergantung dengan pemerintah. Kalau kata orang Jawa “cawe-cawe” kepada pemerintah. Tetapi bergerak dengan mengoptimalkan sumber daya yang dimilikinya.

Sehingga, ketika perjuangan melawan COVID-19 belum selesai, kita sebagai masyarakat dan warga Muhammadiyah, harus tetap menjalankan anjuran para ahli supaya terbebas dari virus COVID-19. Semua upaya yang dilakukan berbagai pihak semoga menjadi pahala dan bekal kita kelak di akhirat. Serta di milad ke 108 tahun ini semoga Muhammadiyah tetap istiqomah dalam meneguhkan gerakan keagamaan, menghadapi pandemi, dan masalah negeri.

Baca Juga  Insiden di Turi, Sleman: Perlu Pendekatan Komprehensif

Editor: Yahya FR

Avatar
5 posts

About author
Mahasiswa UIN Walisongo Semarang dan Kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
Articles
Related posts
Riset

Membuktikan Secara Ilmiah Keajaiban Para Sufi

2 Mins read
Kita barangkali sudah sering mendengar kalau para sufi dan bahkan Nabi-nabi terdahulu memiliki pengalaman-pengalaman yang sulit dibuktikan dengan nalar, bahkan sains pun…
Riset

Lazismu, Anak Muda, dan Gerakan Filantropi untuk Ekologi

2 Mins read
“Bapak ini kemana-mana bantu orang banyak. Tapi di kampung sendiri tidak berbuat apa-apa. Yang dipikirin malah kampung orang lain,” ujar anak dari…
Riset

Pengorbanan Ismail, Kelahiran Ishaq, dan Kisah Kaum Sodom-Gomoroh

4 Mins read
Nabi Ibrahim as. yang tinggal Hebron mendapat berusaha menjenguk putra satu-satunya. Sebab pada waktu itu, Sarah sudah uzur dan belum juga hamil….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds