Tajdida

Muhammadiyah Menunda “Kiamat” Ekosistem

7 Mins read

Tidak ada seorang pun yang bisa mencegah kiamat datang! Itu buah keimanan yang lama kita hidupi di dalam diri kita. Tapi, ada banyak menusia mencipta surga-surga di dunia. Di saat bersamaan, ada jutaan manusia justru menciptakan neraka buatan di dunia. Bukan hanya perilaku individu yang menghadirkan kiamat lebih awal, tetapi juga negara-negara, juga korporasi-koprporasi.

Tak terhitung dengan matematika atau neraca etis, teramat banyak petaka yang diakibatkan oleh hasrat kapitalisme dan neoliberalisme atas nama pertumbuhan ekonomi, atas nama tricle down effect—tak terkecuali kelompok-kelompok bermadzab ‘gerakan modernisasi’ telah menanam investasi kerusakan—slowly but sure karena sikap abainya atau dukungannya pad acara kerja liberalisme.

Apa yang dikatakan oleh Emil Salim: “ Ratusan bangsa merusak satu Bumi” itu kini makin mendekat dalam kehidupan kita semua. Manusia modern ternyata bukan pembelajar dan penduduk yang terbaik dalam menjaga kelestarian ekosistem. Pandai berkompetisi, sangat kreatif, sangat serakah tetapi kehilangan welas asih kepada hukum keseimbangan kehidupan (ekosistem). 

Dunia Darurat Ekologi

Krisis ekosistem begitu nyata dan posisi tangan jahat korporasi dan negara-negara begitu jelas terlihat (juga diperlihatkan secara konfrontatif seorang Greta Thurnberg, juga data-data riset). Menyedihkan, posisi umat islam sendiri bukanlah golongan yang paling serius menyelamatkan lingkungan. Ada banyak kesadaran yang terlambat, gerakan yang artificial dan seremonial menyikapi persoalan lingkungan hidup. Pernyataan ini melengkapi postingan artikel di IBtimes yang menyuarakan kedaruratan ekologi.

Sayang sekali, dalam praktik mengelola organisasi kita seringkali bertabrakan dengan keamanan lingkungan—sebagian besar menormalkan kondisi darurat lingkungan dengan menutupnya dengan kemegahan gedung-gedung yang berfungsi dengan menggantungkan pada batubara yang merusak. Muhammadiyah kita ini tak punya contoh masjid yang pro lingkungan, sekolah, Gedung, kurikulum, bangunan amal usaha lainnya. Kita tidak memberi contoh pada dunia bagaimanaa cara berislam yang rahmatan lil alamiin. Sebagian besar kita memberi opini dan gagasan, bukan contoh tindakan yang bener-benar layak diperhitungkan sebagai model perilaku organisasi Islam yang melindungi ekosistem. 

Kaum modernis, orang-orang yang mengaku modern (gaya hidup), di dalam memenuhi kebutuhan dasar dan ekonominya seringkali meresikokan lingkungan hidup. Sama persis dengan tabiat neoliberalisme yang mengorbankan alam untuk ambisi pertumbuhannya (Fioramonti, 2013). Sudah puluhan tahun lalu singalemen keterancaman dan kedaruratan lingkungan oleh skema pembangunan ekonomi itu disampaikan ilmuwan seperti R.F Dasmann, Bruch Rich, Fred Magdoff, J.B Foster, Letster Brown, dan sebagainya (karyanya sudah diterbitkan dalam Bahasa Indonesia), di Indonesia juga banyakada George Junus Aditjondro, Emil Salim, Mangunjaya, dsb. 

Kerusakan demi keruskana ini harus mulai dikurangi dan dibayar tuntas. Siapa yang membayar? Anak-anak muda progresif. “Harapannya anak-anak muda NU dan Muhammadiyah itu kalaupun punya kontribusi pada kehancuran lingkungan ya diusahakan lebih sedikit.”, itu ungkapan Gus Roy Murtadho (FNKSDA) dalam diskusi publik yang digelar oleh Kader Hijau Muhammadiyah di aula kantor PP Muhammadiyah pekan lalu.

Hari ini dan ke depan Muhammadiyah dan NU perlu mendorong pembangunan yang lebih mengandalkan energi surga ketimbang energi neraka. Batubara dan tambang-tambang yang diekploitasi secara membabi buta itu adalah contoh pembangunan bertenaga neraka. Sementara angin, matahari, air adalah energi yang tergambar dalam surga. Inilah inspirasi dari bacaan Green Deen yang ditulis oleh Ibrahim Abdul-Matin (2010) yang seharusnya pemimpin ormas Islam benar-benar memikirkan dan mengalaminya.

Baca Juga  Hisab Rukyat (1): dari Pertentangan Menuju Perpaduan

Melawan Pesimisme

Jika tahun 2000 dulu dikenal sebagai tahun harapan. Maka 2020 ini sepertinya pesimisme kita mendakwanya sebagai tahun pupus harapan. Mimpi bahagia di tengah gelombang era disrupsi hanya ilusi sesaat karena kehancuran demi kehancuran makin kerasa tak terkendali dan tak tertanggulangi. Mulai kebakaran hutan, banjir, tsunami, gempa, longsor, kekeringan dan sebagainya. Ada seruan seruan yang terus bergaung tetapi banyak telinga dan mata tak mau tahu apa makna seruan itu. Greta Thunberg dan Leonardo de Caprio terus bekerja menunda kiamat tetapi jauh lebih banyak yang menciptakan kiamat. 

Bagaimana kiamat kita saksikan dan rasakan (baca sambil tak bernafas), mulai dari energi fosil memberikan dampak pada perubahan iklim, lalu naiknya permukaan laut. Kampung pesisir tenggelam (Pesisir Demak, Rembang, Cilacap, Jepara), hilangnya hutan mangrove diikuti cuaca tidak menentu (tidak dapat diprediksi), dilengkapi dengan musim hujan dan kemarau tidak menentu. Kekeringan parah ketika kemarau dan banjir ketika hujan (ketidakseimbangan ekosistem). Salah satunya banjir rob yang sering terjadi di pesisir utara Jawa. Kemudian risiko terhadap bencana gempa dan tsunami. Tsunami dan gempa di Palu, telah melulunlantakan PLTU Panau.

Untuk DI Yogyakarta, Data BMKG DIY melaporkan: suhu minimum dan maksimum pada tanggal 21-24 April 2019 umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata di bulan April periode tahun 2015-2018. Data suhu maksimum harian tanggal 21-24 April 2019 berkisar 32-33 derajat celcius, umumnya terjadi di siang hari. Sedangkan suhu maksimum rata-rata bulan April periode tahun 2015-2018 sebesar 31,3 derajat celcius.

Sementara untuk data suhu minimum harian 21-24 April 2019 berkisar 23-25 derajat celcius, umumnya terjadi di malam hingga menjelang pagi hari. Sedangkan suhu minimum rata-rata bulan April periode 2015-2018 sebesar 23,4 derajat celcius.

Apakah sebagai warga dunia, khususnya warga Indonesia dapat menjadi optimis bahwa anak muda Indonesia akan menempuh jalan beresiko untuk membela lingkungan hidup? Sayang satu kajian kembali membuat saya pribadi pesimis maha berat. Apalagi jika memikirkan bahwa Muhammadiyah selama ini juga lebih banyak terlibat dalam sosialisasi dan Pendidikan lingkungan. Jika itu saja salah paham, tentu ini juga petaka yang sedang kita tanam bersama. Ada kegagalan besar memahami isu lingkungan yang diakibatkan lenyapnya perspektif kritis di dalamnya.

Awal tahun 2020 Lyn Parker dan Kelsie Prabawa-Sear menerbitkan buku diberikan judul Environmental Education in Indonesia: Creating Responsible Citizens in the Global South. Buku hasil riset di Indonesia dalam konteks Pendidikan lingkungan hidup.  Buku ini membuat sedikit pesimis karena beberapa alasan. Survey nasional yang diulas di buku ini menjelaskan kapasitas literasi ekologi anak muda Indonesia sangat buruk dan “irrelevant”, daya kritisnya rendah dan tidak berhasil mengidentifikasi apa masalah utama degrasi lingkungan. Pro lingkungan sekedar diartikan soal buang sampah pada tempatnya (tidak terhubung pola konsumsi), dan masalah krisis lingkungan dianggap tanggungjawab masyarakat semata dan persoalannya hanya diurai oleh warga yang juga sedang mengalami persoalan kompleks.

Baca Juga  Kekuatan Figur Amien Rais yang Tak Tergantikan

Sangat menyedihkan, kuatnya pikiran neolib pada anak muda yang dicirikan dengan memposisikan negara sedikit peran di dalam mengurus krisis ekosistem. Persoalan lainya adalah masih kuatnya pengetahuan dikotomis bahwa kebencanaan itu terpisah dengan pengetahuan ekologi.

Isu Lingkungan di Muhammadiyah

Alhamdulillah, diskusi dengan beberapa aktivis MDMC semakin menghubungkan antara persoalan bencana dan perilaku tata kelola sumberdaya alam selama ini, termasuk tata kelola ekonomi organisasi. Agar Muhammadiyah cepat dapat uang mengapa tidak bisnis sawit, mengubah hutan jadi kebun? Ini perlu ditulis dalam satu artikel sebagai refleksi bagaimana ekonomi insani dan ekonomi ekologis yang perlu Muhammadiyah tahu.

Perlu kiranya sebagai provokasi, saya mention juga keberhasilan jihad konstitusi Muhammadiyah menolak UU SDA beberapa tahun silam. Walau tak ada kelanjutan perjuangan stop komersialisasi air.

Sering saya dengar dalam beragam diskusi bersama di lingkungan Muhammadiyah dan akademik bahwa kampanye tolak privatisasi air sering dilekatkan sebagai ide personal Din Syamsuddin yang saat itu menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah. Bukan sebagai perjuangan kelembagaan Muhammadiyah untuk menyelamatkam keadilan dan lingkungan. Semoga bukan ini persoalannya, atau barangkali ada majelis lingkungan yang perlu diradikalisasi. Bisa dimulai dengan memberi ruang pada aktifis lingkungan dari kalangan muda Muhammadiyah.

Saat saat seperti ini tentu kita harus terus berjaga dan bergerak. Tidak puas hanya dengan opini karena keselamatan lingkungan hari ini harus dihadapi dengan action. Menghimpun kekuatan terbaik kita untuk melakukan perlawanan sampai pada hulu-hilir.

Bagi aktivis lingkungan Muhammadiyah, secara eksplisit Busyro Muqodas selaku ketua PP Muhammadiyah benar-benar mendorong angkatan Muda Muhammadiyah untuk lebih kuat dan militan menunjukkan kiprah dan kepeloporan. Melakukan tindakan penyelamatan lingkungan hidup dari kepungan gerombolan oligarki (terlindungi dengan baik oleh negara). Mereka yang menghalalkan segala cara untuk mengeksploitasi sumberdaya alam.

Upaya Menunda Kiamat

Bagaimana upaya menunda kiamat diupayakan anak-anak muda Muhammadiyah? Ada beberapa hal yang ingin disampaikan dalam tulisan singkat ini. Pertama, komitmen gerakan kader hijau Muhammadiyah. Sebagai komitmen gerakan, dalam kesempatan deklarasi kader Hijau Muhammadiyah dibacakan secara hidmat isi Janji Kader Hijau Muhammadiyah antara lain:

(1) Meyakini dengan sepenuh hati bahwa alam semesta adalah anugrah Allah Swt yang wajib disyukuri dan mencintai alam semesta seperti halnya mencintai diri sendiri.

(2) Bersungguh-sungguh dalam menjaga, melindungi dan melestarikan lingkungan hidup.

(3) Menjadi pelopor dalam upaya membela lingkungan hidup dari hal-hal yang mengancam kelestariannya.

(4) Berusaha dengan sungguh-sungguh menyelamatkan alam sebagai tindakan ibadah dan dalam rangka memuliakan kehidupan.

(5) Tugas intelektual dan profesional adalah menunjukkan dan menampakkan masalah degradasi lingkungan secara nyata dan obyektif.

(6)Turut serta dalam memperkuat solidaritas politik dan kebudayaan terhadap urusanurusan degradasi ekologi bagi warga publik melalui dukungan informasi, pengetahuan, komunitas, jejaring dan kefasilitatoran.

Baca Juga  Indonesia: Sabuk Permata Hijau di Sekeliling Khatulistiwa

(7) Kader Hijau Muhammadiyah pro-aktif didalam memberitakan dan mengadvokasi berbagai situasi ketidakadilan ekologis dan atau menjalin aliansi dan solidaritas dengan lembaga, orang-orang yang berjuang menyelamatkan lingkungan hidup

Tantangan utamanya adalah bagaimana mengarusutamakan isu lingkungan hidup ini di Muhammadiyah. Berulang kali teman-teman bilang, “isu lingkungan itu tidak populer di Muhammadiyah. So, komitmen yang luar biasa dan jika secara nyata dan konsisten diupayakan maka benar adanya bahwa Muhammadiyah lewat kader-kadernya itu telah berjasa menunda kiamat terjadi terlalu awal.

Kerja-kerja Berisiko

Kerja-kerja ini sangat berisiko karena dalam festival kekerasan sepuluh tahun terakhir ini bagi aktivis lingkungan hidup: Mati karena dibunuh. Segenap aktivis KHM telah menyadari resiko dan karenanya dukungan komitmen ini harusnya menjadi kesadaran kolektif. Menjadi kearifan bangsa untuk melindungi manusia dan alam semesta. Perjuangan ekologi dapat dimulai dari melibas praktik rente oligarki dalam pemilu yang berujung pada ‘tukar guling’ atau ‘politik ijon’. Menukar ekonomi dengan kehancuran lingkungan hidup.

Kedua, kesediaan untuk berkolobarasi di dalam perang melawan kemungkaran ekologi yang didukung oleh negara neolib. Telah diupayakan anak-anak muda Muhammadiyah dalam Komunitas Kader Hijau Muhammadiyah ini untuk membangun aliansi dan kerja kolaboratif dengan kelompok lain untuk memperkuat gerakan.

Ada FNKSD, ada Kristen Hijau, ada banyak lainnya juga di level NGO besar ada WALHI, Green Peace, WWF sebagai suplemen pengetahuan. Termasuk Watchdoc, mongabay, dan beragam kelompok serta indvidu yang terus membagi kisah dan temuan riset untuk menjadikan gerakan advokasi lingkungan lebih bertenaga, berdaya tahan, berdaya kreatif, dan berdaya ubah.

Kerja kolaborasi ini dapat diwujudkan dengan agenda-agenda pengilmuan gerakan melalui program yang sistematis. Misalnya membuat pesantren ekologi atau sekolah ekologi untuk mendiskusikan dan menguasai materimateri terkait Islam dan lingkungan (teologi), perlindungan air, dan anti neoliberalisme. Juga strategi advokasi lingkungan, penguatan Eco-jurnalisme (jurnalisme lingkungan), dan skill memberdayakan media online untuk gerakan lingkungan (ecological movement) yang lebih progresif dan berkelanjutan.

Kolaborasi dan Militansi

Tommy Apriando, jurnalis lingkungan, dalam kesempatan diskusi memberikan masukan kepada Kader Hijau Muhammadiyah bahwa untuk memperkuat gerakan lingkungan diperlukan kesadaran bahwa pentingnya kolaborasi lintas gerakan.

Kedua, harus dengan militansi tinggi kader hijau perlu turun ke basis-basis masyarakat korban kebijakan negara, kerakusan penguasa dan aturan yang diskriminatif. Ketiga, mengupayakan advokasi secara nyata; dan kampanye yang dukung alat perang udara (website dan media sosial). Kader Hijau Muhammadiyah telah menyiapkan semuanya. Tinggal siapa saja yang akan menjadi penguat barisan rahmatan lil alamin yang sebenar-benarnya ini. 

Kiranya banyak ide di atas dapat emmberikan energi besar untuk perjuangan lingkungan. Masalah lingkungan itu nyata. Tak ada keraguan di dalamnya sama halnya nyatanya tahapan-tahapan kiamat yang kita percaya. Tindakan-tindakan baik kita dalam menjaga alam bisa jadi menunda kiamat, tetapi tentu saja hanya sebentar saja daya tunda itu. Wallahu ‘alam bis showab. 

Editor: Azaki K.

Avatar
12 posts

About author
Pegiat Kader Hijau Muhammadiyah dan LHKP PP Muhammadiyah
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *