Kelompok pendukung arabisasi model Arab Saudi di Indonesia pada tahun 2021 yang lalu meluapkan kemarahannya di media sosial dengan menyudutkan kelompok Islam di Indonesia. Hal tersebut dipicu dimulainya kebijakan keterbukaan dan kebebasan di Arab Saudi oleh Mohammad bin Salman (MBS). Di antara isu yang ramai diangkat oleh media internasional adalah sebuah festival yang besar dan megah dengan nama Riyadh Season hingga festival Halloween yang dihadiri puluhan ribu penonton dan tiket yang tersedia untuk kegiatan tersebut habis dijual dan bahkan konser tersebut disiarkan stasiun televisi nasional di Arab Saudi.
Kemudian, MBS notabene putra mahkota kerajaan Arab Saudi telah berencana memberikan kelonggaran dalam hal mazhab beragama Islam. Sebagaimana telah diketahui selama ini Arab Saudi menganut paham teologis yang diciptakan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab, yaitu Wahabi.
Paham Wahabi identik mempunyai persamaan dengan paham Salafi yang telah berkembang pesat setelah runtuhnya rezim Soeharto dan diikuti dengan kebebasan dalam menjalankan praktik berdemokrasi dan berpendapat di hadapan publik.
Paham Wahabi secara kaidah hukum fiqih merupakan paham keagamaan yang berpijak dan melakukan klaim terhadap tradisi pemikiran Imam Hanbali, lalu dilanjutkan oleh Imam Ibn Taimiyyah, Imam Ibn Qayyim al-Jawziyyah dan seterusnya. Wahabi akrab dengan istilah kelompok yang ingin melakukan pemurnian hukum fiqih, teologis, dan mempunyai sikap yang tidak ingin mentolerir tradisi dan kebudayaan lokal dalam beragama.
Wahabi memang lahir di negara Arab Saudi, namun dengan disokong oleh SDA dan pendanaan fantastis oleh Arab Saudi. Akhirnya, paham Wahabi mampu menyebar hampir ke seluruh belahan dunia. Dengan kekayaan Arab Saudi yang diperoleh dari SDA berupa minyak melimpah. Sehingga terdapat negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam di Asia dan Afrika yang memperoleh bantuan bukan hanya berupa sisi finansial, namun juga aspek bantuan pembangunan bidang keagamaan.
Arab Saudi memberikan bantuan pembangunan dan perbaikan bangunan rumah ibadah (masjid) dan pusat-pusat studi Islam. Sehingga melalui program-program tersebut paham Wahabi mampu berkembang dan menancapkan pengaruhnya di dunia Islam.
Wahabi di Indonesia
Indonesia menjadi salah satu negara terbesar yang mendapatkan pengaruh penyebaran ideologi Wahabi, bukan hanya pada kalangan agamawan. Ternyata telah merasuk sektor pemerintahan, kepolisian, hingga masyarakat awam. Selain itu, Muslim perkotaan dalam beberapa penelitian juga telah berbondong-bondong menganut paham Wahabi. Bahkan, Indonesia dinilai menjadi lahan subur dalam penyemaian dan tumbuhnya paham Wahabi dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Mengapa demikian?
Pertama, sebuah paham agama apapun akan mampu berkembang di sebuah negara yang terbuka, khususnya Indonesia pasca era reformasi menjadi negara yang demokratis dan mengakibatkan tumbuh suburnya pemikiran, aliran, agama, dan idelogi, tanpa kecuali Wahabi. Seluruh pemikiran dan paham keagamaan mendapatkan tempat dan memperoleh tanggapan yang positif untuk mengekspresikannnya.
Kedua, di samping negara, organisasi-organisasi berbasis keagamaan (Islam), meskipun sebagian besar melakukan pengecaman terhadap paham Wahabi, namun mereka hanya mampu melakukannnya sebatas demikian.
Nahdlatul Ulama (NU) misalnya, merupakan salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia dan dunia yang didirikan oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asya’ri dan KH. Wahhab Hasbullah, dimana kedua tokoh ulama tersebut merupakan pengktitik lahirnya Wahabi kala itu yang ingin meruntuhkan makam Nabi Muhammad SAW. Namun, yang dilakukan oleh NU melalui para ulama dan kyai hanya sekadar melakukan kritik pada level diskursus. NU tetap mempunyai pendirian bahwa para pengikut Wahabi di Indonesia sebagai warga negara yang mempunyai hak hidup yang sama di Indonesia.
Cara pandang dan bersikap NU terhadap aliran Wahabi nampak dinamis. Namun ada masanya NU bersikap sangat kritis dan ada masa di mana NU bisa halus yang keduanya bergantung kepada situasi hubungan geopolitik.
Ketiga, terdapat kelas masyarakat Islam Indonesia tertentu yang memang dapat menerima aliran Wahabi sebagai pemahaman keagamaannya. Mereka yang menerima paham Wahabi karena memang terdapat kesesuaian pada konsep teologi dan latar belakang pendidikan.
Wahabi yang Masih Tertutup
Namun, hal yang menarik lainnya adalah bahwa kelompok Wahabi di Indonesia memperoleh eksistensinya karena sistem publik yang terbuka. Tapi pada hal sebaliknya aliran Wahabi tidak mampu bersikap terbuka kepada masyarakat dan pemerintahan, serta cenderung tertutup.
Bahkan bukan hanya tertutup, kelompok aliran Wahabi sering melakukan penilaian dan pendeskreditan atas keberagamaan kelompok paham keagamaan yang lainnya. Parahnya lagi, tanpa rasa ragu dapat mengatakan bahwa kelompok mazhab Islam yang lainnya telah kafir.
Bahkan Wahabi berani berdusta bahwa peringatan Maulid Nabi SAW adalah sesat dengan mengatasnamakan pendapat KH. Hasyim Asy’ari di Sumenep lalu yang pada akhirnya berujung unjuk rasa besar umat Muslim Madura.
Paham mengkafirkan organisasi keagamaan lainnya menjadi ciri khas Wahabi yang sangat menonjol di permukaan. Sehingga, jelas karakteristik paham keagamaan yang demikian merupakan antitesis terhadap keterbukaan yang telah Wahabi dapatkan dengan sistem di Indonesia.
Wahabi di Indonesia meskipun secara kuantitas jumlahnya minoritas jika dibandingkan dengan organisasi NU dan Muhammadiyah, namun Wahabi merasa percaya diri untuk melaksanakan visi penyebaran paham keagamaan ekslusifnya. Di antara sebabnya, posisi Arab Saudi yang dinilai cukup penting bagi Indonesia.
Arab Saudi merupakan negara di mana Islam lahir untuk pertama kalinya dan menjadi negara penyelenggara ibadah haji dan umroh. Di mana setiap tahunnya ratusan ribu orang Islam Indonesia menunaikan kewajiban sebagai seorang Muslim.
Pada saat yang sama, kerajaan Arab Saudi sendiri masih kuat mendukung aliran Wahabi sebagai paham keagamaan tunggal di negara tersebut. Kepercayaan diri kelompok Wahabi di Indonesia mempunyai hubungan erat dengan permasalahan tersebut.
Mungkinkah Kelompok Wahabi Bersikap Terbuka?
Muncul pertanyaan, bagaimana jika putra mahkota Arab Saudi yakni Mohammad bin Salman (MBS) memperbolehkan semua paham keagamaan, dimana kaum Muslim di sana mampu memilih paham dan ideologi keIslaman yang dikehendaki. Apakah keputusan yang diambil oleh MBS tersebut juga akan berdampak kepada kelompok Wahabi yang berada di Indonesia?
Pola cara pandang keagamaan yang terbuka dinilai menjadi penting untuk diadopsi oleh kelompok Wahabi di Indonesia. Hal ini mengingat Indonesia merupakan negara yang mempunyai kondisi masyarakat yang plural. Selain itu, mereka juga menyesuaikan posisinya sebagai warga negara yang keyakinannya sejajar dengan keyakinan warga negara lainnya.
Masyarakat Indonesia di lapangan harus sudah menerapkan kehidupan pada relasi seimbang dalam konteks keagamaan di seluruh warganya. Jika terdapat kelompok internal dalam Islam yang bertindak layaknya polisi atas keyakinan keagamaan warga negara lain, maka hal tersebut menjadi ganjalan dalam kehidupan keagamaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Permasahan tersebut tidak ada kaitannya dengan kebebasan beragama dari kelompok Wahabi, karena konsep teologis Wahabi memang demikian. Jika kelompok agama Islam lainnya mampu menganggap bahwa keberadaan Wahabi di Indonesia adalah sah, maka Wahabi juga seharusnya memberikan pandangan yang sejajar.
Editor: Soleh