Tajdida

Musik Islami: Aliran dan Perkembangannya di Indonesia

4 Mins read

Dimana-mana, di atas dunia

Banyak orang bermain musik

Bermacam-macam, itu jenis musik

Dari yang pop sampai klasik

Musik Islami: Produk Dialog Ajaran Islam dan Budaya

Itulah sepenggal lirik yang dipopulerkan oleh Raja Dangdut Haji Rhoma Irama. Lirik tersebut cukup menggambarkan realitas, bahwa memang kebanyakan kita menyukai musik. Hanya sedikit yang bisa bermusik, namun hampir semua bisa mendengarkan musik. Musik adalah produk dari kebudayaan yang banyak digemari dan melahirkan berbagai jenis aliran atau genre.

Islam adalah agama yang tidak diturunkan Allah SWT dalam ruang hampa budaya. Ajaran Islam dalam bentuk prinsip moral etik senantiasa dipertemukan dengan kebudayaan yang sudah ada. Saat Islam turun dalam bentuk risalah yang disampaikan Nabi Muhammad SAW, ajaran Islam berdialog dengan budaya saat itu. Budaya yang sudah ada yang baik diakomodasi oleh Islam. Sementara yang jelek ditolak dan dieliminasi baik sekaligus maupun bertahap.

Sepeninggal Sang Pembawa Risalah Islam, ajaran Islam disebarkan oleh para penggantinya ke seluruh dunia. Lagi-lagi terjadi dialog antara ajaran moral Islam dengan kebudayaan setempat. Terjadilah sintesis antara ajaran agama dengan budaya yang melahirkan produk budaya dengan spirit Islam. Salah satu produknya adalah musik Islami.

Apa itu musik Islami? Musik Islami adalah musik yakni berupa lirik dan lagu yang kental dengan nuansa keIslaman. Terutama dalam syairnya yang berisi pesan-pesan Islam secara tersurat. Yang membedakannya dengan musik sekular adalah  menonjolnya simbol keIslaman dalam bait lirik-liriknya.

Generasi Awal Musik Islami

Dalam perkembangannya, tanah air kita kaya dengan khazanah musik Islami yang sampai hari ini terus berkembang. Generasi 60-70-an mengenal Bimbo dan Nasida Ria sebagai ikon musik Islami. Bimbo membawakan lagu bernafas Islam dengan aliran pop religi. Sementara Nasida Ria mempunyai aliran kasidah.

Baca Juga  Serikat Taman Pustaka Muhammadiyah: Bergerak untuk Menanggulangi Kefakiran Pengetahuan

Tahun 90-an mulai tumbuh musik Islami yang disebut dengan nasyid. Beberapa grup nasyid muncul dan menjadi terkenal, misalnya Snada asal Indonesia dan Raihan asal Malaysia. Nasyid digemari di kalangan aktivis Islam kampus. Corak ideologi keIslaman cukup kental dirasakan dalam musik nasyid generasi pertama.

Misalnya musik yang digunakan tidak seperti musik pop pada umumnya, kadang hanya acapella atau perkusi saja. Lirik-liriknya pun cukup “berat”, berisi kandungan dakwah yang sangat kentara, sangat Islami dan ideologis. Rata-rata liriknya berisi tentang Tuhan, ibadah, dan akhlak. Amat sedikit liriknya berisi tentang percintaan, kalaupun ada tentu bukan tentang pacaran, namun tentang pernikahan.

Bersamaan dengan tumbuhnya grup nasyid generasi pertama, muncul juga genre salawat dengan pembawaan yang modern. Penyanyinya adalah Haddad Alwi dan Sulis. Album Cinta Rasul laris manis di pasaran. Lagu-lagu Ya Thayyibah dan Ummi populer di pasaran. Selain Haddad Alwi dan Sulis, muncul pula grup musik Debu dengan syair-syair yang sufistik. Personil Debu terlihat berasal bukan dari Indonesia.

Pasca nasyid generasi pertama berlalu, sekitar tahun 2000 ke atas muncul nasyid generasi kedua yang lebih “ringan” dari generasi pertama. Tentu saja nuansa keIslamannya tidak hilang, hanya saja nasyid generasi kedua secara musikalitas lebih ringan. Sebut saja grup yang terkenal dalam generasi kedua adalah Edcoustic, Shaffix, Gradasi, Tashiru, dll.

***

Pada generasi kedua, instrumen musik pop lebih kentara dibanding dengan generasi sebelumnya. Misalnya kita bisa dengarkan dalam lagu-lagu Edcoustic dan Shaffix. Tema-tema percintaan juga lebih banyak walaupun dengan tetap menjaga norma KeIslaman. Misalnya lagu yang pertama kali membuat Edcoustic terkenal adalah tentang cinta, judulnya “Nantikan Ku Di Batas Waktu”.

Baca Juga  Kyai Ahmad Dahlan dalam Pemberdayaan Perempuan

Sayangnya, perkembangan nasyid sepertinya berhenti di generasi kedua ini. Pasca Edcoustic dan kawan-kawan, belum ada lagi grup nasyid yang menasional dan lagu-lagunya selalu dinyanyikan dalam kompetisi nasyid. Lagu terakhir yang menjadi lagu sejuta umat adalah Muhasabah Cinta dari Edcoustic. Setelah itu musik nasyid tenggelam digantikan oleh genre musik lain.

Generasi Baru Musik Islami

Tenggelamnya nasyid bukan berarti tenggelamnya musik Islami, tahun 2006 grup band pop ramai-ramai membuat lagu-lagu Islami. Yang pertama mengawali adalah grup Ungu dengan album Surgamu dan Gigi yang mengaransemen ulang lagu-lagu Nasida ria dengan versi Rock.

Grup band pop memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai momentum memasarkan karya-karya religi mereka. Muncul juga penyanyi solo religi yang lagunya bisa kita nikmati sampai sekarang, Opick. Lagu tombo ati menjadi debut karirnya yang masih terus berlanjut sampai sekarang.

Jika genre nasyid lebih eksklusif untuk kalangan aktivis muslim terutama aktivis dakwah kampus, pasca grup band pop terkenal membuat lagu religi, musik Islami menjadi lebih luas penyebarannya di masyarakat. Ungu dan Gigi memperoleh sambutan dan antusiasme yang baik dari masyarakat. Hal ini membuat seniman-seniman lain mengikuti jejak mereka.

Sama-sama memanfaatkan momentum bulan Ramadhan, ramai-ramai musisi Indonesia membuat lagu religi. Tercatat Afghan, Radja, Rossa, ST 12, Vagetoz dan musisi lainnya membuat lagu-lagu religi Islami. Berkembangnya musik pop bernuansa religi ternyata tak hanya di tanah air, namun juga dalam musik internasional.

Muncul sosok Maher Zain yang membawakan lagu religi berbahasa Arab dan Inggris di kalangan musisi dunia. Kemunculan Maher Zain membuat kita mempunyai alternatif musik barat yang Islami selain yang sekuler. Setelah Maher Zain, muncul musisi lain seperti Harris J, Raef dan Humood Alkhuder dengan lagunya yang booming Kun Anta.  

Baca Juga  Dari Peradaban Iman Menuju Peradaban Ilmu

Tahun 2018, musik Islami di tanah air kembali digembirakan dengan grup Sabyan yang booming. Sabyan mencoba mengaransemen ulang lagu-lagu salawat yang biasanya dibawakan oleh kalangan santri pesantren tradisional. Sabyan membuat lagu-lagu tersebut bernuansa modern dan digemari berbagai pihak. Lagu yang pertama kali diproduksi ulang berjudul Ya Habibal Qolbi.

Namun boomingnya Sabyan disebabkan cover lagu berbahasa Arab Deen As Salam. Setelahnya Sabyan mengeluarkan lagu sendiri berjudul Ya Maulana, membuatnya semakin digemari. Penulis masih ingat bulan Ramadhan tahun 2018 hampir setiap pusat perbelanjaan memutar lagu-lagu Sabyan.

***

Tahun 2020 kita kembali digembirakan dengan Lagu Aisyah Istri Rasulullah. Syakir Daulay seorang artis muslim multi talenta mempopulerkan lagu ini yang berasal dari musisi Malaysia. Selain Syakir banyak sekali seniman lain yang mengcovernya. Walaupun terjadi sedikit polemik terkait liriknya, namun tak ada yang memperdebatkan bahwa lagu ini berhasil mengambil hati para penggemar musik Islami seperti penulis.

Musik Islami adalah salah satu metode dakwah yang harus kita dukung eksistensinya. Alhamdulillah musisi Islami tidak pernah berhenti berkarya, pada setiap masa selalu lahir lagu atau musisi yang bisa bersaing dengan musisi sekuler. Metode dakwah melalui musik cukup efektif dalam upaya menyebarkan syiar-syiar Islam ke berbagai lapisan masyarakat.

Musik Islami Indonesia
Editor: Yahya FR
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds