Bengkulu. IBTimes.Id. Ancaman degenerasi kader di Muhammadiyah semakin nyata mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) di era milenial semakin menurun. Demikian seperti disampaikan Sekretaris Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Abdul Mu’ti dalam Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Bengkulu, Jumat (7/2).
Degenerasi Kader
Kata Mu’ti, regenerasi menjadi penting karena masyarakat dunia saat ini mengalami tantangan degenerasi atau fenomena keterputusan generasi yang luar biasa. Terutama ketika berbicara mengenai menurunnya kualitas SDM, persoalan kehidupan, dan ancaman keberlangsungan kehidupan semesta. Dalam kaitannya kualitas generasi, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah ini menjelaskan, “orang sekarang bicara generasi Milenial. Profil melenial ini adalah menjadi bagian dari generasi masa kini dan masa depan. Generasi itu beruntung memiliki pendidikan yang berkualitas. Tetapi sesungguhnya mereka adalah generasi yang memiliki keraguan menatap masa depan.”
Era milenial dan era Revolusi Industri 4.0 ditandai oleh terjadinya disrupsi yang luar biasa di berbagai bidang. Disrupsi adalah goncangan besar yang mengubah secara radikal pola pikir, sikap, dan perilaku generasi milenial yang disebabkan oleh merebaknya teknologi informasi di dunia maya. “Mereka secara psikologis sesungguhnya sangat rentan. Banyak yang menilai bahwa generasi milenial itu sesungguhnya generasi yang tak bisa berpikir mendalam. Mereka cenderung berpikir secara dangkal dalam menghadapi persoalan,” papar Mu’ti.
Lebih lanjut Mu’ti menjelaskan bahwa teknologi yang ada di genggaman tangan, yang mampu memberikan informasi dengan kecepatan yang sangat tinggi, di satu sisi memang memberikan kepada mereka untuk bisa mengakses informasi dengan sangat luas dan nyaris tanpa batas. Tetapi pada saat yang sama mereka juga kehilangan nalar kritis ketika menyikapi berbagai informasi itu. Sehingga ketika berbicara mengenai the death of expertise (matinya kepakaran—ed.), kita melihat dunia yang berubah luar biasa.
“Manusia memang bisa mendapatkan informasi dengan teknologi canggih secara sangat cepat dan nyaris tanpa batas. Tetapi mereka sesungguhnya juga orang-orang yang tidak mampu memilah dan memilih mana yang benar dan mana yang salah.”
Dampak dari disrupsi yang begitu luar biasa, terutama berkaitan dengan perilaku generasi milenial, mereka memang cenderung menjadi generasi yang terbuka dan fleksibel. Hal sama juga terjadi di bidang keagamaan, generasi milenial adalah gerenasi yang toleran dengan hal-hal yang baru. Bahkan sampai toleran terhadap hal-hal yang secara moral bertentangan dengan agama. Persoalan yang secara moral sebenarnya sangat serius, tetapi mereka menyikapinya secara biasa-biasa saja.
Tren Keberagamaan Mutakhir
Selain faktor kualitas generasi milenial yang kian menurun, Abdul Mu’ti juga menyampaikan gejala tren keagamaan mutakhir sebagai imbas disrupsi. Menurutnya, secara statistik di Indonesia masih menjadi negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia.
Akan tetapi, Mu’ti merujuk prediksi Pew Research Centre tahun 2050, bahwa penduduk muslim terbesar di dunia itu akan bergeser ke India. Karena itulah, secara politik, pemerintah India begitu khawatir terhadap Islam yang populasi muslimnya tumbuh sangat pesat.
Kini, peta demografi terus bergeser, kemudian berdampak di Eropa. Dampak di Eropa terutama pada jumlah orang asing dan pendatang yang terus bertambah. Peningkatan jumlah imigran di beberapa negara di Eropa kemudian diikuti dengan komposisi pemeluk agama.
“Dalam banyak hal,” jelas Mu’ti, “peningkatan jumlah imigran di negara-negara Eropa telah menimbulkan islamophobia yang terus meningkat, rasisme, dan berbagai macam perilaku antisosial lainnya.”
Rakornas MPK PPM di Bengkulu
Rakornas MPK PPM yang digelar di Bengkulu mengangkat tema, “Regenerasi Pimpinan Muhammadiyah untuk Indonesia Berkemajuan.” Diselenggrakan pada 7-9 Februari dengan agenda utama menyusun langkah-langkah dalam melakukan regenerasi di persyarikatan Muhammadiyah.
Reporter: Azaki K
Editor: Arif