Feature

Kalau Sudah Tak Mampu, Mundur Saja Mas Menteri!

3 Mins read

Pada sebuah sore diiringi rintik hujan yang syahdu kawan saya yang profesinya Go-Jek tiba-tiba bertanya : “Mas bagaimana menurutmu kebijakan Mas Nadiem?”.  Pertanyaan itu memang tidak mudah dijawab. Pertanyaan itu bukan hanya spontanitas pertanyaan seorang warga bangsa, tetapi mewakili kita semua.

Hari-hari setelah dilantik, kita dikejutkan oleh berbagai perbincangan pendidikan yang serba viral. Mulai dari kabar revolusi teknologi dengan pendidikan dalam bentuk layanan seperti SPP bisa pakai Go-PAY dan sebagainya.

Masyarakat kita memang belum beranjak menjadi masyarakat yang mampu menahan, sedikit merenung lalu menghantam dengan gagasan. Apa yang diimpikan masyarakat melalui gojekan maupun meme itu  bisa menandakan dua hal: satire atau ekspektasi.

Antara Wacana dan Perubahan

Sindiran masyarakat kepada Nadiem atau sebaliknya harapan yang terlampau tinggi untuk Mas menteri yang baru. Gebrakan atau gerakan Mas Menteri sampai sekarang belum juga nampak. Wacana perubahan memang dimana-mana, tapi belum mengubah substansi kebijakan yang merombak tatanan lama.

Pidato Mas Menteri di hari pendidikan nasional itu semula dianggap sebagai sebuah konsepsi gagasan mengenai pendidikan oleh masyarakat. Padahal tidak, pidato hanyalah semacam kerangka konseptual yang mengejar momentum semata. Singkat kata, Mas Nadiem memang baru cari kejutan atau gebrakan apa yang akan dilakukannya selama lima tahun ke depan.

Gerakan “Merdeka Belajar” pun seolah hanya obat penenang semata bagi guru maupun pelaku pendidikan. Kebijakan menolak UN, tiba-tiba diklarifikasi, hanya mengganti nama: assesment. Ketika ditanya lalu bagaimana dengan sekolah-sekolah yang fasilitasnya kurang, dan dari segi kualitas masih rendah, bagaimana mengukur pencapaian pendidikannya? Mas Menteri masih mengkaji.

Begitu pula ketika ditanya bagaimana meningkatkan mutu guru kita saat banyak yang tidak lulus PPG? Jawabannya tentu sama masih dikaji. Gebrakan RPP satu lembar yang dinilai memperingan guru, ternyata tidak berefek panjang pula secara sistemik dalam meningkatkan proses belajar.

Baca Juga  Pemuda Menjaga Budaya Lokal di Kampung Lali Gadget

Selama guru jarang membaca, guru jarang belajar, saya rasa tidak memakai RPP pun sama saja. Tetap belum mampu mengubah kualitas pendidikan kita yang masih begini-begini saja.

Kebijakan Mas Menteri

Kini muncul kebijakan lagi yang seolah begitu bombastis tapi esensinya sama saja. Kebijakan itu dinamai dengan kebijakan “Kampus Merdeka”. Dari poin-poinnya yang menonjol adalah kebijakan mempermudah perizinan akreditasi serta status kampus menjadi PTNBH.

Ditambah lagi SKS yang akan dipersingkat. Mas Nadiem terlihat sekali dalam menangani pendidikan seolah hanya memperhatikan aspek-aspek yang teknis semata. Padahal dalam kerangka kebijakan,  setingkat menteri harus sudah berfikir kebijakan yang filosofis.

Saya menduga, memang pada mulanya belum ada konsep besar dari Mas Menteri yang akan digadang menjadi bintang baru di bidang pendidikan. Sayang sekali, apa yang selama ini dicetuskan oleh Mas Menteri hanyalah jajaran kebijakan teknis semata yang diolah dengan bahasa bombastis dan viral.

Parahnya lagi, ketika ditanya pada aspek-aspek mendasar yang merupakan masalah dalam pendidikan, Mas Menteri sering berkilah dengan mengatakan: “Masih digodok, masih dalam kajian, tunggu waktu, kita akan membuat gagasan baru”.

Saya yakin, kabar pergantian atau evaluasi kurikulum K-13 sudah lama digodok oleh pemerintah saat Mendikbud masih dijabat oleh Pak Muhadjir Effendy. Sayang, kajian itu sampai sekarang juga belum tuntas. Membahas persoalan itu jauh lebih penting keitimbang memperhatikan aspek-aspek teknis di pendidikan seperti bayar SPP pake GO-PAY atau pake uang cash.

Dalam ranah penguatan pendidikan karakter, misalnya, karakter anak tidak melulu dibentuk dari kebijakan zonasi. Karakter anak pada akhirnya terletak pada sejauh mana guru dan sekolah menciptakan kebijakan yang membentuk habit anak secara mandiri, senang tanpa paksaan.

Baca Juga  Mamak: Kasih Ibu Melintas Batas

Pada level pendidikan di perguruan tinggi, problem yang muncul adalah minimnya research dan minimnya dana. Perguruan tinggi kita sering gagal karena minim produktifitas. Tidak hanya memunculkan penelitian berkelas di Scopus, tapi juga belum banyak dosen yang secara akademik memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat sesuai dengan bidang yang dikaji.

Ini jauh lebih penting daripada sekadar memasukkan PT atau perusahaan industri ke Perguruan Tinggi. Aduh Mak, kayak kebijakan SMK saja Mas Menteri.

Ini Pendidikan, Bukan Go-Jek

Ayolah Mas Menteri, kami sudah jengah, muak, dan bosan dengan kebijakan eksistensialisme yang seolah mengatakan: “ini loh, menteri baru dengan program-program spektakuler yang beda dengan menteri sebelumnya.”

Ini bidang pendidikan Mas Menteri, bukan Go-Jek yang dikelola dengan spirit meraup untung lumayan. Tentu tidak mudah mengurus pendidikan yang menjadi sentral kebijakan pembangunan manusia.

Akhirulkalam, bila memang sudah tak mampu, Mas Menteri mundur sajalah! Daripada terlampau banyak berwacana dan hanya mendulang viral dan quote yang manis-manis. Tentu kami tak ingin pendidikan jadi pemanis semata, sementara kami masih mengunyah pil pahit yang tak enak.

* Tuan Rumah Pondok Filsafat Solo, Pegiat Taman Pustaka Muhammadiyah

Editor: Yahya FR dan Nabhan

Related posts
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…
Feature

Sidang Isbat dan Kalender Islam Global

6 Mins read
Dalam sejarah pemikiran hisab rukyat di Indonesia, diskusi seputar Sidang Isbat dalam penentuan awal bulan kamariah telah lama berjalan. Pada era Orde…
Feature

Tarawih di Masjid Sayyidah Nafisah, Guru Perempuan Imam Syafi’i

3 Mins read
Sore itu, sambil menunggu waktu buka, saya mendengarkan sebuah nasyid yang disenandungkan oleh orang shaidi -warga mesir selatan- terkenal, namanya Yasin al-Tuhami….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *