Feature

Belajar Filsafat, Siapa Takut!

4 Mins read

Oleh: M. Khusnul Khuluq

Di pikiran banyak orang, filsafat adalah barang yang paling ditakuti. Lantaran megerikan katanya. Ilmu ini menyesatkan, sulit, memusingkan, membingungkan, tidak penting, buang-buang waktu, dan seterusnya. Sering kali filsafat menjadi momok bahkan bagi mahasiswa dan dosen. Sehingga hanya menjadi konsumsi kalangan kecil saja.

Bagi yang tidak paham, sangat gampang untuk mengatakan filsafat itu menyesatkan. Pertanyaannya, orang yang berkata seperti itu sudahkah mengerti apa itu filsafat?

Bagi yang tidak punya kemauan, akan mengatakan sulit atau memusingkan begitu membuka halaman pertama buku filsafat. Maka segera tutup dan simpan kembali ke rak buku. Kembalikan ke tempatnya.

Bagi yang menganggap filsafat tidak penting, segera katakan itu tidak penting, atau buang-buang waktu. Silakan. Kerjakan saja sesuatu yang menurut Anda lebih penting. Ini hanya soal pilihan. Mau berfilsafat atau yang lain.

Mulai Belajar Filsafat

Baik, kita mulai dari awal. Kita hilangakan dulu persepsi-persesi seperti di atas. Ambil satu buku filsafat dari rak. Baca judul dan pengarangnya. Jika terasa sudah pas. Cari tempat yang kondusif. Boleh juga menyiapkan secangkir kopi. Teh atau jahe hangat bagi yang tidak suka kopi. Duduk sejenak. Tarik nafas agak dalam. Hembuskan dengan pelan.

Buka halaman pertama. Bagi si otak cerdas, tidak ada masalah. Baca sampai habis. Bagi yang tidak terlalu cerdas tapi punya kemauan, baca pelan-pelan teks filsafat itu. Halaman satu, halaman dua, tiga, dan seterusnya. Baca paragraf pertama, kedua, ketiga dan serusnya.  Pahami pelan-pelan apa isinya.

Kalau sampai halaman lima masih belum paham. Ulangi paragaraf demi paragraf. Baca pelan-pelan. Kalau masih belum paham juga. Ulangi dan ulangi. Batu saja akan pecah kena tetesan air terus menerus. Jangan mau kalah sama tetesan air.

Baca Juga  Kembali ke Rumah

Saya beri sedikit bocoran. Ada beberapa pendekatan untuk mempelajari filsafat. Yakni pendekatan historis, sistematis, dan kritis. Pendekatan historis itu kita belajar sejarahnya. Dari awal sampai akhir. Kalau pendekatan sistematis berarti kita mempelajari filsafat dari bagian-bagiannya. Kalau pendekatan kritis, kita belajar tokoh dan pemikirannya.

Untuk pemula, lebih tepat pakai pendekatan historis. Belajar sejarahnya dulu. Mulai dari periodisasinya. Apa karakteristik tiap-tiap periode. Siapa tokoh-tokohnya. Apa pengaruhnya suatu periode terhadap periode lainnya.

Kalau sudah mengerti, pakai pendekatan sistematis. Mislanya belajar dulu tentang ontologi. Lalu epistemologi, lalu aksiologi. Dan berikutnya, etika, estetika, filsafat politik, filsafat sosial, filsafat sejarah, filsafat kebudayaan dan seterusnya. Masing-masing tema ada tokohnya. Pelajari bagaimana teori-teorinya. Kenali tokoh-tokohnya. Kalau perlu bikin catatan pengingat.

Pendekatan Kritis

Kalau Anda sudah mengerti sejarah dan sistematika filsafat, anda baru boleh pakai pendekatan kritis. Anda mengkaji pikiran seorang filsuf dengan mendalam. Siapa yang mempengaruhinya. Dan siapa yang terpengaruh olehnya. Kaji pikirannya. Temukan akar pikirannya. Beri komentar, masukan, sanggah, patahkan argumennya. Runtuhkan dengan argumen Anda sendiri. Obrak-abrik asusmsi dasar pikirannya.

Kembali pada buku yang Anda ambil tadi. Pastikan buku itu adalah pengantar filsafat. Jangan dulu megambil buku tentang pemikiran tokoh filsafat. Kalau pengantar, biasanya isinya paling tidak pengertian filsafat, sejarah filsafat, dan juga sistematika. Ya sekitar itu.

Kalau pemikiran tokoh, biasanya isinya biografi tokoh tersebut, konteks sosial politiknya, pendidikan, kehidupan, dan tentunya seperti apa struktur pemikirannya. Tentang apa pikiranya itu. Dan juga pengaruhnya. Ingat ya. Jika Anda sudah mengerti apa itu filsafat, paling tidak sejarah dan sistematikanya, baru naik ke level ini.

Bagaimana menentukan apakah Anda sudah megerti filsafat atau belum? Caranya gampang. Bacalah sebuah teks. Kalau Anda sudah bisa menentukan apakah itu teks filsafat atau bukan, berarti Anda sudah mengerti apa itu filsafat.

Baca Juga  Jejak Perjuangan Muhammadiyah dalam Peristiwa 10 November 1945

Jika Anda sudah bisa menentukan suatu pemikiran adalah pemikiran filosofis atau bukan, berarti Anda sudah mengerti filsafat. Ingat ya, tidak perlu menghafalkan definisi filsafat. Karena tiap-tiap tokoh punya pengertian sendiri. Dan tentunya akan sangat banyak pengertian. Mengapa tidak perlu menghafal definisi? Karena, kalau Anda sudah mengerti, Anda bisa membuat definisi sendiri.

Mengkaji Pemikiran Filsuf

Kalau langkah-langkah di atas sudah Anda lalui. Lanjutkan untuk mengkaji filsuf sebanyak-banyaknya. Anda bisa coba mengkaji pikiran-pikiran para filsuf. Mulai dari filsuf klasik seperti Cicero, Apuleius, Celsus, Epictetus, Marcus Aurelius, Aristoteles, Epikuros, Eudoksos, Euhemeros, dan Heraklides. Juga para filsuf muslim seperti Al-Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Al-Amiri, bnu Sina, Al-Ghazali, Ibnu Bajjah, Ibnu Tufail, dan setrusnya.

Atau para filsuf barat modern-kontemporer seperti George Berkeley, Benjamin Constant, Denis Diderot, Joseph Priestley, Giambattista Vico, Westernisme, A. J. Ayer, Mikhail Bakunin, Benjamin Constant, Charles Fourier, Alexander Herzen, Edmund Husserl, Søren Kierkegaard, Rosa Luxemburg, Ernst Mach, John Stuart Mill, Joseph Priestley, Pierre-Joseph Proudhon, William Thompson, dan Louis Althusser.

Juga Elizabeth Anscombe, Hannah Arendt, Joxe Azurmendi, Nikolai Berdyaev, Titus Burckhardt, Ernst Cassirer, Cornelius Van Til, Michel Foucault, Francisco Varela, Hans-Georg Gadamer, Ian Hacking, Samuel Huntington, Edmund Husserl, Julia Kristeva, Alasdair MacIntyre, Herbert Marcuse, Otto Neurath, Rudolf Otto, Jean Piaget, Alvin Plantinga, John Rawls, Richard Rorty, sampai ke Slavoj Žižek, Edith Stein, dan seterusnya. Saya tidak ingat semua. Masih banyak yang belum saya sebutkan.

Kenali struktur pemikiran mereka sampai ke asumsi dasarnya. Beri mereka kritik. Pahami. Beri masukan. Inilah inti dari belajar filsafat. Dan puncaknya adalah ketika Anda mampu berfilsafat secara mandiri. Pada tahab ini, Anda mampu membangun filsafat Anda sendiri. Anda mampu membuat pemikiran filosofis sendiri. Pada tahap ini, Anda menjadi filsuf. Tentu tidak semua mampu sampai sini.

Baca Juga  Sepotong Akar Gigi yang Tertinggal di Gusi

Tujuan Berfilsafat

Tapi, itu belum endingnya. Tujuan berfilsafat adalah untuk membuat orang menjadi lebih bijak. Berfilsafat harus mampu mengantarkan orang menjadi lebih bijak. Dia menjadi bijak karena lebih mengerti suatu persoalan dari orang pada umumnya. Mengerti apa rahasia di balik yang tampak. Mampu melihat persoalan sampai ke asumsi dasarnya, sampai ke akarnya. Dia bisa mengerti persoalan mengapa demikian. Ingat, salah satu ciri pikiran filosofis adalah bahwa pikiran tersebut menyentuh ke akar persoalan.

Tapi, apa itu sikap bijak? Menurut saya, sikap bijak itu bagaimana membuat kondisi lebih baik. Membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Sederhana. Para pemikir yang saya sebutkan di atas yang mengubah dunia hingga seperti sekarang ini. Mereka-mereka itulah yang membentuk tatanan gobal dewasa ini.

Tapi, tentunya tidak mudah. Merubah keadaan itu tidak gampang. Juga tidak bisa dilakukan semua orang. Hanya orang-orang pilihan yang mampu melakukannya. Hanya orang-orang yang punya kemauan keras yang mampu berfilsafat.

Ada satu catatan yang menurut saya penting. Dari perjalanan saya bergelut dengan filsafat, saya bisa petik satu hal. Bahwa berfilsafat itu menyenangkan dan menenangkan. Jadi, selamat mencoba. Selamat berfilsafat.

*) Human Right Defender, Kader Muda Muhammadiyah

Avatar
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Air Kata Joko Pinurbo: Sebuah Obituari

4 Mins read
JOKO PINURBO bersedia tampil di acara “Wisata Sastra” di Jogja beberapa tahun lalu, dengan syarat: satu-dua nama penyair/cerpenis — yang ia duga…
Feature

Kedekatan Maulana Muhammad Ali dengan Para Tokoh Indonesia

3 Mins read
Ketika kita melakukan penelusuran terhadap nama Maulana Muhammad Ali, terdapat dua kemungkinan yang muncul, yakni Maulana Muhammad Ali Ahmadiyah Lahore dan Maulana…
Feature

Mengkritik Karya Akademik: Sebenarnya Menulis untuk Apa?

3 Mins read
Saya relatif jarang untuk mengkritik tulisan orang lain di media sosial, khususnya saat terbit di jurnal akademik. Sebaliknya, saya justru lebih banyak…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *