Setelah menemukan keyakinan yang sesungguhnya, kisah Nabi Ibrahim as berlanjut. Apa yang menjadi keyakinan Ibrahim (baca: keimanan) kemudian disampaikan kepada ayahnya, Azar. Ada yang menyebutnya Terah. Para ahli sejarah ada yang mengatakan bahwa Azar bukanlah ayah Nabi Ibrahim. Ia adalah pamannya yang tukang pembuat dan pemahat patung. Namun, jika mengikuti Al-Qur’an, kata ayah jelas digunakan untuk menyebut Azar.
Nabi Ibrahim AS dan Dakwahnya
Setelah ayah dan keluarganya, Ibrahim kemudian mendakwahkan kepada masyarakat sekelilingnya. Hal pertama yang disampaikan oleh Ibrahim, sebagaimana direkam dalam QS Maryam: 42, “Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun.”
Ayahnya menjawab, “Apakah engkau tidak suka dengan Tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tak berhenti menyampaikan hal itu, maka engkau akan dirajam dan diusir ke tempat yang jauh.“
Meski dikecam dan diancam, namun Ibrahim tetap berkata baik dan mendoakan,
قَالَ سَلَٰمٌ عَلَيۡكَۖ سَأَسۡتَغۡفِرُ لَكَ رَبِّيٓۖ إِنَّهُۥ كَانَ بِي حَفِيّٗا ٤٧
“47. Berkata Ibrahim: “Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.“
Apa yang disampaikan Ibrahim muda sangat kental dengan nuansa rasionalitas. Bagaimana ia mengajak ayah dan kaumnya untuk berpikir, “bukankah ia tidak mendengar dan melihat. Tidak pula memberi manfaat dan madharat apapun kepada kalian?“
Pemikiran yang Rasional
Bukan hanya menyampaikan dengan pemikiran yang rasional, Ibrahim muda juga akhirnya menghancurkan berhala-berhala dan patung-patung yang diletakkan dalam sebuah tempat tertentu. Cak Nur–panggilan Prof. Dr. Nurcholis Madjid–mengatakan bahwa saat masyarakat Ur (sekarang Iraq Selatan) sedang melaksanakan perayaan di luar kota, Ibrahim masuk dan membabat habis patung-patung tersebut. Ia hanya menyisakan satu patung terbesar yang ada di dalamnya.
Setelah mereka pulang dan mengetahui keadaan yang demikian, maka ada seorang yang mengetahui bahwa penghancurnya adalah seorang anak muda bernama Ibrahim. Saat diinterogasi, Ibrahim justru balik bertanya, “Coba tanyakan kepada patung yang paling besar yang di pundaknya terdapat kapak?”
Lagi-lagi, Ibrahim memainkan peran akal dalam persoalan ini. Artinya, ada kemajuan yang luar biasa pada tingkat cara berpikir Ibrahim. Dapat dibayangkan bagaimana lompatan berpikir melampaui zamannya. Ibrahim, kata para ahli sejarah, diperkirakan hidup pada abad ke-20 Sebelum Masehi.
Lihatlah bagaimana ucapan Ibrahim yang dimuat dalam Asy-syuara’: 72-73
قَالَ هَلۡ يَسۡمَعُونَكُمۡ إِذۡ تَدۡعُونَ ٧٢ أَوۡ يَنفَعُونَكُمۡ أَوۡ يَضُرُّونَ ٧٣
Dalam pengadilan masyarakat saat itu Ibrahim bertanya dengan lantang berkata, “Apakah patung-patung itu mendengarkan saat kalian berdoa? Atau, apakah semua itu memberi manfaat atau madharat pada kalian?” Mengingat sudah ketahuan, Ibrahim pun dihukum bakar. Tetapi Allah menyelamatkannya,”Ya naaru kuuni bardan wa salaman ala Ibrahim.” “Wahai api, dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” Sebuah mukjizat Allah kepada Rasul-Nya.” Wallahu a’lamu.
Kisah Dakwah Nabi Ibrahim AS
Apa yang dilakukan oleh Ibrahim saat menyampaikan dakwahnya adalah dakwah itu dari keluarga. Dalam hal ini, Allah mengingatkan kita semua agar yang pertama kali kita jaga adalah keluarga. Sekaligus, bahwa yang pertama kali kita ingatkan dan dakwahi adalah keluarga: ayah, ibu, anak, istri dan keturunan kita.
Keluarga adalah fondasi awal pembentukan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya atau yang sering disebut Al-Quran dengan sebutan khairu ummah.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ قُوٓاْ أَنفُسَكُمۡ وَأَهۡلِيكُمۡ نَارٗا وَقُودُهَا ٱلنَّاسُ وَٱلۡحِجَارَةُ عَلَيۡهَا مَلَٰٓئِكَةٌ غِلَاظٞ شِدَادٞ لَّا يَعۡصُونَ ٱللَّهَ مَآ أَمَرَهُمۡ وَيَفۡعَلُونَ مَا يُؤۡمَرُونَ ٦
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6)
Nabi Ibrahim membangun keimanan keluarganya dengan susah payah hingga menjadi keluarga yang luar biasa. Di kemudian hari, dari Hajar melahirkan Ismail dan Kota Makkah, serta memunculkan Nabi Muhammad. Sementara, dari Sarah lahirlah Ishak yang berputra Ya’kub. Dari Nabi Ya’kub inilah berkembang Bani Israil yang melahirkan para Nabi dan Rasul hingga Nabi Isa. Semoga kita bisa meneladani kisah Nabi Ibrahim AS dan keturunannya. Amiin.
Berhala Dahulu dan Kini
Nabi Ibrahim ingin meluruskan terhadap apa yang menjadi sesembahan kaumnya. Ia bertanya kepada ayahnya yang berprofesi sebagai pembuat dan pemahat patung. Ia ingin meluruskan tentang sesembuhan itu dengan mengajak berpikir kepada ayahnya.
Ia bandingkan patung itu dengan kehebatan manusia itu sendiri. Sebagaimana yang direkam dalam QS. Maryam: 42-43, ”Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikitpun. 43. Wahai bapakku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebahagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”
Dalam konteks kekinian, berhala dalam bentuk patung mungkin sudah sangat jarang. Tetapi, orang modern yang sudah sangat canggih dan rasional itu kadangkala dan seringkali masih percaya pada dukun, orang-orang pintar, pada benda-benda yang diyakini memiliki kekuatan.
Lebih dari itu, berhala manusia kekinian berubah bentuk menjadi handphone yang karenanya orang-orang lupa shalatnya, lupa Al-Qurannya, lupa keadaan rumahnya, lupa tugas kesehariannya dan menjadi tidak peduli terhadap lingkungannya. Kecintaan kita kepada sesuatu yang melebihi kecintaan kita kepada Allah, apalagi hingga melupakan Allah dan perintah-Nya, maka di sinilah letak awal kemusyrikan kita kepada Allah.
Editor: Nabhan