Tarikh

Dinasti Umayyah (1): Riwayat dan Persaingan dengan Bani Hasyim

4 Mins read

Setelah Khilafah Rasyidah (kekhalifahan yang dibimbing dengan benar mengikuti sunah Nabi) kita sekarang mulai dengan Dinasti Bani Umayyah. Dalam Khilafah Rasyida, dua khalifah pertama bukanlah dari Bani Umayyah atau dari Bani Hasyim.

Periode Abu Bakar dan Umar tersebut adalah masa pemerintahan yang terbaik. Khalifah ketiga, Utsman bin Affan adalah terkait dengan keluarga Bani Umayyah. Sementara khalifah keempat, Ali bin Abi Thalib adalah seorang Hasyimi (Bani Hasyim). Di paruh kedua Khilafah Rasyida, para khalifah baik Bani Umayyah dan Bani Hasyim tetap di atas baiat kehalifahan.

Dinasti Umayyah

Ada persaingan historis antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim karena keduanya berusaha untuk unggul dalam memegang pengaruh terhadap Makkah, meskipun hal ini setidaknya hanya dianggap persaingan oleh Bani Umayyah saja. Mungkin itulah sebabnya Bani Umayyah pertama kali menentang dakwah Nabi, yang berasal dari suku Bani Hasyim, dan Bani Hasyim lebih mendukung dakwah Nabi dalam posisi sebagai anggota suku.

Ketika kaum musyrik penyembah berhala benar-benar musnah dari Jazirah Arab, di antara mereka ada sejumlah besar orang yang memilki ketokohan dan berjasa dari Bani Umayyah yang baru saja masuk Islam.

Nabi menghormati posisi mereka sebagai tokoh Quraisy. Pada saat penaklukan Mekah, Nabi menyamakan rumah Abu Sufyan dengan Ka’bah sehubungan dengan perlindungan yang diberikan.

Utsman bin Affan yang berasal dari Bani Umayyah merupakan menantu Nabi, Ummul Mukminin Ummu Habiba juga berasal dari suku Bani Umayyah. Dia adalah anak perempuan Abu Sufyan dan saudara perempuan Muawiyah. Nabi kemudian menunjuk Abu Sufyan yang masih dalam fase muallaf sebagai pemimpin wilayah Najran.

Nabi menjadikan Utsman bin Abul-Aas yang adalah paman Utsman bin Affan, sebagai gubernur Taif dan daerah sekitarnya. Khalifah Umar menjadikannya gubernur Oman dan Bahrain. Pada Attab bin Usaid, cucu paman Abu Sufyan, Abul-Aas, yang baru masuk Islam pada hari kemenangan Mekah diangkat menjadi pemimpin Mekah.

Baca Juga  Kepenguluan Kraton Yogyakarta Pada Awal Abad 20

Khalid bin Sayid, cucu paman Abu Sufyan, diangkat menjadi administrator Yaman. Dia menjadi syahid dalam pertempuran Yarmuk. Demikian pula, Nabi mengangkat Utsman bin Sayid menjadi gubernur Khaibar dan dan saudaranya Aban, memimpin Bahrain Bahrain.

Seandainya Nabi memandang sedikit saja perbedaan dalam persaingan lama antara Bani Umayyah dan Bani Hasyim serta lebih memilih hubungan suku dan keluarga daripada kualifikasi pribadi, tentu Nabi tidak akan menjadikan orang-orang Bani Umayyah ini sebagai administrator dan gubernur provinsi-provinsi.

Perseteruan dengan Bani Hasyim

Nabi tidak pernah memilih diskriminasi rasial untuk keunggulan individu. Memang benar Nabi mengakui preferensi suku tetapi hanya terbatas pada keluarga-keluarga itu. Keluarga-keluarga yang dikenal karena kemampuan mengelola dan memimpin mereka karena pengalaman dan pelatihan pada anggota suku-suku tertentu.

Nabi sepenuhnya menyadari bahaya fanatisme kesukuan ini. Kesadaran ini ditunjukkan Nabi dengan menunjuk Abu Bakar sebagai sehingga ia akan menjadi khalifah setelah kematian Nabi. Shahabat Nabi yang memiliki ketajaman dan pemahaman, bertindak dengan sepenuh hati.

Demikian pula, Abu Bakar ditunjuk sebagai penggantinya, karena dia orang yang lebih unggul dari semua orang lain dalam jasa perjuangan Islam. Abu Bakar bukanlah milik kedua suku yang bersetru (Hasyim dan Umayyah). Dengan cara yang sama, Umar bin Khattab memegang pedang dengan perut yang terburai menunggu Khalifah penggantinya ditentukan.

Jika Ali bin Abi Thalib, menjadi khalifah setelah Umar bin Khattab ada kemungkinan api fanatisme kesukuan yang padam ini tidak akan dinyalakan kembali. Hal ini karena Ali bin Abi Thalib bukanlah seorang ambisius untuk membuat semacam dinasti kecil untuk Bani Hasyim sebagaimana Utsman bin Affan lakukan terhadap Bani Umayyah.

Kelanjutan Persaingan

Terlepas dari semua tanggapan dan asumsi, yang pasti adalah bahwa kelahiran kembali dan perpanjangan dari persaingan sistematis antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah sangat berbahaya bagi Islam. Bani Umayyah berdasarkan jasa pribadi mereka, dianggap sebagai bagian integral dari kekhalifahan Islam.

Baca Juga  Ashabus Sabt Negeri Ehillah: Jadi Kera Karena Tak Taat Allah

Setelah pengangkatan Utsman bin Affan sebagai khalifah, Bani Umayyah mengambil keuntungan dari sifatnya yang lembut. Bani Umayyah memanfaatkan keuntungan ini lewat Marwan bin Al-Hakam yang memilki jabatan penting dalam pemerintahan Utsman.

Mereka meningkatkan kekuatan dan pengaruh mereka dengan tujuan menguasai seluruh Dunia Islam. Kemudian mereka sibuk bermanuver untuk membangun kepemimpinan atas dunia Arab yang mereka sebelumnya tidak dapat dilakukan mengingat kerasnya oposisi yang mereka hadapi.

Kesyahidan Utsman bin Affan dan persekongkolan yang ditimbulkan oleh kaum munafiqin dan orang-orang Yahudi yang menyamar sebagai Muslim membantu mereka membangun kontrol mereka. Terlebih lagi, Khalifah Ali bin Abi Talib harus sibuk menghadapi cobaan dan fitnah yang besar selama masa pemerintahannya karena sebuah alasan sederhana; bahwa ia berasal dari Bani Hasyim.

Sebuah Meterai Kebenaran

Persaingan antara Bani Hasyim dan Bani Umayyah terus menerus di depan mata seluruh dunia Arab. Seandainya ada seorang non-Hashmiy sebagai khalifah bukannya Ali bin Abi Thalib, tentu dia akan mendapat lebih banyak bantuan dari suku-suku Arab. Mengenang kembali kata-kata terakhir dari Sayyidina Hasan yang ia ucapkan sebagai bukti terakhir untuk Sayyidina Husain:

“Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah setelah kematian Nabi, pedang keluar dari penutupnya dan masalah ini tetap meresahkan dan sekarang aku tahu sepenuhnya bahwa Kenabian dan Kekhalifahan tidak dapat hidup berdampingan dalam keluarga kita.”

Masa depan, yang bagi kita telah menjadi sejarah masa lalu, telah memberi meterai kebenaran pada kata-kata Sayyidina Hasan. Setelah para Khalifah Rasyidah, Dinasti Umayyah menjadikan Damaskus sebagai ibukota dan memerintah seluruh dunia Islam selama sekitar sembilan puluh tahun.

Selama beberapa ratus tahun, kekhalifahan dan pemerintahan Dinasti Umayyah berlanjut di Spanyol. Selanjutnya, kekhalifahan oleh keluarga Bani Abbas di Baghdad berlangsung selama lebih dari lima ratus tahun.

Bani Abbas adalah Bani Hasyim, tidak diragukan lagi, tetapi mereka adalah keturunan paman nabi dan bukan keturunan putri Nabi. Dengan kata lain, Sadat (jamak Arab dari kata Sayyid yang merupakan gelar penghormatan dan juga digunakan untuk merujuk pada keturunan Nabi) dapat ditarik. Karena tak ada darah Nabi melalui Fatimah binti Muhammad.

Baca Juga  Kisah Wujil dan Sunan Wahdat: Piwulang Sunan Wahdat

Keturunan Nabi dan Kekuasaan

Apapun yang dikatakan Sayyidina Hasan kepada saudaranya, Sayyidina Husain pada saat kematiannya, bukan hanya ijtihad atau ilham tetapi juga visi dari seluruh Sahabat Nabi. Ini adalah gagasan dari Nabi untuk menjadikan Hasyimiy bukan sebagai penguasa.

Singkatnya, ini bukan hanya kepercayaan Sayyidina Hasan bahwa kehormatan kenabian sudah cukup untuk keluarga Nabi dan kehormatan kekuasaan dan jabatan tidak harus dikaitkan dengan itu, tetapi keyakinan ini juga dipercaya oleh sebagian besar Sahabat.

Yang benar adalah bahwa Para Sadat yang terkait dengan keluarga Nabi seharusnya mengakhiri syirik dan berbagai bentuknya dari dunia. Pelarangan ini sebenarnya merupakan kebanggaan besar bagi para Sadat dan meninggikan status mereka sedemikian tinggi. Sehingga, kelompok-kelompok lain di dunia, yang terkait dengan Islam, dapat iri (dalam kebaikan).

Kekayaan dan kedaulatan duniawi adalah hal-hal yang menjauhkan manusia dari Allah, Al-Qur’an dan Sunnah, sehingga dapat merendahkan mereka. Sejarah memberi tahu kita bahwa orang-orang meskipun memiliki pengetahuan yang benar tidak dapat dibujuk untuk melakukan perbuatan baik.

Hanya orang-orang yang beruntung yang tidak banyak berhubungan dengan kekayaan materi yang dimuliakan untuk melindungi Islam dan orang-orang seperti itu terus menjaga Islam. Nabi mengatakan, bahwa Islam dimulai dengan orang miskin dan akan bertahan bersama mereka.

Juga, Nabi bersabda: “Aku meninggalkan al-Quran dan Ahli Baitku, Sadat di antara kamu.” Makna yang senada dengan ucapan terakhir Sayyidina Hasan “Aku tahu betul bahwa Kenabian dan Kekhalifahan tidak dapat hidup berdampingan dalam keluarga kita.”

*) Disarikan dari kitab Tareekh el-Islaam karya Syah Najibadi

Editor: Nabhan

Avatar
35 posts

About author
Penulis merupakan mahasiswa Ilmu Hadits Fakultas Ushuluddin Adab & Dakwah, UIN Sayyid Ali Rahmatullah. Dapat disapa melalui akun Instagram @lhu_pin
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *