Inspiring

Negara Ideal Menurut Ibnu Rusyd

3 Mins read

Siapa, sih, Ibnu Rusyd itu? Nama lengkapnya adalah Abu al-Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Rusyd yang lebih dikenal dengan sebutan Ibnu Rusyd. Dialah seorang filosof muslim yang membawa banyak perubahan di Barat pada masa keterpurukan Barat.

Ibnu Rusydi

Jika di Timur kita mengenal sosok al-Ghazali sebagai cahaya Islam, maka Ibnu Rusydi adalah sang pembawa obor cahaya Islam di Barat. Sosok Ibnu Rusydi ini sangat populer pada masanya. Dia haus akan ilmu sedari kecil, bahkan Ibnu al-Abbar mencatatkan dalam bukunya, at-Takmilah, sebagaimana berikut:

“ia bertekun dalam menggeluti ilmu pengetahuan semenjak kecilnya sampai umur tuanya. Sehingga pernah diceritakan daripadanya bahwa ia tidak pernah absen dari kegiatan berpikir dan membaca semenjak dia berakal kecuali dalam dua hari, yaitu pada malam saat ayahnya meninggal dunia dan malam pertama pernikahannya”

Maka tidak heran ia menguasai ilmu yang banyak, baik ilmu agama maupun ilmu umum. Ilmu-ilmu agama yang dikuasai olehnya adalah ilmu fiqh, ilmu kalam, dan tasawwuf. Sedangkan ilmu umum yang dikuasai olehnya adalah ilmu filsafat, logika, kedokteran, astronomi, dan ilmu eksak, seperti matematika, aritmatika, dan lain-lain.

Mengenai jabatan dan pekerjaan, ia adalah seorang pengajar di universitas bahkan kepala dari universitas, ia juga menjabat sebagai hakim pengadilan, bahkan dia sampai menjadi hakimnya hakim bisa disebut ketua dari para hakim (qadhi al-jama’ah), seorang dokter, filosof, pengarang besar, dan penasihat politik. Dari sinilah, sebagai seorang penasihat politik sekaligus seorang filosof pasti ia memiliki pemikiran politik.

Negara Ideal Menurut Ibnu Rusyd

Ibnu Rusyd juga menawarkan konsep negara ideal yang menurutnya baik untuk diterapkan. Menurut Richard Walzer, pemikiran politik pada masa awal memang terfokus kepada diskursus tentang negara ideal. Hanya saja, terkadang dalam diskursus ini tidak melihat kepada realitas dan masalah-masalah yang ada dalam negara, juga tidak membahas bagaimana seharusnya menjadikan suatu negara itu dapat bertahan.

Baca Juga  Ibnu Rusyd dan Polemik Eskatologis dengan Imam Al-Ghazali

Biasanya para pemikir politik hanya memberikan penilaian mereka tentang bentuk negara yang ideal menurut teori mereka sendiri, tidak terkecuali Plato dalam Republic-nya. Bagaimana, sih, negara ideal menurut Ibnu Rusydi?  Ibnu Rusydi menggunakaan konsep kenegaraan yang ia namakan dengan “Al-Jumhuriyah wa al-Ahkam” (Republik dan Hukum). Konsep ini melambangkan perpaduan antara ilmu dan amal.

Dalam hal politik ini, Ibnu Rusyd sangat mengedepankan kebebasan atau dalam bahasa kenegaraan bisa kita sebut sebagai kemerdekaan. Maksudnya, Ibnu Rusydi menginginkan adanya kemerdekaan berpikir, kemerdekaan dalam berbuat dan lain-lainnya. Kemerdekaan yang ia maksudkan adalah bukan kemerdekaan yang tidak punya aturan, melainkan sebuah kemerdekaan atau kebebasan yang selaras dengan agama. Kemerdekaan atau kebebasan yang seperti inilah yang merupakan cermin dari demokrasi. Dapat dikatakan pula bahwa menurut Ibnu Rusyd peran agama dalam suatu negara sangatlah penting dalam menciptakan sebuah negara yang ideal.

Demokrasi Menurut Ibnu Rusyd

Demokrasi dipandang Ibnu Rusyd sebagai bentuk negara yang paling sesuai dan memungkinkan untuk diterapkan oleh umat Islam. Mengingat kenyataan di dunia Islam yang tidak bisa menemukan seorang figur yang memiliki kesempurnaan atau keutamaan sebagaimana Rasulullah untuk menjalankan roda pemerintahan (aristokrasi).

Ibnu Rusyd menjelaskan: “dalam negara demokrasi, setiap warganya memiliki kebebasan secara mutlak,  dan bebas bekerja sesuai yang disukainya, serta bebas dalam beraktivitas dalam persoalan-persoalan social kemasyarakatan sesuai yang diinginkannya”.

Hal itu dipertegas oleh Erich Fromm yang mengatakan bahwa prinsip demokrasi adalah gagasan bahwa tidak ada seorang penguasa atau kelompok elit manapun, tetapi masyarakat sebagai keseluruhan yang menentukan nasib mereka sendiri dan membuat keputusan sendiri berkenaan dengan masalah-masalah umum. Sebagai realisasi dari ide demokrasi yang diusungnya, Ibnu Rusydi menawarkan konsep tentang kedaulatan rakyat (al-siyadah). Sebuah konsep yang dijadikan oleh Franz Magniz Suseno sebagai dasar etis dari demokrasi.

Baca Juga  Jahm bin Shafwan: Teolog Jabariyah yang Fenomenal

Dalam hal ini Ibnu Rusydi mengatakan: “tidak ada kedaulatan dalam demokrasi kecuali berada di tangan warga negara atau rakyat, dan sesuai dengan dasar-dasar hukum fitriah yang menghargai kebebasan manusia”.

Kedaulatan Rakyat

Konsep kedaulatan rakyat mengandung arti bahwa kehendak rakyat dalam bentuk kehendak umum menjadi dasar kekuasaan negara. Dalam hal ini pemerintah adalah wakil rakyat untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan bersama. Konsep ini dimunculkan kembali oleh Jean Jaques Roussseau (1712-1778) dalam teorinya tentang kontrak sosial.

Rousseau menjelaskan bahwa kekuasaan tertinggi itu sendiri berdasarkan pada perjanjian masyarakat yang kemudian diserahkan kepada pemimpin negara.namun penyerahan itu bukan berarti kedaulatan itu berpindah  kepada pemimpin negara. Kedaulatan tetap di tangan rakyat. Konsep kedaulatan Ibnu Rusydi mengungkapkan tiga  nilai yang menjaadi prinsip dasar, yaitu: kebebasan atau kemerdekaan (al-hurriyah), persamaan atau kesetaraaan (al-musawah), dan keberagaman (pluralism). Ibnu Rusydi memaknai kebebasan dengan “tidak adanya suatu pemaksaan ataupun rintangan”.

Dalam praktiknya, perilaku seseorang seringkali dibatasi dan dikekang oleh keberadaaan hukum yang memberlkukan sanksi-sanksi, sehingga hukum dan kebebasan pada umumnya dianggap bertentangan. Pandangan semacam ini ditemukan dalam pemikiran John Locke yang mengatakan bahwa “tujuan hukum bukan untuk menghapus atau mengekang, tetapi untuk melindungi dan memperluas kebebasan”.

Kedua, prinsip persamaan merupakan prinsip fundamental negara. Persamaan yang dimaksud di sini mengarah ke arah hukum, yang secara aktual menjadi tujuan politik yang menandai masyarakat demokratis.

Ketiga, keberagaman. Prinsip ini merujuk pada persoalan masyarakat plural, yang penduduknya tidak homogen tetapi terbagi-bagi oleh kesukuan, etnis, ras, dan agama dimana kadang-kadang beberapa faktor ini menyatu dan cenderung menimbulkan konflik.

Ibnu Rusydi melihat dalam negara demokrasi, tumbuh dan berkembang kelompok-kelompok yang berbeda sebagaimana dalam bentuk negara lainnya. Sehingga menjadi tugas dan kewajiban negara adalah menjamin keberadaan dan hak-hak setiap kelompok masyarakat tersebut.

Baca Juga  Kisah Sya'ban, Sahabat Nabi yang Menyesal Saat Sakaratul Maut

Editor: Nabhan

Avatar
3 posts

About author
Petani dan Mahasiswa S1 UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *