Siti Walidah, atau biasa dikenal Nyai Walidah, merupakan salah satu dari pahlawan perempuan Indonesia. Beliau juga merupakan istri dari pendiri Muhammadiyah, maka beliau dikenal juga sebagai Nyai Ahmad Dahlan. Nyai Walidah ditetapkan sebagai pahlawan atas dasar perjuangannya memberdayakan kaum perempuan dan jasanya mendirikan ‘Aisyiyah yang juga berperan banyak untuk bangsa Indonesia.
Perempuan dalam Islam
Pada dasarnya, Allah menciptakan manusia, baik laki-laki maupun perempuan, semata-mata bertujuan untuk mendarmabaktikan diri mereka kepadaNya. Islam datang membawa ajaran yang egaliter, persamaan, dan tanpa ada diskriminasi, sehingga derajat laki-laki tidaklah lebih tinggi dari perempuan.
Dengan demikian, islam tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, baik dalam hal kedudukan, harkat, martabat, kemampuan, dan kesempatan untuk berkarya.
Persoalan yang berhubungan dengan perempuan bukanlah persoalan baru dalam kajian-kajian sosial, politik, ekonomi, hukum, keagamaan, kultur, maupun dalam prespektif yang lain.
Permasalahan perempuan antara lain disebabkan oleh realitas sosial politik maupun ekonomi global yang masih berpihak pada pelestarian budaya patriarki. Padahal suatu hal yang tidak dapat kita pungkiri adalah perempuan merupakan bagian integral dari masyarakat.
Berbeda dengan pencitraan jahiliah yang sangat merendahkan perempuan, al-Quran melakukan sebaliknya. Al-Quran melukiskan gambaran perempuan ideal sebagai perempuan yang aktif, produktif, dinamis, sopan, dan mandiri, namun tetap terpelihara iman dan akhlaknya. Bahkan, Al-Quran memberi ciri-ciri ideal seorang perempuan muslimah sebagai berikut:
Pertama, perempuan memiliki keteguhan iman dan tidak berbuat syirik, serta terjaga kemuliaan akhlaknya (QS. al-Mumtahanah: 12). Kedua, perempuan bijaksana dalam pengambilan keputusan dan memiliki kemandirian politik (QS. an-Naml: 23). Ketiga, perempuan memiliki kemandirian ekonomi (QS. al-Qashash: 23).
Keempat, perempuan memiliki keteguhan iman dan kemandirian dalam menentukan pilihan pribadi yang diyakini kebenarannya. Kelima, perempuan menjaga kesucian diri, berani mengambil sikap oposisi atau menentang pendapat orang banyak karena meyakini pendapatnya benar, seperti Ibunda Nabi Isa (QS. at-Tahrim: 12).
Nyai Walidah Ahmad Dahlan
Perempuan berjilbab yang dilahirkan pada 1872 di Kampung Kauman, Yogyakarta ini memiliki nama asli Siti Walidah. Orang mengenalnya dengan nama Nyai Walidah Ahmad Dahlan karena perempuan tersebut menikah dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Siti Walidah dilahirkan dari seorang perempuan bernama Nyai Mas, dibesarkan di tengah keluarga santri yang taat agamanya. Ayahnya, Kyai Haji Muhammad Fadli bin Kyai Haji Ibrahim, merupakan ulama yang sangat disegani masyarakat. Beliau juga menjabat sebagai Penghulu Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Siti Walidah berasal dari keluarga santri yang taat menjalankan ajaran agama Islam dan ahli beribadah. Beliau diberi pendidikan agama islam, diajar mengaji al-Quran, dan praktik peribadatan. Hampir setiap hari, sebagaimana umumnya penduduk kampung Kauman, Siti Walidah belajar al-Quran dan kitab agama. Pada Waktu itu, apa yang diberikan kepada Siti Walidah dipandang telah cukup untuk bekal kehidupan bagi perempuan.
Disamping tidak pernah bersekolah formal, Siti Walidah juga termasuk gadis pingitan. Siti Walidah tidak boleh bergaul bebas, apalagi dengan laki-laki. Bagi orang-orang saat itu, perempuan dianggap tabu bila bergaul bebas dengan lawan jenisnya, walau hanya sebatas pertemanan.
Pemberdayaan Perempuan
Awal keterlibatan langsung Nyai Walidah Ahmad Dahlan dengan organisasi Muhammadiyah dimulai ketika ia merintis kelompok pengajian perempuan yang diberinya nama Sopo Tresno pada tahun 1914.
Sopo Tresno berarti siapa cinta atau siapa sayang. Awalnya, Sopo Tresno ini bukan merupakan sebuah organisasi, tetapi hanya suatu gerakan pengajian saja karena belum mempunyai anggaran dasar dan peraturan lain.
Para anggotanya, selain gadis-gadis, juga ada perempuan-perempuan yang sudah berumah tanggga. Dalam pengajian ini, materi yang disampaikan tidak hanya pengetahuan tentang agama, tetapi juga tentang arti pentingnya pendidikan bagi perempuan.
Lewat Sopo Tresno, Nyai Ahmad Dahlan menanamkan semangat kemajuan dan kemandirian perempuan. Materinya disampaikan secara bergantian oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan maupun Nyai Ahmad Dahlan.
Kegiatan dalam pengajian ini terus berkembang. Permasalahan yang dikajipun bukan hanya permasalahan keagamaan, tetapi juga berbagai permasalahan aktual dalam masyarakat. Contohnya, tentang kesadaran kaum hawa dalam ikut serta pada proses pembangunan, serta pemberdayaan potensi perempuan secara luas.
Pemikiran Nyai Ahmad Dahlan ini pada awalnya mendapat tantangan dari masyarakat, namun kemudian sedikit demi sedikit masyarakat dapat menerimanya. Muhammadiyah dan Sopo Tresno dikenal sebagai organisasi pembaru dalam Islam yang mulai mengakar dalam masyarakat.
Muhammadiyah sendiri juga mendukung gerakan Nyai Ahmad Dahlan dalam perjuangannya untuk mengangkat martabat kaum perempuan. Muhammadiyah mulai berperan dalam mamajukan pendidikan perempuan dan berkiprah dalam merespon isu-isu perempuan sekaligus memberdayakan melalui jalur pendidikan dan pelayanan sosial.
Mendirikan ‘Aisyiyah
Melihat perkembangan positif dari kelompok masyarakat dan kelompok pengajian. Maka timbul pemikiran untuk mengembangkan kelompok pengajian ini, yaitu dengan berdirinya organisasi ‘Aisyiyah.
Pada 1922, ‘Aisyiyah resmi menjadi bagian dari Muhammadiyah. Pada tahun berikutnya, gerakan ‘Aisyiyah semakin meluas dan berkembang ke seluruh Indonesia. Gerakan tersebut terbingkai dalam cita-cita menegakkan dan menjunjung tinggi agama islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridai Allah. Sedangkan untuk ruang gerak dari ‘Aisyiyah sendiri adalah keagamaan, kemasyarakatan, dan kewanitaan.
Saat itu memang tidak mudah mengelola dan membesarkan organisasi perempuan. Nyai Ahmad Dahlan dan pengurus ‘Aisyiyah lain harus berjuang keras membuang kepercayaan masyarakat yang sudah mendarah daging. Kepercayaan bahwa perempuan dianggap melanggar kesusilaan bila berkiprah di arena publik.
Kiprah dan sumbangsih Nyai Ahmad Dahlan dalam keikutsertaan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia juga tidak dapat dianggap kecil. Ia memiliki andil yang cukup besar, yakni turut menggerakan kaum hawa dalam perjuangan melawan penjajah Belanda dan Jepang.
Pemberdayaan Diri
Pemberdayaan diri merupakan proses peningkatan diri sebagai upaya untuk menolong dirinya sendiri. Sehingga mampu memenuhi kebutuhan sendiri terutama kebutuhan yang paling mendasar dan mampu menemukan solusi atau persoalan yang dihadapi.
Bercermin pada pemikiran Nyai Ahmad Dahlan, perempuan sudah semestinya berani memulai memberdayakan dirinya sendiri dengan melakukan upaya-upaya revolusioner. Seperti memiliki manajemen waktu, menambah wawasan informasi, pengetahuan dan keterampilan yang berkaitan dengan hak dan kewajibannya sebagai perempuan dan meningkatkan pemahaman tentang kesehatan diri, baik fisik maupun mental.
Saat ini menjadi perempuan yang berpendidikan bukan tren lagi, melainkan menjadi sebuah kebutuhan yang mesti dipenuhi. Perempuan berilmu tidak hanya menjadi lebih produktif, melainkan juga akan menjadi terhormat dan bermartabat.
Pada dasarnya, seseorang dianggap berdaya apabila ia mampu mengurus dan memimpin dirinya lebih dahulu, mampu membimbing dirinya sehingga bisa membawa pada posisi yang lebih terhormat dan mulia. Hal tersebut merupakan salah satu orientasi perjuangan Islam yang dari awal masuknya Islam, Rasulullah telah mencontohkan untuk memuliakan perempuan.
Keadilan dan kesetaraan gender berlandaskan pada prinsip-prinsip yang memosisikan laki-laki dan perempuan setara. Sebagaimana termaktub dalam QS. an-Nahl: 97, yang artinya :
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang Telah mereka kerjakan”.
Pemberdayaan diri harus dimulai dengan membuat konsep manajemen diri. Konsep manajemen diri dianggap sangat penting untuk perkembangan diri dan kesuksesan diri. Konsep manajemen diri adalah memiliki perencanaan, pengaturan, pengaktualisasian dan pengawasan diri. Tujuan dari konsep manajemen diri adalah bagaimana membuat diri dalam menjalani hidup dengan arah yang benar dan sesuai dengan tujuan hidup yang positif.
Peran Sosial Politik Perempuan
Di Indonesia, dengan pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) ke dalam Undang-Undang yang berkaitan dengan pelaksanaan Pemilihan Umum tahun 2004, memberikan peluang bagi kaum perempuan untuk ikut melibatkan diri dalam kancah politik.
Hal ini semakin memberi peluang yang begitu luas bagi perempuan untuk meningkatkan perannya dalam masyarakat, terutama pada Sidang paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memutuskan untuk menempakan satu pasal dari Undang-Undang khusus keterwakilan perempuan untuk menduduki jabatan strategi di pemerintahan.
Di masa Nabi, perempuan digambarkan sebagai perempuan yang aktif, sopan dan terpelihara akhlaknya. Bahkan dalam al-Quran, figur perempuan ideal disimbolkan sebagai pribadi yang memiliki kemadirian politik (QS. al-Mumtahanah: 12).
Islam memandang seluruh aktivitas manusia dinilai sebagai tugas-tugas kewajiban yang terkait dengan kemampuan manusia. Dan tugas-tugas itu menjadi wajib bagi orang-orang yang mampu memenuhinya. Karena Allah tidak akan memaksa seseorang kecuali sesuai dengan kemampuannya.
Demikian pula dengan aksi-aksi politik, yang dipandang sebagai tugas dan kewajiban. Sehingga dapat diklasifikasikan menjadi kewajiban individu sebagaimana jihad, jabatan pemerintahan, dan amar ma’ruf nahi munkar.
Laki-laki dan perempuan adalah pasangan yang setara, saling berbagi tanggungjawab atau tugas, guna menjalankan peran sosialnya dalam masyarakat karena mereka adalah rekan (auliya’) antara satu dengan lainnya (QS. at-Taubah: 71).
Kecerdasan spiritual juga mutlak diperlukan bagi perempuan, karena hubungan manusia dengan Tuhannya merupakan hubungan yang agung dan sakral. Seorang perempuan yang dekat dengan Tuhan akan mengembangkan kekuatan dari dalam, bebas dari rasa khawatir dan rasa takut sehingga mampu bersikap tenang, rileks dan damai.
Mengembangkan hubungan yang khusyuk dengan Tuhan diibaratkan memperkokoh fondasi dan kekuatan untuk jiwa. Kecerdasan spiritual sebagai upaya menempa manusia dalam menjalani proses hidup, terutama untuk membangun kepribadian yang mapan sehingga memunculkan kecantikan dari dalam (inner beauty). Wallahu a’lam.
Editor: Rifqy N.A./Nabhan