Omnibus Cipta Lapangan Kerja: Pengertian dan Sejarah
Paulus Aluk Fajar, di dalam Black Law Dictionary Ninth Edition Bryan A. Garner menyebutkan bahwa: omnibus: relating to or dealing with numerous object or item at once; inculding many things or having varius purposes (menghubungkan sejumlah objek/ materi dalam satu kitab yang membuat banyak hal yang mempunyai bermacam-macam tujuan). Kalau dalam sastra disebut bunga rampai, atau antologi yang merupakan kumpulan karya terbaik dari seorang atau beberapa penulis.
Jika dikontekskan dengan UU, maka dapat dimaknai sebagai penyelesaian berbagai pengaturan kebijakan yang tercantum dalam berbagai UU, ke dalam satu UU payung. Omnibus Law sudah diterapkan di AS dan Kanada mulai tahun 1880-an. Di Asia Tenggara ada Vietnam dan Filipina yang telah menerapkan konsep UU sapu jagat ini.
Penggunaan Omnibus Law telah banyak dilakukan oleh negara di dunia terutama yang menggunakan tradisi common law system. Di dunia terdapat dua sistem hukum, yakni common law system dan civil law system. Konsep Omnibus Law sebenarnya sudah cukup lama. UU tersebut pertama kali dibahas pada 1840 di AS.
Omnibus Law di Indonesia
Di Indonesia, Omnnus Law ini diberi judul Cipta Lapangan Kerja (CILAKA).
kata omnibus lazimnya disandingkan dengan kata law atau bill yang berarti suatu peraturan yang dibuat berdasarkan hasil kompilasi beberapa aturan dengan substansi dan tingkatannya berbeda.
Omnibus Law RUU Cipta Lapangan Kerja disahkan DPR RI Senin (5/10/2020) dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Undang-undang ini dimaksudkan untuk merampingkan regulasi dari segi jumlah undang-undang, dan menyederhanakan peraturan agar lebih tepat sasaran.
Secara keseluruhan, UU ini terdiri atas 15 bab dan 174 pasal. Ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja, yaitu: 1) Penyederhanaan perizinan tanah, 2) Persyaratan investasi 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan dan perlindungan UMKM, 5) Kemudahan berusaha, 6) Dukungan riset dan inovasi, 7) Administrasi pemerintahan, 8) Pengenaan sanksi, 9) Pengendalian lahan, 10) Kemudahan proyek pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Omnibus Law Cilaka ini mendapat protes dan demo besar-besaran dari masyarakat karena Omnibus Cilaka ini dipandang lebih banyak menguntungkan pihak investor dan sangat merugikan kaum pekerja (buruh). Pemerintah sebagai pihak pengelola, dinilai sangat berpihak kepada investor aseng dan asing dengan cara mempermudah investor dan mempersulit kaum buruh yang notabenenya bangsa sendiri.
Lapangan Kerja dalam Pandangan Islam
Konsep kapitalis, yang mempertentangkan antara kutub investor dan kutub pekerja itu, muncul sejak zaman Revolusi Industri di Eropa pada abad 18-19 M. Berkat temuan akan adanya tanah jajahan yang subur, maka terciptalah dunia kapitalis dan industri secara besar-besaran.
Para investor berusaha mencari untung sebesar-besarnya dengan bahan yang murah dan tenaga kerja sebanyak-banyaknya dengan upah yang serendah-rendahnya. Konsep kapitalis industri ini akhirnya melahirkan kesenjangan sosial yang jauh yaitu adanya perbudakan serta pemerintah penjajahan.
Konsep Islam tidak memisahkan antara pihak pekerja dan para investor. Mereka adalah mitra usaha yang masing-masing bertanggung jawab atas keberhasilan usahanya itu. Konsep dalam Islam menghapus konsep perbudakan yang disusun oleh bangsa Barat tersebut.
Konsep buruh bagi dunia Barat adalah konsep industri. Mengutamakan hasil, menimbulkan kesenjangan sosial antara sang buruh dengan majikannya. Sedangkan dalam ajaran Islam, konsep buruh majikan adalah konsep kemitraan yang sama-sama bekerja untuk beribadah ghairu mahdhoh, dan bertujuan mencari rida Allah SWT (QS. Adz-Dzariyat: 56).
***
Buruh adalah orang yang bekerja untuk orang lain dengan mendapat upah. Buruh diklasifikasikan menjadi buruh harian, buruh bulanan, buruh musiman, buruh pabrik, buruh tambang, buruh tani, buruh terampil, dan buruh terlatih.
Investor (majikan) adalah orang yang menyediakan pekerjaan untuk orang lain berdasarkan ikatan kontrak, atau orang yang menjadi atasan (yang kuasa memerinta bawahan). Dalam Islam, buruh adalah mitra kerja yang baik buruknya diukur berdasarkan ketakwaan/kesetiaan dan prestasi kerjanya. Antara buruh dan majikan terjadi interaksi yang saling berkomunikasi untuk salong mengenal (QS. Al-Hujurat: 13).
Upah dalam pandangan Islam adalah hal-hal yang harus diterima buruh. Upah itu tidak hanya berupa uang saja, tetapi juga hak-hak lainnya seperti; perlindungan, jaminan sosial, hak kebebasan berpendapat, hak cuti, asuransi kesehatan, jaminan hari tua, dan lain-lain. Kesenjangan sosial antara buruh (pekerja) dengan majikan (investor) diatasi dengan adanya konsep ajaran zakat, shadaqah, hibah, dan hadiyah .
Di Indonesia, kerja sama ini disebut perjanjian perburuhan, termaktub dalam UU No.13 Tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 Ayat (21) bahwa perjanjian kerja bersama adalah perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau serikat buruh dengan pengusaha. Atau beberapa pengusaha atau perkumpulan yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak. Sebagai sarana industrialis kapitalis, UU ini masih menciptakan jurang pemisah antara majikan dan buruh.
Landasan Dalil
Dalam Islam, tidak ada topik yang berjudul buruh, yang ada adalah musaqat dan ijarah (mengupah atau menyewakan). Tidak ada istilah buruh dalam Islam, yang ada adalah pekerja atau memperkerjakan.
Bahwa Rasulullah telah memberikan tanahnya di Khaibar agar untuk ditanami oleh penduduk di sana dengan perjanjian bahwa hasilnya dibagi dua. Dengan syarat, modalnya dari mereka (penduduk Khaibar). Ini mengisyaratkan adanya cara penggajian dengan sistem bagi hasil.
عَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; (أَنَّ رَسُولَ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَامَلَ أَهْلَ خَيْبَرَ بِشَطْرِ مَا يَخْرُجُ مِنْهَا مِنْ ثَمَرٍ, أَوْ زَرْعٍ) مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam pernah mempekerjakan penduduk Khaibar dengan memperoleh setengah dari hasilnya berupa buah-buahan dan tanaman. (Muttafaq Alaihi)
Dalam Islam, konsep buruh dan investor ini diatur dalam Kitab Sewa-Menyewa (Ijarah). Kata ijarah berasal dari kata ajr yang berarti imbalan/ pahala. Dalam syariat, ijarah (penyewaan) adalah akad atas manfaat dengan imbalan. Oleh karena itu, tidak boleh untuk menyewa pohon untuk dimakan buahnya karena pohon bukanlah manfaat.
Manfaat itu sendiri ada beberapa bentuk:
- Manfaat benda seperti penghunian rumah dan pemakaian mobil.
- Manfaat pekerjaan seperti pekerjaan arsitek, tukang bangunan, tukang tenun, tukang jahit, tukang seterika.
- Manfaat orang yang mengerahkan tenaganya seperti pembantu dan buruh.
***
Pemilik manfaat yang menyewakan disebut mu’ajjir. Pihak lain yang mengeluarkan imbalan disebut musta’jir. Suatu yang manfaatnya ditawarkan disebut ma’jur, dan imbalan yang dikeluarkan disebut ajr atau ujrah.
Dalil paling sahih tentang sewa-menyewa, khususnya berkait dengan tenaga kerja, adalah QS. Al-Qashash: 26-27.
Dua anak perempuan Nabi Syu’aib tidak mampu bersaing dengan kaum laki-laki untuk memberi minum ternak-ternaknya. Maka ketika itu, datang Nabi Musa menawarkan bantuan. Kedua anak perempuan Nabi Syu’aib itu menerima tawaran itu. Dan selanjutnya, Nabi Musa yang kuat dan perkasa itu melaksanakan pekerjaan itu sampai selesai. Kemudian, kedua anak Nabi Syu’aib itu berkata kepadanya:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الأمِينُ .26
قَالَ إِنِّي أُرِيدُ أَنْ أُنْكِحَكَ إِحْدَى ابْنَتَيَّ هَاتَيْنِ عَلَى أَنْ تَأْجُرَنِي ثَمَانِيَ حِجَجٍ فَإِنْ أَتْمَمْتَ عَشْرًا فَمِنْ عِنْدِكَ وَمَا أُرِيدُ أَنْ أَشُقَّ عَلَيْكَ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّالِحِينَ .27
26. Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bek(erja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
27. Berkatalah Dia (Syu’aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku Termasuk orang- orang yang baik”.( Qs. Alqashash: 26-27.)
***
Juga sebuah hadis bahwa Rasulullah pernah berbekam dan memberinya upah kepada yang membekam. Ini bermakna jual beli jasa, yaitu jasa pengobatan.
وَعَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا-; أَنَّهُ قَالَ: ( اِحْتَجَمَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَأَعْطَى اَلَّذِي حَجَمَهُ أَجْرَهُ ) وَلَوْ كَانَ حَرَاماً لَمْ يُعْطِهِ. رَوَاهُ اَلْبُخَارِيُّ
Ibnu Abbas berkata: Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam berbekam dan memberikan upah kepada orang yang membekamnya. Seandainya hal itu haram beliau tidak akan memberinya upah. (HR. Bukhari).
Berikan Upah Sebelum Keringatnya Habis
:وَعَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه أَنَّ اَلنَّبِيَّ -صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ
(مَنِ اِسْتَأْجَرَ أَجِيراً, فَلْيُسَلِّمْ لَهُ أُجْرَتَهُ)
رَوَاهُ عَبْدُ اَلرَّزَّاقِ وَفِيهِ اِنْقِطَاعٌ, وَوَصَلَهُ اَلْبَيْهَقِيُّ مِنْ طَرِيقِ أَبِي حَنِيفَة
Dari Abu Said Al-Khudry Radliyallaahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa mempekerjakan seorang pekerja hendaknya ia menentukan upahnya.” Riwayat Abdul Razzaq dalam hadits munqathi’. Hadits maushul menurut Baihaqi dari jalan Abu Hanifah.
وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ -رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا- قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ صلى الله عليه وسلم ( أَعْطُوا اَلْأَجِيرَ أَجْرَهُ قَبْلَ أَنْ يَجِفَّ عَرَقُهُ ) رَوَاهُ اِبْنُ مَاجَهْ
Dari Ibnu Umar Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Berikanlah kepada pekerja upahnya sebelum mengering keringatnya.” Riwayat Ibnu Majah
Maknanya adalah bahwa upah/ gaji harus diutamakan oleh investor. Bayarlah para pekerja itu tepat waktunya (sebelum keringatnya habis). Ada yang disebut pekerjaan harian, pekerja mingguan, pekerja bulanan, pekerja kontrak atau borongan, dan lain-lain.
Editor: Yahya FR