Inspiring

Pak Azra, Intelek Sejati yang Cinta Mati kepada Indonesia

3 Mins read

Sekilas kondisi tubuhnya nampak sehat sebelum menjelang wafat. Ia sedang dalam perjalanan ke Malaysia di Selangor untuk memberi ceramah pada Konferensi Internasional yang diadakan oleh Angkatan Belia Islam Malaysia (ABIM).

Wajahnya berubah terlihat menguning, ia batuk-batuk dan pramugari memberikan pertolongan pertama sebelum dibawa ke rumah sakit Malaysia. Prof Azra pun tidak tertolong dan tutup usia di Serdang Hospital Malaysia, 18 September 2022.

Ia wafat di usia 67 tahun (1955-2022). Semasa kecil panggilannya Edi, begitu Andina Dwi Fatma menulis di bukunya Cerita Azra (2011). Pak Azra memang tinggal cerita. Ia menjadi cerita tak habis tentang manusia Indonesia dan keindonesiaannya. Pak Azra sangat mencintai Indonesia.

Ada beragam orang dan cara mencintai Indonesia, tetapi Pak Azra lain. Ia mencintai Indonesia melalui buku dan melalui ilmu. Kecintaannya pada ilmu dan buku ini membawanya ke berbagai negara lintas batas dan benua.

Pak Azra mencintai buku dari sekolah dasar. Bahkan setiap pulang dari luar negeri, ia selalu membawa sekoper buku. Ia menikmati buku dan menghabiskan hari-harinya dengan menulis dan membaca buku. Setiap ada kesempatan, ia selalu membawa buku dan membacanya.

Tumbuh dan kecintaannya pada sejarah Islam membawanya kepada jenjang tertinggi karir akademik yakni guru besar. Disertasinya pada Universitas Columbia New York Amerika berjudul The Transmission of Islamic Reformism to Indonesa: Network of Middle Eastern and Malay-Indonesian mengantarkannya menjadi sejarawan muslim kenamaan Asia tenggara.

Prof Azra tidak berhenti untuk berjuang dan berkarir pada aspek yang ia tekuni dan cintai yakni sejarah Islam dan juga Indonesia. Ia menulis tiga buku penting tentang pendidikan. Ketiga buku itu adalah Membebaskan Pendidikan Islam (2000), Paradigma Baru Pendidikan Nasional: Rekonstruksi dan Demokratisasi(2002) dan Pendidikan Islam: Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru (2003).

Baca Juga  Gus Yahya: dari Jubir Gus Dur hingga Jubir Islam Moderat Internasional
***

Bacaan dan cakrawala pemikirannya yang sangat luas membawanya dikenal sebagai cendekiawan muslim Indonesia. Prof Azra meski demikian dikenal sebagai intelektual yang sederhana. Kesederhanaannya bisa dilihat dari cara berpakaian yang tidak berlebihan dan jauh dari mewah. Ia bersahabat dengan siapa saja tanpa memandang ras, suku, dan agama dari belahan dunia manapun.

Pak Azra juga memiliki perhatian penuh pada perkembangan Islam dan demokrasi di Indonesia. Kritikan dan tulisannya yang tajam bisa kita jumpai di Harian Kompas dan Republika. Lebih dari separuh usianya ia habiskan untuk mengabdi di lingkup pendidikan di Indonesia. Ia pernah menjabat sebagai rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 1998-2006, dan memperoleh penghargaan “Sir” dari Kerajaan Inggris di tahun 2010.

Pada tahun 2017, Prof Azra juga mendapat penghargaan Orde Matahari Terbit: Kelas Bintang dan Perak dari Kaisar Jepang. Di tahun 2022-2025, ia menjabat sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia.

Mencintai Indonesia

Sebagai seorang intelektual, ia tidak pernah pasif dan tenang di menara gading. Saat melihat ada yang salah dengan kondisi bangsanya, Pak Azra tidak segan untuk mengkritik dan berbicara keras kepada pemerintah. Saat melihat demokrasi hampir dikebiri dengan wacana penundaan pemilu 2024, Azyumardi Azra mengkritik keras dan mengatakan bahwa ini ancaman terhadap demokrasi Indonesia.

Tulisan Azra memang tidak sekeras tulisan Buya Syafii yang lebih vulgar dan tanpa tedeng aling-aling. Tetapi kritik dan substansinya sama-sama menjadi corong saat bangsa ini membutuhkan penyeru pada situasi yang salah.

Mengisi seminar, diskusi, maupun menulis jurnal dan mengajar, telah menjadi rutinitas keseharian yang dijalani oleh Prof Azra. Ia tidak merasa lelah menjalani kegiatan dan rutinitas yang menjadi laku dan pilihan hidupnya.

Baca Juga  Puasa dan Corona: Begini Menurut Azyumardi Azra

Azra sadar kelak keletihan, kelesuan, dan juga menurunnya segala kemampuan pada tubuh dan fisiknya akan ada pada dirinya. Azra menggunakan segenap dan segala kesempatan dalam hidupnya untuk menulis dan mempersembahkannya kepada bangsanya.

Pak Azra memang dilahirkan di tanah Padang, tetapi ia telah memberi kontribusi penting terhadap sejarah Islam Indonesia. Kiprahnya pada bidang sejarah dan pendidikan Islam kerap membawanya bertandang ke negeri manca.

Komitmen dan perhatiannya pada demokrasi di Indonesia ia wujudkan melalui tulisan dan sikapnya yang kritis dan peduli terhadap perkembangan demokrasi di Indonesia. Ia adalah intelektual yang tidak tergiur pada partai politik.

Sikapnya yang egaliter dan tidak membeda-bedakan dikisahkan Andina Dwi Fatma saat menulis dan mewawancarainya tanpa membedakan tua-muda dan siapa tamunya. Pak Azra juga memiliki komitmen dalam menegakkan Islam wasathiyah yang anti kekerasan, ekstrimisme, dan terorisme.

Pak Azra tetap kritis dan terus memberikan komitmennya pada dunia pendidikan, demokrasi, dan juga bangsanya. Di akhir hidupnya, Azra juga tetap berkontribusi pada lembaga Dewan Pers yang memiliki peran sentral dalam perkembangan dan cita-cita demokrasi di Indonesia.

Ia memulai masa kecilnya karib dengan buku, kini meninggal pun tidak jauh dari buku. Pak Azra telah menunjukkan keteladanan bagi Indonesia dan dunia tentang makna “manusia pembelajar” yang ia praktikkan dalam hidupnya.

Seperti ilmu padi, makin berisi kian merunduk. Prof Azra terus  dan kian merunduk dan memberi pada Indonesia dan dunia.

Selamat Jalan Pak Azra, cintamu pada Indonesia akan terus kami rawat dan perjuangkan.

Editor: Yahya FR

Avatar
35 posts

About author
Pegiat Literasi
Articles
Related posts
Inspiring

Kenal Dekat dengan Abdul Mu'ti: Begawan Pendidikan Indonesia yang Jadi Menteri Dikdasmen Prabowo

3 Mins read
Abdul Mu’ti merupakan tokoh penting dalam dunia pendidikan dan organisasi Islam di Indonesia. Ia dikenal sebagai Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode…
Inspiring

Beda Karakter Empat Sahabat Nabi: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali

4 Mins read
Ketika berbicara tentang sosok-sosok terdekat Nabi Muhammad SAW, empat sahabat yang paling sering disebut adalah Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman…
Inspiring

Spiritualitas Kemanusiaan Seyyed Hossein Nasr

3 Mins read
Islam memiliki keterikatan tali yang erat dengan intelektual dan spiritual. Keduanya memiliki hubungan yang sangat dekat dan merupakan dua bagian realitas yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds