Perspektif

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Nasional

3 Mins read

Paradigma Pancasila | Saat catatan ini dituliskan, konflik pembangunan di Wadas belum menemukan titik terang, proyek prestisius pemerintah untuk pembangunan Ibu Kota Negara juga masih bergulir dengan rumpun kritik yang masih menggelinding.

Seraya itu, wajah muram dibalik pembangunan juga masih terjadi, rantai kasus penggusuran, penanganan represif aparat, intimidasi dan ancaman serta kriminalisasi terhadap masyarakat di pedesaan masih terus berlangsung.

Konsorsium Pembangunan Agraria (KPA) mencatat sepanjang tahun 2021, terdapat 38 konflik agraria, data ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2020 yang menunjukkan konflik agraria 17 kasus.

Wajah kusam pembangunan saat ini menimbulkan pertanyaan fundamental, mau dibawa kemana sesungguhnya pembangunan nasional? Pertanyaan tersebut layak kembali direnungkan oleh elite negara saat ini.

Sebagai upaya menjadi negeri yang sejahtera, pembangunan tentu niscaya harus diupayakan. Tetapi betapapun demikian, hasrat pembangunan tersebut jangan sampai berdiri di atas darah masyarakat di akar rumput.

Sebagai pedoman ideologis dalam merancang pembangunan nasional, Indonesia sesungguhnya telah memiliki Pancasila sebagai penuntun arah pembangunan, namun jauh panggang dari api, ideologi Pancasila seringkali raib dalam wacana dan praktik pembangunan nasional, meski sering diujarkan sebagai slogan dan pemeo ketika Pemilu dan Pilkada.

Kritik Pembangunan Nasional

Kerangka pembangunan nasional saat ini mengadopsi paradigma developmentalisme yang acapkali mirip dengan cara pandang pembangunan orde baru.

Indikasinya bisa dilihat dari gairah pemerintah untuk membangun infrastruktur dengan peningkatan anggaran yang dialokasikan dari dana APBN. Semua upaya dilakukan untuk melaksanakan proyek prestisius tersebut, termasuk dengan politik kebijakan dan perumusan hukum. Ringkasnya, politik dan hukum dikerahkan untuk mengabdi kepada gagasan pembangunan.

Semua agenda pembangunan itu bukan tanpa masalah, agenda dan praktik pembangunan itu jika ditelaah lebih dalam mengandung masalah yang serius. Setidaknya gugus persoalan pembangunan itu terangkum dalam poin berikut:

Baca Juga  Pancasila dan Semangat Nasionalisme

Pertama, masalah utama saat ini dalam pelaksanaan pembangunan nasional adalah pandangan kolektif bahwa pembangunan itu berkaitan dengan rupa infrastruktur, industri dan bangunan fisik material, kesuksesan pembangunan dimaknai sebagai kemegahan, kekayaan material dan ilusi modernitas, semua ini dilaksanakan dalam usaha melakukan penyesuaian dengan dinamika ekonomi global.

Semua orientasi tersebut terangkum dalam program pembangunan nasional. Kecenderungan untuk membangun infrastruktur material kerap menjadikan pengambil kebijakan abai dengan aspek immaterial. Semua diukur sekadar dalam capaian angka kuantitatif dan statistik belaka.

Kedua, pembangunan yang dilaksanakan seringkali hanya melibatkan elit ekonomi dan politik tertentu. Masyarakat dipandang sebagai objek pasif dalam pembangunan.

Mereka dilihat sekadar sebagai pengikut dalam rancangan program pembangunan nasional yang sudah diatur oleh pemerintah dan elit ekonomi. Masyarakat kerapkali tidak dilibatkan dalam agenda pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan bahkan pemanfaatan hasil pembangunan.

***

Ketiga, pelanggaran HAM. Pelanggaran ini bahkan dalam beberapa kasus melibatkan korporasi yang bersekutu dengan aparatur negara. Potret pelanggaran HAM itu tergambar terang dalam pembangunan Bandara Internasional di Kulonprogo, Yogyakarta, Pembangunan Waduk Lambo, Nagekeo, NTT, pembangunan jalan tol lintas sumatera serta daerah lain. Pembangunan yang massif serta pembiaran terhadap Hak Asasi Manusia akan menjadi catatan merah dalam tiap-tiap pemerintahan.

Keempat, pembanguan yang tidak berkeadilan. Banyak kasus pembangunan nasional yang dijalankan tidak secara adil dan merata. Situasi tersebut khususnya terjadi manakala pembangunan diorientasikan hanya untuk mengenyangkan perut golongan tertentu. Masyarakat kecil dan lemah tidak dilibatkan dalam perumusan pembangunan, bahkan, bila menolak mereka kerap mendapatkan perlakuaan represif dari aparatur negara. Situasi pembangunan seperti ini tidak adil.

Semua problem tersebut berseberangan dengan Pancasila yang mengandung nilai-nilai demokrasi, keadilan, kemanusiaan dan kedaban.

Baca Juga  Melihat Pancasila di Pakelan: Sepenggal Kisah Merayakan Iduadha Bersama Non-Muslim

Jika situasi tersebut terus berjalan, Pancasila akan semakin jauh dari kenyataan, kehilangan kesaktiaannya dan keberadaannya hanya akan selalu menjadi slogan-slogan yang diucapkan para politisi yang sarat kepentingan.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan

Dengan modal Pancasila, Indonesia seharusnya mampu menyelesaikan segala sengkarut konflik pembangunan. Nilai-nilai demokrasi, persatuan, musyawarah dan keadilan sosial adalah rumpun nilai ideologis yang seyogyanya merasuk dalam program pembangunan.

Sebagai paradigma pembangunan, Pancasila diletakkan sebagai cita-cita bangsa Indonesia, orientasi pembangunan. Rumusan program dan praktik pembangunan nasional harus berfokus pada usaha meraih semua cita-cita ideologis tersebut.

Pancasila harus menjadi jiwa dalam semua pembangunan. Selain itu, Pancasila juga dapat diletakkan sebagai basis moral bangsa untuk meminimalisir kemungkinan kecurangan, ketidakadilan, penindasan dan dehumanisasi dalam praktik pembangunan.

Ketika pancasila sudah diletakkan sebagai paradigma pembangunan, maka konsekuensinya ialah keseluruhan cita-cita pembangunan tidak saja dipandang secara pragmatis dan materalis, namun juga mesti dicandera dalam pertimbangan-pertimbangan etis.

Sebagai ideologi yang menghargai kemanusiaan dan keadaban, pembangunan seharusnya menghormati Hak Asasi Manusia (HAM), implementasi pembangunan jangan sampai melabrak hak pribadi orang lain, kebebasan dan keamanan warga bangsa.

Dari jantung Pancasila itu, pembangunan juga sepatutnya diselenggarakan secara demokratis, khususnya melibatkan masyarakat sebagai tujuan pembangunan. Partisipasi masyarakat tersebut ditunjukkan dengan pelibatan mereka dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, evaluasi dan pemanfaatan hasil dari pembangunan. Pembangunan juga semestinya dibangun di atas keadilan sosial, khususnya mengutamakan pembangunan untuk orang-orang lemah dan terpinggirkan, menghapus kemiskinan struktural.

Akhirnya, kerja-kerja membumikan Pancasila dalam praktik pembangunan merupakan tugas bersama seluruh elemen bangsa, khususnya elit pemerintahan yang memiliki peran vital untuk merumuskan kebijakan pembangunan. Tanpa keteladanan para elit, cita-cita membumikan Pancasila akan selalu menjadi ambisi yang mengapung.

Baca Juga  Demokrasi Indonesia Merindukan Buya Syafii

Editor: Yahya FR

Avatar
12 posts

About author
Ketua Bidang Riset Teknologi DPP IMM
Articles
Related posts
Perspektif

Hifdz al-'Aql: Menangkal Brain Rot di Era Digital

4 Mins read
Belum lama ini, Oxford University Press menobatkan kata Brain Rot atau pembusukan otak sebagai Word of the Year 2024. Kata yang mewakili…
Perspektif

Pentingkah Resolusi Tahun Baru?

2 Mins read
Setiap pergantian tahun selalu menjadi momen yang penuh harapan, penuh peluang baru, dan tentu saja, waktu yang tepat untuk merenung dan membuat…
Perspektif

Manfaat Gerakan Shalat Perspektif Kesehatan

3 Mins read
Shalat fardhu merupakan kewajiban utama umat Muslim yang dilaksanakan lima kali sehari. Selain sebagai bentuk ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah, shalat…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds