Puasa di tahun 2020 menjadi sejarah bagi umat islam diseluruh belahan dunia, rangkaian kegiatan yang biasa dilakukan dengan meriah seakan sementara punah karena kehadiran masalah kesehatan yang berdampak pada semua segmen kehidupan.
Dalam hal ini masyarakat jawa yang kental akan tradisi mistik mempunyai etimologi tersendiri dengan menyebutnya sebagai masa “Pageblug”. Menurut sebagian besar masyarakat jawa, apapun bentuk wabah yang berpotensi merugikan masyarakat berskala besar disebut pageblug.
Dampak yang dihasilkan tak main-main, mobilitas masyarakat menjadi menjadi macet bahkan tak bergerak seperti bangunan mangkrak. Semua pihak kalangkabut dalam menghalau virus covid 19 agar menyudahi silaturahmi dibumi.
Dalam menyikapi permasalahan global ini, pemerintah lewat lembaga MUI secara tegas menghimbau agar seluruh kegiatan agama yang mendatangkan masa untuk ditiadakan sementara waktu. Hal tersebut menimbulkan banyak pertanyaan bagi masyarakat yang ingin melaksanakan serangkaian ibadah dibulan Ramdhan seperti biasa, mengingat Allah akan melipatgandakan amalan yang dilakukan dibulan Ramadhan.
Perlu diketahui jauh-jauh hari sebelumnya, MUI dan organisasi masyarakat lainnya termasuk PP Muhammadiyah telah menginstruksikan tentang peniadaan kegiatan Ramadhan yang menimbulkan berkumpulnya masa.
Dalam maklumat, telah dijelaskan agar melaksanakan sholat 5 waktu dirumah, termasuk sholat jum’at yang dianjurkan untuk diganti dengan sholat dzuhur. Secara spontan apa yang telah difatwakan MUI dan ormas lainya telah mengundang persoalan besar, banyak sebagian masyarakat yang tetap bersikeras untuk melaksanakan ibadah dimasjid, penutupan masjid menjadi langkah tegas berikutnya dalam menghadapi beberapa masyarakat yang tetap ngotot untuk beribadah dimasjid seperti biasa.
Penutupan masjid menuai protes pada sebagian kalangan. Kenapa masjid harus ditutup ? Sedangkan pasar masih terbuka lebar. Begitulah cuitan sebagian umat yang masih ingin melaksanakan kegiatan ibadah dimasjid seperti biasa. Perlu diketahui analogi tersebut kurang tepat, karena pada dasarnya kehadiran masjid tidak bisa disamakan dengan pasar.
***
Karena secara tidak langsung hal tersebut akan menyinggug kemuliaan masjid sebagai tempat ibadah. Di samping itu, dalam pelaksanaan sholat bisa dilakukan di mana saja, asalkan tempat itu suci. Jikalau pasar ditutup masyarakat tidak bisa memenuhi kebutuhan pokok, yang akan berakibat pada keselamatan jiwanya. Kehadiran pasar memang tidak bisa digantikan. Upaya tersebut sebagai bentuk dalam memelihara Maqashid syariah yang didalamnya terdapat kewajiban untuk Hifdzun an-nafs yaitu menjaga keselamatan jiwa.
Sekiranya kehadiran pandemi ini bisa menjadi pelajaran bagi publik untuk mematuhi instruksi dari pemerintah dan ormas terkait, hal tersebut sebagai bentuk ketaatan kita pada ulil amri. Apalagi kalau kita sudah berada dalam lingkup organisasi, mau tidak mau kita harus menunjukkan komitmen sebagai bentuk rasa patuh kita pada pimpinan organisasi yang telah kita ikuti.
Dalam penetapannya, kita semua yakin apa yang menjadi keputusan final telah melalui berbagai pertimbangan yang matang. Kalau kita kaitkan dengan ushul fiqih didalamnya ada kaidah yang mengatakan keutamaan dalam mengambil kemaslahatan dan menolak kemudharatan atau dikenal sebagai Maslahah mursalah.
Kaidah tersebut digunakan sebagai argumentasi dalam menekan penyebaran virus corona dalam hal ibadah. Kaidah ini dapat diartikan menjaga keselamatan jiwa dari penyebaran virus corona menjadi lebih utama daripada harus beribadah di masjid yang mengundang banyak masa.
Islam sebagai agama rahmatal lil alamin sudah mengatur bagaimana peribadahan dilakukan saat terjadinya wabah ini. Dengan adanya ruqsah umat islam diharapkan mampu untuk mempraktekan kaidah Maslahah mursalah dalam menghadapi pandemi ini agar penyebaran tidak semakin menjadi.
Kehadiran pandemi global ditengah bulan Ramadhan mengundang opini masyarakat awam, banyak diantara mereka yang merisaukan kurangnya kualitas ibadah apabila dilakukan dirumah. Untuk menjawab kerisauan tersebut selama ada niatan untuk melakukan ibadah Ramadhan dengan baik dan disertai dengan ruhul ikhlas, ibadah yang kita lakukan dirumah tidak akan mengurangi kualitas pahala yang kita dapatkan.
***
Apalagi prosesi ibadah yang dilakukan ditengah pandemi ini akan menjadi mudharat apabila dilakukan dengan kerumunan masa yang akan berpotensi menyebarkan covid 19 dengan jumlah tinggi. Pada intinya kita diharuskan untuk bersabar dalam mengahadapi pandemi ini, kesabaran yang kita dapatkan merupakan wujud dari esensi puasa yang sedang kita jalankan yang secara tidak langsung akan sangat berpengaruh terhadap kualitas amalan yang kita lakukan.
Budaya keilmuan yang biasa menghiasi bulan Ramadhan terpaksa harus gulung tikar sementara. Kehadiran majelis ta’lim sebagai transfer of knowledge berbasis online setidaknya mampu menjadi jalur alternatif bagi kita semua dalam menambah wawasan keilmuan dan memperkaya spiritualitas yang kita miliki agar Ramadhan ditengah pandemi ini tidak terkesan mlempem.
Dengan adanya majelis ta’lim berbasis online setidaknya mampu memberi pengertian kepada masyarakat yang masih ngeyel agar menjadikan rumah sebagai tempat ibadah pada saat musim pageblug ini.
Dewasa ini umat harus cerdas dalam memilah majelis ta’lim mana yang harus diikuti dan mana yang harus dihindari, mengingat saat ini banyak majelis ta’lim yang tidak menggubris apa yang telah difatwakan MUI. Peran majelis ta’lim dalam menekan penyebaran covid 19 bisa dikatakan sangat berarti, karena karakter masyarakat Indonesia cenderung manut dengan apa kata Kyai dalam majelis ta’lim yang ia diikuti.
Kita semua yakin umat diseluruh belahan dunia merindukan kehadiran Ramadhan yang penuh dengan makna. Akan tetapi kita harus tetap merujuk kepada suasana yang sedang terjadi, hindari asumsi dari pihak yang menyikapi seolah-olah pandemi ini seperti wabah biasa, sehingga umat bisa beribadah seperti biasa.
***
Melihat bertambahnya jumlah korban Covid 19, umat yang cerdas harus mampu mempertimbangkan berbagai kepentingan yang mengundang masa dikala keadaan darurat seperti sekarang ini. Tentunya pelaksanaan dalam beragama sudah diatur sedemikian rupa, agar tidak menimbulkan pemahaman yang salah kaprah, kita tidak boleh beragama menurut kemauan kita masing-masing.
Ikutilah anjuran dari pemerintah dan pendapat ahli di bidangnya yang memiliki dasar kuat dalam penetapannya. Bukan masalah takut atau berani dalam menghadapi pandemi ini, akan tetapi ini soal ikhtiar yang menjadi kewajiban kita semua sebagai seorang muslim dalam menghadapi masalah kesehatan yang sudah menjadi pandemi saat ini. Semoga Allah SWT segera angkat permasalahan yang menimpa bumi kita ini, sehingga aktivitas bisa berjalan normal kembali. Wallahu a’lam bisshawab.