Perspektif

Utamakan Kemanusiaan: Prinsip Hubungan Internasional dalam Islam

3 Mins read

Islam diturunkan bukan sebagai penghalang manusia untuk berbuat kebaikan, saling mengenal dan tolong menolong, melainkan sebagai rahmat agar manusia dapat hidup dinamis dan berwarna. Dengan demikian, komitmen seseorang terhadap suatu agama terletak pada sejauh mana seseorang itu dalam membangun peradaban dan perdamaian di muka bumi. Islam sangat melarang tindakan seseorang yang dapat merusakan sistem kehidupan di muka bumi. Islam di dalam kehidupan manusia memiliki peran yang sangat besar dalam menjaga perilaku manusia.

Bahkan muncul anggapan bahwa ajaran Islam dapat mempengaruhi cara negara bertindak di dalam sistem internasional. Hal itu dikarenakan Islam memiliki dimensi yang sangat luas meliputi seluruh aspek kehidupan. Karena Islam sendiri merupakan agama rahmat yang dapat memberikan solusi yang tepat. Cara pandang Islam bisa memberikan solusi bagi permasalahan yang ada di dunia, khususnya dalam interaksi internasional.

Melalui Islam, Allah Swt telah memberikan gambaran mengenai seluruh aspek kehidupan manusia. Islam hadir bukan saja sebatas berbicara pada ajaran fiqih dan akidah, melainkan dalam hal ekonomi, politik, budaya, termasuk dalam urusan hubungan internasional.

Hubungan Internasional di Era Nabi Saw

Hubungan internasional di dalam dunia Islam bukan merupakan sesuatu yang baru, melainkan sudah ada sejak zaman Nabi Saw. Di dalam era Nabi Saw, khususnya ketika negara Madinah terbentuk, maka hubungan antar bangsa (kabilah) memasuki babak baru dan penuh pencerahan. Islam datang dengan asas-asas mulia berkenaan dengan hubungan antar bangsa. Di antaranya yang dilakukan oleh Nabi Saw adalah sebagai berikut: (Mardani, 2023)

  1. Membentuk negara kesatuan Madinah setelah hijrah pada tahun 1 Hijriyah.
  2. Mempersaudarakan kaum Anshar yang terdiri atas dua suku besar Aus dan Khazraj. Sebelum Islam datang, kedua suku itu berada dalam pertikaian yang sangat panjang.
  3. Mempersatukan kaum Muhajirin (Mekkah) dengan kaum Anshar (Madinah) saat hijrah ke Madinah.
  4. Menyepakati perjanjian damai dengan kaum Yahudi yang berada di Madinah.
  5. Mengadakan korespodensi dengan raja-raja pada tahun 7 Hijriyah, untuk menawarkan agama Islam dan perdamaian. Beberapa diantaranya: Najasyi raja Habasyah (Ethopia), Muqauqis raja Mesir, dan Heraklius raja Romawi.
Baca Juga  Kemudahan Akses Medsos: Terjaminkah Privasi Para Penggunanya?

Selain lima hal di atas, konsep hubungan internasional yang terjadi di era Nabi Saw adalah perjanjian Hudaibiyah antara Nabi Saw dengan bangsa Quraisy di Mekkah pada tahun 6 Hijriyah. Perjanjian ini yang oleh ilmuwan Islam dikenal sebagai konsep dasar hubungan internasional dalam bentuk genjatan senjata untuk tidak saling serang selama 10 tahun.

Prinsip Hubungan Internasional dalam Islam

Perspektif Islam terhadap hubungan internasional memiliki konsepnya sendiri, yakni mengutamakan perdamaian, keadilan, persamaan hak manusia, saling menghormati, memuliakan manusia, kerja sama dan tidak saling bermusuhan. Di dalam al-Qur’an sendiri ada banyak ayat yang menjadi prinsip-prinsip strategis dalam hubungan internasional, yakni:

Pertama, prinsip perdamaian. Prinsip perdamaian ini mengacu pada surah An-Nisa ayat 90, yang berbunyi, “Kecuali orang-orang yang meminta perlindungan kepada suatu kaum, yang antara kamu dan kaum itu telah mengadakan perjanjian (damai). Dan tidak memerangimu serta menawarkan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu untuk membunuh”. Ayat ini menjelaskan bahwa Islam sangat melarang melakukan Tindakan yang keji seperti membunuh dan selalu menerima serta memelihara hubungan perdamaian.

Kedua, Prinsip keadilan. Prinsip keadilan ini mengacu pada surah Al-Maidah ayat 8, yang berbunyi, “Wahai orang yang beriman, jadilah kamu penegak kebenaran karena Allah dengan adil. Janganlah kebencianmu pada suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berbuat adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa”. Keadilan dalam menjalin relasi antarbangsa merupakan prinsip yang fundamental, sebab tanpa adanya keadilan yang terjalin lahirlah penindasan.

Ketiga, Prinsip memuliakan manusia. Prinsip memuliakan manusia ini mengacu pada surah Al-Isra ayat 70, yang berbunyi, “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”. Habib Ali Zainal Abidin al-Jufri dalam bukunya berjudul (kemanusiaan sebelum beragama), mengutip satu cara ketika Nabi Saw menyampaikan dakwahnya. Saat itu ada orang bertanya kepada Nabi Saw, apa yang Allah perintahkan untuk engkau sampaikan? Nabi menjawab, menyambung persaudaraan dan membendung pertumpahan darah sesama manusia, baru setelah itu meng-Esa-kan Allah (Pradiansyah, 2019).

Baca Juga  Murtadha Muthahhari, Ketua Dewan Revolusi Islam Iran

Dalam konteks hubungan internasional memuliakan manusia termasuk dalam haknya untuk hidup adalah sesuatu yang penting. Mengingat dalam konteks hubungan internasional saat ini perang lebih diutamakan daripada memuliakan manusia.

    Keempat, Prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama ini mengacu pada surah Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi, “Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa”. Dalam konteks hubungan internasional, menjalin kerja sama merupakan sesuatu yang perlu dilaksanakan. Kerja sama antar berbagai bangsa dan manusia. Kerja sama tanpa melihat identitas, sebagaimana dikatakan oleh Gus Dur “tidak penting apapun agamamu atau sukumu, kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik buat semua orang, orang tidak pernah tanpa apa agamamu”.

    Di dunia yang semakin penuh dengan kebencian dan kekerasan, baik antar sesama atau antar bangsa. Prinsip-prinsip di atas kiranya dapat diwujudkan demi mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, seperti perang. Bagaimana perang yang terjadi di masa lalu, akibat kerakusan sebuah bangsa atas bangsa lain atau penjajahan suatu negara atas negara lain telah menciptakan kesengsaraan bagi kehidupan manusia.

    Hadirnya Islam bukan saja berbicara mengenai diri sendiri, melainkan berbicara arti penting dari kedamaian, kemanusiaan, dan persaudaraan. Sebagaimana bunyi surah Al-Anbiya ayat 107, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam”.

    Daftar Referensi

    Mardani. (2023). Hukum Internasional Islam. Jakarta: Prenada Media Grup.

    Pradiansyah, A. (2019, Februari 28). Tuhan yang Telah Memuliakan Manusia: Tafsir QS. Al-Isra ayat 70. Retrieved from islami.co.

    Baca Juga  Gelar Seminar Internasional, INFID Hasilkan Tujuh Poin Rekomendasi

    Editor: Soleh

    Related posts
    Perspektif

    Buat Akademisi, Stop Nyinyir Terhadap Artis!

    3 Mins read
    Sebagai seorang akademisi, saya cukup miris, heran, dan sekaligus terusik dengan sebagian rekan akademisi lain yang memandang rendah profesi artis. Ungkapan-ungkapan sinis…
    Perspektif

    Begini Kira-Kira Jika Buya Hamka Berbicara tentang Bola

    3 Mins read
    Kita harus menang! Tetapi di manakah letak kemenangan itu? Yaitu di balik perjuangan dan kepayahan. Di balik keringat, darah, dan air mata….
    Perspektif

    Serangan Iran ke Israel Bisa Menghapus Sentimen Sunni-Syiah

    4 Mins read
    Jelang penghujung tahun 2022 lalu, media dihebohkan dengan kasus kematian Mahsa Amini, gadis belia 22 tahun di Iran. Pro-Kontra muncul terkait aturan…

    Tinggalkan Balasan

    Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *