Dalam sejarah pendidikan nasional, Mohammad Hatta saat pergerakan nasional tahun 1927 pernah membentuk organisasi yang disebut Partai Pendidikan Nasional Indonesia (PPNI). Di kala itu, Hatta sangat rajin dalam mendengungkan pendidikan bagi masyarakat untuk membangun kekuatan rakyat, meskipun saat itu dalam konteks revolusi nasional. Perjuangan pendidikan yang dilakukan melalui sebuah partai pendidikan ternyata menjadi sejarah besar Indonesia.
Bukan hanya Muhammad Hatta, tetapi juga Prof. Dr. Haslan Nasution, seorang tokoh politik dan pendidikan terkenal dan sangat penting di Indonesia. Beliau adalah Rektor Universitas Indonesia Raya yang pada akhirnya diangkat menjadi Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan selama 2 kali masa pemerintahan. Haslan Nasution adalah seorang pejuang yang berjuang dan konsentrasi di dunia pendidikan melalui Partai Pendidikan Indonesia Raya (PPIR).
Politik Pendidikan
Tentunya, kaum akademisi berharap keberadaan partai pendidikan akan mampu berperan dalam mempersoalkan kesinambungan tentang visi misi kependidikan nasional ke masa depan. Partai pendidikan memiliki ranah membawa semangat pendidikan yang visioner, konsisten, dan strategis sebagaimana nilai kebhinekaan Indonesia. Tentunya, peran partai pendidikan harus membawa kejelasan terhadap rantai pendidikan nasional supaya kelak tidak menyebabkan kebingungan dunia pendidikan. Keberadaan partai pendidikan sebagai penjaga akhir mengembalikan elan vital pendidikan supaya jauh dari orbit kegagalan pendidikan nasional.
Kegalauan hati penulis berkecamuk, tatkala pendidikan hanya sebatas diserahkan mentah-mentah kepada ’pendidik’ dan birokrat, apalagi politisi sebagai pembuat undang-undang pendidikan. Selama hiruk-pikuk kampanye, rasanya hampir tidak pernah peduli dengan konsep dan pengembangan pendidikan nasional. Bahkan hampir tak ada partai politik yang berani “menjual” platform pendidikan nasional. Tragisnya, hampir tidak terjawab dengan tegas atas realitas dan solusi bagi dunia pendidikan nasional saat ini.
Realitasnya, ada kecenderungan partai politik bukan kristalisasi kekuatan yang memiliki kesadaran ideologis untuk memperjuangkan visi dan misi organisasi. Partai politik hanya sebagai kristalisasi kelompok kepentingan yang semata untuk meraih kekuasaan. Nasib pendidikan nasional mengalami tragedi tatkala ideologi pendidikan nasional menjadi pusaran pertarungan kepentingan politik nasional. Dunia pendidikan hanya berada pada ruang kulit teknologi informasi, tetapi justru nir-ideologi pendidikan nasional.
Padahal pendidikan nasional kita haus akan visi kependidikan yang memandang jauh ke depan, bukan nuansa yang hanya bernilai temporer, berpandangan praktis, pragmatis dan miopik. Ironi ketidakjelasan rantai pendidikan nasional berujung bingung mengimplementasikan agenda pendidikan ke penjuru nusantara. Program peningkatan dan pemerataan kualitas pendidikan rakyat belum tersentuh maksimal karena pemegang kebijakan ternyata buta peta infrastruktur pendidikan. Untuk itulah dibutuhkan sebuah partai pendidikan demi mengawal pembangunan dunia pendidikan secara komprehensif.
Membenahi Visi Pendidikan
Boleh saja ragu atas keberadaan partai pendidikan karena realitas politik saat ini memang meragukan. Membangun dunia pendidikan merupakan investasi besar dan jangka panjang. Institusi yang paling bertanggungjawab terhadap pendidikan adalah negara dan negara layak untuk membenahi visi, strategi dan kebijakan pendidikan dari pusat hingga daerah. Proses membenahi pendidikan Negara dari hulu hingga hilir butuh dukungan berlapis karena memang banyak aspeknya.
Jangan sampai karena dukungan politik pendidikan yang minim sebagai penyebab “kegagalan negara” menghimpun sekaligus menginventarisasi rakyat berprestasi. Negara saat menanamkan investasi pendidikan tidak dapat menuntut hasil kerja yang serba cepat dan instan. Pendidikan butuh proses panjang dan pendidikan tidak bisa langsung dilihat hasilnya. Untuk itu, pendidikan harus punya visi jauh ke depan, misalnya untuk dua hingga tiga generasi mendatang.
Realitas dunia pendidikan yang terjadi saat ini memang tidak bisa dianggap bahwa negara tidak berprestasi. Kalau mau menginventarisasi, bangsa Indonesia punya banyak orang cerdas dan terbukti unggul di tingkat dunia, baik secara individual di berbagai bidang maupun lembaga pendidikan. Ironisnya, Negara tidak massif dalam menghimpun secara kelembagaan dan menjadi kekuataan raksasa nasional di tingkat dunia.
Implementasi ideologi pendidikan nasional gagal mengkonseptualisasikan proses penyadaran terhadap kondisi untuk memecahkan masalah eksistensial terhadap bangsa dan negara. Bangsa Indonesia butuh langkah konkret untuk membenahi visi, strategi, dan kebijakan pendidikan dari pusat hingga daerah. Andaikan dunia pendidikan butuh dukungan politik, tentunya harus diperjuangan demi merebut “kedaulatan” pendidikan meskipun melalui partai pendidikan. Setujukah?
Editor: Yusuf R Y