Feature

Pemuda Menjaga Budaya Lokal di Kampung Lali Gadget

3 Mins read
Oleh: Akhmad Idris*

Inisiatif program Kampung Lali Gadget dilatarbelakangi oleh kecemasan Ahmad Irfandi (26 tahun) dan Nicho Priambodo (25 tahun) terhadap kondisi anak-anak di sekitar mereka yang dalam kesehariannya tidak bisa dipisahkan dengan gawai. Mereka berdua miris melihat mayoritas anak-anak yang nongkrong di warung dengan tujuan mendapatkan sinyal wi-fi.

Kecemasan terhadap nasib anak-anak di masa depan, membuat Nicho dan Irfandi melaksanakan kegiatan yang dapat mengalihkan perhatian anak-anak terhadap gawai. Semula, Nicho dan Irfandi mengusulkan ide tentang dolanan tanpa gadget (bermain tanpa gawai) dan disampaikan kepada Komunitas Wonoayu Kreatif.

Usulan tersebut direspon dengan antusias oleh anggota komunitas. Akhirnya, pada 1 April 2018; Nicho, Irfandi, dan anggota komunitas membuat acara tentang literasi, budaya, dan kearifan lokal pada anak-anak yang melibatkan masyarakat sekitar.

Kampung Lali Gadget

Selanjutnya, pada 10 Mei 2018, Irfandi, Nicho, dan anggota komunitas menggelar kegiatan kedua bertajuk dolanan tanpa gadget. Kegiatan ini menekankan pada penguatan permainan tradisional yang lambat laun semakin dianggap marginal. Kegiatan kedua berhasil menarik minat publik, sehingga beberapa pihak mulai memberikan donasi sebagai wujud kepedulian.

Akhirnya, sebutan Kampung Lali Gadget (Kampung yang Melupakan Gawai) digunakan untuk menyebut desa-desa di Kecamatan Wonoayu, Sidoarjo. Popularitas Kampung Lali Gadget yang terus menanjak, memicu pembentukan relawan dari semua elemen pemuda Sidoarjo untuk membantu setiap kegiatan Kampung Lali Gadget. Terhitung sejak April 2019, Kampung Lali Gadget telah melaksanakan kegiatan besar sebanyak 5 season, total sebanyak 6 kegiatan roadshow bersama mitra lembaga.

Krisis sosial sebagai dampak dari kecanduan gawai, dapat diredam dengan kegiatan yang mampu mengalihkan dan menyadarkan anak-anak bahwa ada kegiatan yang lebih menyenangkan dari sekadar menggerakkan jari tangan. Pemuda-pemuda Sidoarjo sebagai relawan dalam program Kampung Lali Gadget menyediakan kegiatan-kegiatan seru dan asyik. Memicu anak-anak agar dapat melupakan gawainya, seperti olahraga, kegiatan literasi, permainan tradisional, edukasi kuliner tradisional, dan aktivitas pertanian.

Baca Juga  Dakwah, Kaderisasi, dan Integritas: Belajar dari Buya Yunahar Ilyas

Kegiatan olahraga yang disediakan bervariasi, mulai dari pencak silat, panjat dinding, hingga olahraga khas nusantara seperti sepak takraw. Ketersediaan kegiatan olahraga dapat menjembatani anak-anak yang memiliki hobi olahraga dan hanya tersalurkan lewat game yang terdapat di gawai.

Pelestarian Budaya Lokal

Kebudayaan adalah identitas suatu kelompok. Jika sebuah kelompok kehilangan kebudayaannya, maka kelompok tersebut telah kehilangan identitasnya. Masyarakat Jawa dapat dikenali sebagai Wong Jowo karena penggunaan budaya Jawa dalam tingkah polanya. Budaya-budaya tersebut seperti bahasa Jawa, pakaian khas suku Jawa, dialek, makanan khas, atau adat istiadat.

Penggunaan bahasa dan dialek ketika berbicara dapat dijadikan cara mudah mengenali identitas pembicara. Begitu juga makanan khas yang disajikan ketika berkunjung ke rumah seseorang dan kebiasaan yang dilakukan sehari-hari ketika berkumpul dengannya, dapat menjadi tolok ukur dalam mengenali identitasnya tanpa perlu bertanya.

Kemampuan mengenali dan mempertahankan identitas melalui budaya dapat mempermudah seseorang dalam berinteraksi dengan masyarakat. Oleh sebab itu, budaya lokal masing-masing daerah di nusantara perlu dipertahankan sebagai identitas kelompok sekaligus identitas bangsa.

Upaya pelestarian budaya lokal di era digital bukan hal yang mudah, sebab modernitas dianggap lebih keren dari lokalitas. Permainan tradisional mulai kehilangan popularitasnya sejak kemunculan game online dengan segala kecanggihannya. Seni tradisional dengan susah-payah mempertahankan eksistensinya, karena dikepung oleh seni kontemporer.

Kuliner tradisional juga ikut-ikutan tergerus karena resep turun-temurun kehilangan generasi penerus. Kampung Lali Gadget yang digagas oleh pemuda-pemuda Sidoarjo mampu mengambil peran dengan baik dalam menjaga keseimbangan antara lokalitas dan modernitas.

Budaya dan Permainan Tradisional

Perkembangan modernitas yang terus berkembang ke arah society 5.0, perlu diimbangi dengan penguatan budaya lokal sebagai identitas suatu bangsa. Kegiatan permainan tradisional, edukasi kuliner tradisional, dan kelas wayang dalam Kampung Lali Gadget; menjadi bukti upaya pelestarian budaya lokal yang dipandang marginal.

Baca Juga  Cerita Buya Syafii Menikmati Durian di Tepi Jalan

Permainan-permainan tradisional seperti bermain bakiak, egrang, kelereng, lompat tali, ketapel, dan telepon benang disambut dengan antusias oleh para peserta Kampung Lali Gadget. Permainan tradisional Indonesia adalah satu di antara kebahagiaan khas Nusantara yang dulu atau kini tetap menjanjikan suka dan tawa. Sebab permainan-permainan tersebut membutuhkan kebersamaan, gotong-royong, kreativitas, dan adu taktik.

Bermain bakiak, egrang, kelereng, lompat tali, dan telepon benang adalah permainan yang tidak bisa dilakukan sendirian. Bermain ketapel bisa dilakukan sendiri, tetapi tidak dapat mengukur kemampuan diri (harus ada musuh).

Hal ini membuat anak-anak harus berinteraksi dengan anak-anak lainnya agar bakiak bisa berjalan, tali bisa dilompati, telepon benang dapat digunakan untuk berkomunikasi, serta egrang dan kelereng bisa menjadi tolok ukur kemahiran diri. Adu taktik, gotong-royong, dan adu kreatifitas menjadi menambah atmosfer keseruan kegiatan dalam menentukan strategi untuk menjatuhkan lawan.

Kelas wayang yang menampilkan dalang cilik Ki Erwan Putra Herdiyanto dan edukasi kuliner tradisional seperti jemblem dan bubur tradisional, menjadi kegiatan Kampung Lali Gadget yang juga berbasis kearifan lokal. Pelestarian budaya lokal dalam program ini juga merupakan warisan yang tak ternilai harganya kepada generasi selanjutnya. Tidak adil jika generasi selanjutnya hanya diwarisi dongeng tentang egrang, wayang dan jemblem, karena egrang, wayang dan jemblem tidak bisa dipertahankan kelestariannya.

Ibu Ida (Guru TK Wonoayu 2 Sidoarjo) menyebutkan bahwa permainan tradisional di Kampung Lali Gadget membuat murid-muridnya mulai bisa bersosialisasi dengan teman sebayanya. Sedangkan Sujiwo Tejo (budayawan) mengatakan bahwa melawan kecanduan gawai dengan wayang adalah sebuah terobosan yang bagus.

***

Pemuda sebagai harapan bangsa dan calon pemimpin masa depan adalah solusi atas berbagai macam persoalan yang tidak bisa diselesaikan oleh generasi veteran. Kampung Lali Gadget Wonoayu, Sidoarjo adalah bukti peran pemuda-pemuda Sidoarjo dalam menunjukkan kepeduliaannya terhadap fenomena sosial dan masa depan bangsa.

Baca Juga  Buya Hamka: Ruh Penyemangat Perjalanan Intelektual

Inti dari keseluruhan kegiatan dalam program Kampung Lali Gadget adalah Pemuda, Nusantara, dan segala kearifan lokalnya adalah jawaban atas segala permasalahan tentang kehidupan sosial dan kemanusiaan. (Bersambung)

*) Penulis. Alumnus Magister Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Feature

Belajar dari Kosmopolitan Kesultanan Malaka Pertengahan Abad ke15

2 Mins read
Pada pertengahan abad ke-15, Selat Malaka muncul sebagai pusat perdagangan internasional. Malaka terletak di pantai barat Semenanjung Malaysia, dengan luas wilayah 1.657…
Feature

Jembatan Perdamaian Muslim-Yahudi di Era Krisis Timur Tengah

7 Mins read
Dalam pandangan Islam sesungguhnya terdapat jembatan perdamaian, yakni melalui dialog antar pemeluk agama bukan hal baru dan asing. Dialog antar pemeluk agama…
Feature

Kritik Keras Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi atas Tarekat

3 Mins read
Pada akhir abad ke-19 Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, seorang ulama Minangkabau dan pemimpin Muslim terpelajar, Imam Besar di Masjidil Haram, Mekah, meluncurkan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds