Kesalehan seseorang sering diidentikkan dengan sikap totalitas dalam menerapkan ajaran dan nilai keagamaan dalam ranah individu ataupun kolektif. Kesalehan merupakan kata imbuhan dari kata “saleh”. Kata tersebut diderivasi dari bahasa Arab shalih yang bermakna benar dan baik. Saleh dalam beragama artinya benar dan mengikuti perintah agama sesuai dengan tuntunan Allah dan rasulnya.
Namun sayangnya, rasa cinta terhadap agama yang mewujud pada prinsip kesalehan ini tidak mengkristal dengan baik ke dalam ranah kehidupan sosial, budaya, dan negara. Sikap totalitas yang mengharuskan segala lini kehidupan berlandaskan dan bernafaskan Islam, kerapkali disalahpahami dan disalahtafsirkan.
Dalam konteks kehidupan bernegara, misalnya tentang bagaimana seharusnya atau idealnya sistem kenegaraan itu berjalan. Beberapa kalangan umat Islam yang berhasrat pada penerapan ajaran Islam secara total, gencar sekali mengkampanyekan pendirian negara Islam yang menjadikan syariat sebagai rujukan hukum kenegaraan. Bahkan, guna melancarkan misinya, cara-cara kekerasan tak segan-segan digencarkan.
Kita bisa melihat bagaimana dahulu para pejuang ISIS (Islamic State of Islam and Syiria) melakukan terror dan menempuh jalur-jalur kekerasan untuk mewujudkan cita-cita mereka mendirikan “negara Islam”. Esensi ajaran Islam yang menekankan perdamaian, keadilan, ketentraman, kemanusiaan, dan kesejahteran sama sekali tidak dirasakan dalam upaya-upaya teroristik seperti ini. Tujuan yang baik tentu harus ditempuh dengan upaya-upaya yang baik pula, bukan sebaliknya.
Kesalehan dalam ranah kenegaraan harus dimaknai dan ditafsirkan dengan baik dan benar. Jangan sampai pemaknaan dan praktik kesalehan bernegara tersebut berbanding terbalik dengan prinsip-prinsip universal Islam menghendaki perdamaian, rasa cinta, ketentraman, dan kasih saying.
Pemuda Saleh Pasti Cinta Tanah Air
Kesalehan dalam konteks kehidupan bernegara bisa kita maknai sebagai rasa cinta kepada tanah air di mana kita dilahirkan. Al-Qur’an dan para mufasir sudah menjelaskan bagaimana pentingnya rasa cinta tanah air ini dimiliki oleh setiap orang muslim.
Allah berfirman dalam QS. An-Nisa: 66: “Dan sesungguhnya jika seandainya Kami perintahkan kepada mereka (orang-orang munafik): “Bunuhlah diri kamu atau keluarlah dari kampung halaman kamu!” niscaya mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka…“
Al-Imam Fakhruddin al-Razi dalam kitab Tafsir al-Kabir menafsirkan ayat di atas dengan, “Allah menjadikan meninggalkan kampung halaman setara dengan bunuh diri”. Pernyataan tersebut menjelaskan bahwa meninggalkan tanah air bagi orang-orang yang berakal adalah perkara yang sangat sulit dan berat, sama sakitnya dengan bunuh diri. Jadi, cinta tanah air merupakan fitrah yang terhunjam sangat dalam pada jiwa manusia.
Meskipun konteks ayat di atas adalah meninggalkan tanah air, namun esensi dari ayat di atas adalah bagaimana seseorang wajib mencintai tanah air di mana ia dilahirkan. Ibaratnya, meninggalkan tanah air saja dilarang apalagi menghancurkannya dari dalam menggunakan dalih-dalih ajaran Islam.
Dalam hadis Nabi pun, juga terdapat perintah untuk mencintai tanah air. Diriwayatkan dari Anas, bahwa Nabi SAW. ketika kembali dari bepergian dan melihat dinding-dinding Madinah, beliau mempercepat laju untanya. Dan apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkannya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.” (HR. Al-Bukhari, Ibn Hibban dan al-Turmudzi)
Mengomentari hadis di atas, dalam Fath al-Bari, al-Hafidz Ibnu Hajar menyatakan, “Hadis ini menunjukkan keutamaan kota Madinah dan disyariatkannya cinta tanah air.” Hal yang sama juga dikemukakan dalam kitab ‘Umdat al-Qariy oleh Badr al-Din al-‘Aini.
Al-Qur’an dan hadis sudah secara gamblang menganjurkan umat Islam untuk selalu cinta terhadap tanah airnya. Harus rela menjaganya dari berbagai macam ancaman dan tekanan dari sisi internal dan eksternal sebagai perwujudan dari keimanannya. Berbuat onar, kisruh, dan laku-laku ekstrimis tentu tidak termasuk ajaran Islam, apalagi yang dilandasi dengan dalih-dalih agama untuk mendirikan negara Islam, tentu sangat jauh dari spirit universal Islam. Maka, pemuda yang mengaku saleh, pasti harus mencintai tanah airnya. Sekian.
*Artikel ini dihasilkan atas kerjasama antara INFID & IBTimes.ID
Editor: Yahya FR