Perspektif

Pendidikan dan Permasalahan Pelajar di Masa Pandemi

3 Mins read

Saat ini dunia pendidikan di Indonesia dihadapkan pada cobaan yang sangat besar, baik dari segi pengambil kebijakan maupun pelaksananya, seperti guru dan juga pelajar. Selama pandemi COVID-19 terjadi masih akan banyak tantangan yang menghampiri dunia pendidikan Indonesia.

Beberapa waktu lalu, permasalahan organisasi penggerak sempat menjadi perbincangan karena adanya lembaga CSR yang mengikuti seleksi program Kemendikbud tersebut. Akhirnya, 3 organisasi besar yang fokus kepada pendidikan mengundurkan diri dari program tersebut.

Selain masalah di atas, masalah pendidikan juga terjadi di tengah masyarakat. Seperti banyak orang tua yang tidak paham dengan sistem pembelajaran daring. Belum lagi jika guru dari sekolah juga kurang memahami konsep yang diberikan oleh ‘atasan’nya.

Permasalahan Pelajar Saat Pandemi

Selain pemangku kebijakan, orang tua, dan guru, pelajar pun merasakan hal yang sama. Tidak sedikit pelajar yang mengeluhkan pembelajaran daring yang sangat tidak efektif. Apalagi jika terus-menerus seperti ini tanpa adanya solusi.

Permasalahan yang dialami pelajar di antaranya adalah: Pertama, tidak memahami materi yang disampaikan, karena kondisi sinyal dan juga keterbatasan media yang ada. Bahkan, tidak sedikit yang kebingungan memahami materi yang diajarkan.

Selain tidak memahami apa yang disampaikan, pelajar mengeluhkan jumlah tugas yang cukup banyak dibandingkan dengan pembelajaran secara luring atau tatap muka. Bahkan, beberapa guru lebih sering memberikan tugas dibandingkan menjelaskan materi belajar.

Hal ini hampir terjadi di semua jenjang pendidikan. Bagi orang yang mampu bisa saja memanggil guru privat untuk membantu pelajar memahami materi yang ada. Namun, bagi orang yang tidak mampu harus berusaha lebih keras agar tidak ketinggalan pelajaran.

Sarana Pendidikan yang Belum Siap

Kedua, tidak sedikit pelajar yang kekurangan akses internet dalam setiap pembelajaran melalui media sosial ataupun menggunakan video tatap muka. Hampir semua pelajar, baik di perkotaan ataupun pelosok mengalami hal ini.

Baca Juga  Semangat Dakwah Boleh, Tapi Harus Diimbangi Pengetahuan

Akses internet di perkotaan sangat bagus, namun tidak sedikit pelajar yang tidak mampu membeli kuota internet yang mencukupi. Apalagi jika materi pembelajaran harus mengunduh sejumlah video ataupun melakukan video tatap muka dalam waktu yang lama.

Untuk daerah pedesaan, pegunungan, dan juga daerah terluar, mengalami kekurangan akses internet berupa jaringan. Terkadang hanya ada satu provider yang tersedia dan harga kuotanya cukup mahal bagi seorang pelajar.

Bahkan, beberapa pelajar yang saya kenal harus mencari jaringan internet yang murah dengan cara naik atau turun gunung. Belum lagi tidak sedikit daerah di Indonesia yang belum maksimal memiliki jaringan internet

Ketiga, selain dua masalah di atas, ada satu lagi permasalahan belajar daring bagi pelajar. Yaitu tidak memiliki sarana untuk belajar daring, seperti telepon pintar ataupun laptop, atau alat lainnya sebagai penunjang pendidikan.

Bahkan, di beberapa media sempat viral terkait anak yang tidak memiliki peralatan belajar daring hingga ia lebih memilih datang ke sekolah dan belajar bersama gurunya sendirian. Tentu ini harus menjadi evaluasi bersama seluruh pihak.

Belum lagi, ada orang tua yang nekat mencuri agar anaknya tetap bisa mengikuti belajar daring. Mirisnya, orang tua tersebut dilaporkan kepada pihak yang berwajib dan dinyatakan bersalah. Ini menjadi permasalahan yang cukup serius di bidang pendidikan saat masa pandemi ini.

Hal Kecil untuk Kebersamaan

Tidak ada yang bisa disalahkan dalam permasalahan pelajar saat COVID-19, apalagi tidak ada yang mengetahui kapan wabah ini berakhir. Dan tidak bisa dipungkiri jika belajar daring tidak dilakukan, maka akan berisiko pembentukan klaster baru COVID-19.

Pemerintah melalui Kemendikbud sudah merilis bahwa dana BOS boleh digunakan untuk biaya kuota internet siswa dan juga orang tua. Namun, pelaksanaannya hingga kini belum dapat dirasakan oleh banyak pelajar, khususnya pelajar di daerah terluar.

Baca Juga  Lima Dampak Penerjemahan Buku Berbahasa Arab ke dalam Bahasa Indonesia

Ada beberapa solusi yang menurut saya dapat mengurangi frekuensi permasalahan pelajar di atas. Pertama, pelajar atau mahasiswa membentuk kelompok belajar dan bisa belajar bersama dalam lingkungan RT atau tempat tinggal setempat.

Tentu dengan memenuhi protokol kesehatan, belajar bersama di lingkungan RT dapat berjalan seperti di sekolah. Konsepnya, bagi pelajar tingkat SMP dan SMA bisa berbagi penjelasan bersama terkait suatu materi.

Misalnya pelajaran matematika, pelajar bisa saling berbagi rumus dan juga berbagi cara menjawab agar dapat memahami materi yang diberikan oleh guru di sekolah. Ataupun dengan dibimbing oleh mahasiswa yang tinggal di sekitar lingkungan tersebut. Pun untuk tingkat dasar juga demikian.

Kedua, pemasangan wifi untuk mengirit biaya kuota, hal ini sudah dilakukan di beberapa tempat. Jika satu orang pelajar bisa menggunakan kuota internet sebanyak 40-50 Gigabyte per bulan dengan harga 75-200 ribu rupiah, maka akan lebih irit jika kolektif dengan memasang wifi.

Misalnya, biaya pembayaran wifi sekitar Rp. 300.000 per bulan dengan kuota unlimited dan bisa terhubung dengan 10 pelajar sekaligus. Maka, biaya yang dikeluarkan satu orang pelajar akan lebih murah yaitu sebanyak Rp. 30.000 per bulan.

Tolong-menolong Sebagai Solusi

Ketiga, saling tolong menolong. Hal ini juga dapat mengurangi permasalahan pelajar saat masa pandemi. Misalnya, pelajar yang mempunyai kelebihan uang atau memiliki orang tua yang memiliki kelebihan dapat disumbangkan untuk pelajar yang membutuhkan.

Tolong menolong ini bisa berupa patungan membelikan kuota bagi pelajar yang memang membutuhkan. Serta dengan meminjamkan atau memberikan telepon seluler layak pakai kepada pelajar yang belum memiliki telepon seluler untuk belajar daring.

Tiga hal kecil di atas dapat dilakukan oleh semua pelajar. Jika dengan niat dan tekad saling membantu satu sama lain, maka permasalahan di atas akan segera teratasi. Tentu, hal kecil tersebut harus didukung oleh keluarga, lingkungan, komunitas, organisasi pelajar, dan pastinya pemerintah.

Baca Juga  Ruh, Modal Utama Seorang Guru

Saya berharap dengan tiga solusi di atas dapat menggugah semua pembaca, serta dapat langsung dilakukan oleh semua pihak. Agar seluruh pelajar di Indonesia tetap mengikuti pembelajaran daring dengan lancar.

Editor: Rifqy N.A./Nabhan

Avatar
17 posts

About author
Penulis
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *