Masyarakat Indonesia umumnya memahami bahwa pendidikan karakter hanya bisa dilakukan dalam ruang lingkup kelas saja. Sejak awal masyarakat Indonesia dituturkan, “bahwa kamu harus bisa baik ya dengan bapak ini, kamu jangan lupa ya salim dengan bapak-ibu guru disekolah ini”. Ya, wajar saja jika para guru memberikan pemahaman seperti itu kepada murid-muridnya.
“At the bottom, character education is about transforming the school culture, so that it becomes a school of character. The school must become a place where people speak a common ethical language and where a shared commitment to creating a culture of character is the animating spirit.” – Lickona.
Aspek yang Terlupakan
Seringkali kita menganggap bahwa struktur tatanan kelas dan pembelajaran yang rapi dapat membuat para peserta didik memahami kultur lewat pendidikan karakter sekolah itu sendiri. Mulai dari struktur birokrasi seperti ketua kelas, wakil, sekretaris, hingga rancangan pembelajaran yang terencana dengan baik.
Ungkapan ini kurang tepat dari kacamata pribadi saya. Ini karena sebelum para murid memasuki kelas, para murid terlebih dahulu diperkenalkan dengan lingkungan sekolah. Biasanya, seorang yang dianggap bijaksana dengan mengenakan ornamen “abdi negara” di dada sebelah kanan akan menjelaskan secara spesifik tentang lingkungan sekolah. Lingkungan juga berperan penting dalam membentuk karakter seseorang.
Seorang siswa mendapatkan ghirah atau semangat belajar karena lingkungan sebagai faktor internal yang ada di dalam sekolah. Faktor tersebut membentuk esensi tatanan struktural di dalam kultur sekolah. Dengannya, sekolah memberikan fasilitas yang terbaik kepada setiap peserta didik tanpa membeda-bedakan mana murid yang berprestasi atau tidak.
Pendidikan Karakter: Bagaimana yang Baik?
Karakter yang baik tidak hanya bisa terbentuk dari pendidikan formal saja, tetapi juga bisa lewat interaksi sosial di tengah masyarakat. Ia bisa menjadi sumber potensi pertumbuhan peserta didik, semisal jika ia ikut dalam komunitas hingga kegiatan-kegiatan sosial. Konsep pengembangan karakter yang dibentuk oleh komunitas, sekolah, dan lain-lain bisa berbeda-beda dalam penerapannya. Tetapi buah yang dihasilkan adalah sama, yaitu terciptanya akhlak dan moral yang baik.
Salah satu cara mencapainya adalah penguatan karakter di bidang pendidikan, karena sejak dulu pendidikan sudah dianggap sebagai suatu hal yang ‘keramat’ bagi negara. Sudah sepantasnya juga jika Indonesia menaruh ekspetasi tinggi terhadap dunia pendidikan untuk menstabilkan pendidikan karakter negara.
Tetapi bila tidak terjadi harmoni dalam dua kunci ini, ‘pendidik dan peserta didik’, maka pendidikan karakter akan sulit untuk dikembangkan. Terlebih lagi jika seorang pendidik hanya mengerjakan profesinya sebagai formalitas saja tanpa memberikan arahan yang mendalam kepada peserta didiknya.
Jika guru bisa mengerti tentang tugasnya sebagai pendidik, bukan tidak mungkin jika karakter dari seorang peserta didik akan tumbuh. Bahkan bisa dibilang kunci suksesnya pendidikan karakter terletak pada kreatifitas guru sebagai sang maestro kelas. Seperti pesan Ki Hajar Dewantara bahwa guru itu, “Ing Ngarso sing Tuladha, Ing Madyo Mangon Karso, Tut Wuri Handayani”. Maka guru semestinya adalah cerminan dari pribadi setiap anak didik yang diamanahkan padanya.
Solusi untuk Menghapus Kekerasan
Jika kita mau belajar tentang tradisi keilmuan perkembangan pendidikan karakter, maka kasus kekerasan yang terjadi di sekolah bisa diminimalisir. Maka sesungguhnya sekolah akan menjadi tempat belajar yang menyenangkan bila pelaksanaan sekolah bisa berjalan dengan kurikulum yang telah disesuaikan.
Berbeda halnya jika kita melupakan aspek tradisi untuk pendidikan karakter dalam sistematika sekolah, maka bisa saja terjadi lagi kekerasan-kekerasan di sekolah. Kasus kekerasan juga mungkin dilakukan oleh para pendidik terhadap para peserta didik mereka sendiri.
Pendidikan karakter adalah sarana penguatan jati diri dalam pribadi tiap individu bagi yang belum punya wadah penampung bakat sebagai hasil dari proses pendidikan. Tujuannya ialah membentuk individu yang mampu berekspresi dan memberikan kontribusinya dalam pengembangan penguatan pendidikan karakter lebih lanjut.
Indonesia Belum Berkarakter?
Pemerintah di tahun 2017 telah membuat sebuah program tentang pendidikan karakter yang disebut PPK (Penguatan Pendidikan Karakter). Meskipun sudah dibuat program yang dirancang oleh gugus tugas kementerian terbaik, ternyata masih ditemui kasus kekerasan terjadi dalam lingkungan sekolah.
Dalam tahun 2019 sendiri saja sudah terjadi ratusan kasus kekerasan dalam pendidikan. Padahal peran dan kontribusi guru sangat penting untuk suksesnya program penguatan pendidikan karakter tersebut demi mengurangi tindakan kekerasan. Guru dianggap sebagai pembimbing sekaligus orang tua yang mengajari para peserta didik tentang tata krama dan moral baik.
Dari media massa, saya membaca bahwa KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) mencatat terjadi 125 kasus kekerasan dalam dunia pendidikan pada tahun 2019. Kekerasan terus terjadi akibat hilangnya sikap ma’ruf pada setiap kalangan. Padahal, program penguatan pendidikan karakter yang diusung oleh Kemendikbud telah terbit pada tahun 2017. Dua tahun memang sangat singkat, tetapi jika kasus terus bertambah dan semakin naik, maka program tersebut harus segera diperbaiki. Kekerasan sejatinya tidak membutuhkan waktu, tetapi akal untuk bisa membuatnya terlaksana.
Aspek Penting dari Pendidikan Karakter
Ciri khas penguatan pendidikan karakter ialah melibatkan semua unsur yang berkaitan dalam dunia pendidikan, baik itu dari pendidik atau peserta didik. Tidak cukup itu saja, setiap komponen harus menunjukkan tingkat moralitas yang tinggi kepada para peserta didik sesuai aturan yang berlaku.
Kolaborasi pendidik dan peserta didik harus bisa sejalan untuk menjadi motor penggerak arus dinamisasi pendidikan yang harmonis antara kedua komponen tersebut. Kedua komponen ini harus berjuang bersama agar pendidikan di Indonesia menjadi maju. Meskipun kini, bagi saya sebagai seorang mahasiswa, program pendidikan karakter Kemendikbud belum terlihat sebagai solusi sebagai majunya bangsa. Tetapi ia bisa menjadi faktor membaiknya integritas negara bila program pendidikan karakter ini dikelola dengan baik.
Masa depan anak-anak Indonesia tergantung dengan siapa mereka dididik dan siapa yang mendampingi mereka dalam menjelaskan setiap aktivitas yang dijalaninya. Guru semestinya memberikan wawasan akhlak yang baik, meyakinkan bahwa dirinya selalu ada, memberikan kasih sayang dan cinta terhadap kalian.
***
Pendidikan di Indonesia masih bisa diperbaiki, seperti Kiai Ahmad Dahlan yang membangun kembali sekolah yang sudah dihancurkan oleh kerabat-kerabatnya. Semangat dalam memajukan bangsa inilah yang membuat Kiai Dahlan membangun lagi sekolahnya, karena dengan pendidikan Indonesia mampu berintegritas tinggi.
Editor : Shidqi Mukhtasor