Perspektif

Tweetwar: Ciri Khas Gerakan Mahasiswa Milenial

3 Mins read

Akhir-akhir ini, trending topic media sosial Twitter kerap kali diisi oleh tagar-tagar yang menyuarakan gugatan atas kebijakan kampus yang tidak pro terhadap gerakan mahasiswa. Salah satunya adalah penyuaraan atas kebijakan kampus yang tidak kunjung memberikan keringanan pembayaran Uang Kuliah Tunggal (UKT).

Pihak kampus yang cenderung abai dan seolah menutup mata atas keresahan mahasiswa ini, akhirnya mendorong mahasiswa menggalang dukungan yang lebih luas agar aspirasi mereka dapat didengar oleh para pemangku kebijakan.

Covid-19 dan Mahasiswa

Pandemi Covid-19 memang berdampak sangat luas, tak terkecuali bagi dunia pendidikan. Penerapan kuliah daring telah banyak merubah sistem perkuliahan mahasiswa. Dalam perkuliahan daring ini, tidak sedikit dosen yang lebih memilih untuk memberikan tugas secara terus menerus tanpa mempedulikan esensi dari proses perkuliahan itu sendiri.

Doesen  menyempitnya ruang diskusi untuk saling bertukar gagasan, tidak tersampaikannya ilmu pengetahuan dengan baik. Belum lagi berbagai tekanan akademik lainnya yang cukup membebani fisik dan juga psikis mahasiswa. Sepertinya harus diterima secara lapang dada oleh para mahasiswa.

Disisi lain, proses pelaksanaan kuliah daring ini tentu membutuhkan usaha lebih dibandingkan dengan proses perkuliahan luring. Berbeda halnya dengan perkuliahan luring yang cukup bermodalkan pena dan buku.

Perkuliahan daring ini mahasiswa harus mempersiapkan piranti yang lebih banyak. Laptop, Smartphone hingga koneksi internet yang baik harus dipersiapkan mahasiswa untuk menunjang kelancaran proses perkuliahan daring ini. Padahal, tidak semua mahasiswa adalah mereka yang memiliki fasilitas tersebut dari orang tuanya, dan tidak semua mahasiswa dapat mengakses jaringan internet dengan baik di daerahnya.

Tuntutan Kampus

Tidak berselang lama seusai pengumuman pemerintah atas kasus Covid-19 di Indonesia, sebagian besar kampus memang memilih untuk tidak mau ambil risiko terhadap ancaman penyebaran Covid-19 di lingkungan kampus masing-masing. Sehingga, seluruh aktivitas akademik termasuk aktivitas perkuliahan di kampus pun ditiadakan. Sebagai gantinya, seluruh aktivitas akademik dilakukan secara daring.

Baca Juga  Wasiat Kebangkitan Nasional di Tengah Pandemi

Logikanya, dengan aktivitas akademik yang dilakukan secara daring, maka fasilitas kampus pun tidak digunakan secara maksimal sebagaimana biasanya. Tentu hal ini akan mengurangi jumlah pengeluaran dana kampus secara signifikan.

Pelaksanaan perkuliahan daring tidak serta merta berjalan tanpa masalah. Beban tugas yang cukup banyak menguras paket internet mahasiswa, serta tidak adanya itikad baik dari pihak kampus untuk memberikan subsidi paket internet, cukup membuat mahasiswa merasa geram.

Bagaimana tidak, mahasiswa harus tetap memenuhi seluruh tuntutan akademik dengan biaya sendiri diluar biaya UKT, padahal salah satu fungsi adanya biaya UKT adalah untuk pemenuhan fasilitas penunjang aktivitas akademik.

Perang Tagar

Di tengah kondisi pandemi seperti saat sekarang ini, aksi demonstrasi memang tidak mungkin untuk dilakukan oleh mahasiswa. Anjuran pemerintah untuk melakukan physical distancing serta mematuhi protokol kesehatan, sangat tidak memungkinkan untuk menggelar aksi-aksi yang menimbulkan kerumunan massa. Alih-alih menyuarakan aspirasi, yang ada malah masuk rumah sakit rujukan karena terpapar Covid-19.

Namun demikian, bukan mahasiswa namanya kalau kehabisan akal. Melalui media sosial Twitter lah, mahasiswa menyuarakan aspirasinya kepada pihak kampus masing-masing. Adalah fitur tagar, yang kemudian menjadi alternatif mahasiswa untuk berdemonstrasi secara daring agar tuntutan-tuntutannya dapat didengar oleh para pejabat kampus.

Fitur tagar dapat dipahami sebagai upaya generalisasi topik yang sedang hangat dibahas oleh pengguna media sosial Twitter. Tagar yang sedang ramai dibahas dalam waktu yang bersamaan, dikenal dengan istilah trending topic atau topik yang sedang populer.

Indikator utama yang menentukan tagar dapat menjadi trending topic bukanlah jumlah tagar yang di cuitkan oleh pengguna Twitter secara keseluruhan. Melainkan jumlah tagar yang dicuitkan pengguna Twitter dalam waktu yang bersamaan.

Baca Juga  Hijrah Ekologi: dari Energi Fosil ke Energi Terbarukan

Trending topic inilah yang kemudian dimanfaatkan mahasiswa untuk menarik perhatian masyarakat luas. Tak terkecuali para pejabat kampus dan pihak terkait lainnya. Disisi lain, trending topic juga akan mengundang berbagai pihak untuk turut serta mengamati serta mengkritisi isu yang diaspirasikan oleh mahasiswa.

Harapannya hal ini dapat ‘menyentil’ pihak-pihak terkait agar lebih responsif terhadap keresahan yang disuarakan oleh mahasiswa di akar rumput.

Gerakan Mahasiswa Milenial

Terhitung sejak aksi #GejayanMemanggil dan #ReformasiDikorupsi menyeruak pada tahun 2019 silam. penggunaan tagar memang kerap kali dipilih sebagai salah satu alternatif untuk melakukan gerakan mahasiswa. Sejak aksi tersebut berhasil mengonsolidasi aliansi mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi untuk bersatu menyuarakan tuntutan terhadap pemerintah yang sewenang-wenang.

Penggunaan tagar memang kerap dipilih oleh mahasiswa untuk menggalang dukungan massa yang lebih luas. Penggunaan tagar dinilai lebih praktis serta efisien dibandingkan harus melakukan konsolidasi secara konvensional.

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan, tidak terkecuali gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa saat ini digawangi oleh mereka para milenial yang tumbuh ditengah perkembangan teknologi dan informasi yang sangat pesat.

Meskipun model gerakan mereka masih termasuk dalam “genealogi” dari gerakan mahasiswa sebelumnya. Tetapi gerakan mahasiswa milenial memiliki ciri khasnya tersendiri. Masifikasi penggunaan sosial media sebagai wadah untuk melakukan kampanye serta propaganda gerakan.

Tanpa menghilangkan ruh dan esensi dari gerakan mahasiswa itu sendiri, setiap era memang memiliki ciri khasnya masing-masing. Tidak terkecuali mahasiswa milenial yang hidup ditengah-tengah kemudahan dalam mengakses arus informasi. Namun, derasnya informasi ini tentu memiliki tantangan yang lebih besar bagi gerakan mahasiswa.

Dimana, teknologi informasi yang merupakan ciri khas dari gerakan mahasiswa milenial ini, dapat menggantikan kebenaran yang asli dengan mengaburkan batas antara fakta dan opini.

Baca Juga  Home Learning: Antara Pembangunan Karakter dan Pembelajaran Berbasis Projek

Editor : Rizki Feby Wulandari

Avatar
1 posts

About author
Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…
Perspektif

Murabahah dalam Tinjauan Fikih Klasik dan Kontemporer

3 Mins read
Jual beli merupakan suatu perjanjian atau akad transaksi yang biasa dilakukan sehari-hari. Masyarakat tidak pernah lepas dari yang namanya menjual barang dan…
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *