Perspektif

Pendidikan Seksual Sejak Dini: Upaya Pencegahan Pelecehan Seksual

2 Mins read

Rasanya tak henti henti berita tentang pelecehan seksual terhadap anak. Mirisnya, pelecehan tersebut dilakukan di tempat pendidikan dan oleh orang yang seharusnya menjadi teladan.

Tentu ini dilakukan oleh oknum yang memanfaatkan kondisi dan statusnya sebagai orang tersohor di mata korban. Hanya saja, darurat pelecehan ini perlu menjadi perhatian oleh semua kalangan, baik itu pihak sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya serta para orangtua.

Orangtua merupakan madrasah pertama untuk anak. Allah mengamanahkan seorang anak untuk dijaga, dididik, dan diberikan kasih sayang. Walaupun waktu yang terbagi dengan pekerjaan dan kesibukan lainnya, bukan berarti abai terhadap anak. Bukankah bekerja itu untuk anak? Maka dari itu, anaklah yang harus menjadi perhatian pertama dan utama daripada yang lainnya.

Dalam membersamai anak, penting kiranya orang tua memberikan edukasi seksual kepada anak. Meski dalam hal ini masih dipandang tabu, hanya saja anak yang sekarang tentu bukanlah generasi yang sama dengan kita sebagai orangtua.

Zaman sekarang anak sudah bisa mencari informasi sendiri, lebih kritis, dan dihadapkan dengan tantangan globalisasi dan modernisasi lainnya yang sulit untuk dibendung. Maka pendidikan seks sejak dini seharusnya tidak lagi menjadi sesuatu hal yang tabu untuk dilakukan.

Memberikan edukasi seks kepada anak tentunya diberikan dengan kemasan yang disesuaikan untuk anak. Misalnya, ketika anak bertanya tentang laki-laki dan perempuan, ketika anak menyadari bagian bagian sensitif, serta kondisi lainnya, maka kita bisa mulai masuk untuk memberikannya pemahaman mengenai seks sehingga bisa meminimalisir terjadinya kejahatan pelecehan seksual.

Memberikan pemahaman kepada anak tentang seks bisa dimulai dengan memberitahukan bagian-bagian tubuh yang boleh dan tidak boleh disentuh oleh orang lain.

Baca Juga  MUI: Pemerintah Jangan Tutup Mata Terhadap Isu Kekerasan Seksual!

Selain itu, anak juga diberikan pemahaman mengenai alasan dan akibatnya serta apa yang harus dilakukan jika ada orang lain yang melakukan hal tersebut. Dengan cara seperti ini anak bisa memproteksi diri dari tindakan pelecehan seksual.

***

Kemudian, mulai membiasakan anak berpakaian menutup aurat. Meski secara hukum belum wajib, tetapi dengan adanya kebiasaan ini anak akan menjadi paham bahwa ia harus menjaga dirinya dari pandangan orang lain.

Selanjutnya, berikan anak pemahaman terkait mahram dan bukan mahram. Memberikan pemahaman terkait hal ini akan menjadikan anak menjaga dirinya dan tidak mudah disentuh atau menyentuh orang lain. Anak akan senantiasa menyadari dengan siapa ia berinteraksi.

Hal lain yang perlu diperhatikan oleh orang tua adalah terkait tontonan anak. Pada saat ini anak bisa mengakses apapun dan kapan pun yang ia mau. Sementara, kita tahu bahwa tontonan yang ada tidak semuanya sehat, termasuk tontonan di TV. Cegah dan awasi anak untuk tidak menonton tayangan yang menjurus pada percintaan dan batasi penggunaan gadget.

Orangtua pun bisa melakukan koordinasi dengan sekolah untuk menyamakan visi dan misi. Sekolah bisa membuat aturan untuk membatasi pergaulan lawan jenis, meski dengan gurunya sendiri.

Artinya dari sejak kecil pemahaman yang telah disebutkan di atas harus sudah diimplementasikan pada tataran praktis. Dengan adanya kerjasama dari pihak sekolah akan menciptakan lingkungan yang sehat sehingga membentuk kepribadian baik terhadap anak.

Aturan aturan yang dibuat bisa seperti melarang anak didik untuk bersalaman dengan guru atau murid berbeda jenis. Ada pengawasan ketika anak sedang bermain sehingga terjaga pergaulan antara anak laki laki dengan perempuan.

Menyediakan tempat wudu yang tertutup dan mengawasi anak sebelum dijemput oleh orang tua. Selain itu guru laki-laki dan perempuan pun harus memberikan contoh kepada anak dengan tidak berinteraksi dengan guru lainnya yang berbeda jenis, kecuali pada masalah masalah penting saja.

Baca Juga  IM, Kekerasan Seksual, dan Peran PTM
***

Edukasi seks terhadap anak didalam Islam tidak seperti apa yang digagas oleh Negara Barat yang cenderung bertujuan untuk diri sendiri dan mencegah dari terjadinya hubungan seks yang tidak diinginkan, sehingga jika hubungan tersebut dilakukan dengan suka sama suka menjadi tidak ada masalah. Di dalam Islam, tujuan edukasi seks itu untuk menciptakan pergaulan yang bermoral, menjadikan pernikahan sebagai satu satunya jalan untuk menghalalkan pergaulan, serta mempunyai dampak dunia dan akhirat.

Tujuan tujuan mulia itu semua akan tercapai jika ada sinergi antara semua pihak,  baik itu orangtua yang mempunyai tanggungjawab utama dan sekolah sebagai wakil dari orang tua untuk membina, memberikan ilmu, serta membentuk anak menjadi generasi penerus yang sehat moral dan berkualitas.

Editor: Yahya FR

Avatar
2 posts

About author
Dosen Hukum Ekonomi Syariah STAI Sabili Bandung
Articles
Related posts
Perspektif

Fenomena Over Branding Institusi Pendidikan, Muhammadiyah Perlu Hati-hati!

4 Mins read
Seiring dengan perkembangan zaman, institusi pendidikan di Indonesia terus bertransformasi. Arus globalisasi tentu memainkan peran penting dalam menentukan kebutuhan pendidikan di era…
Perspektif

Hakim, Undang-Undang, dan Hukum Progresif

3 Mins read
Putusan hakim idealnya mengandung aspek kepastian, keadilan, dan kemanfaatan. Dalam implementasinya tidak mudah untuk mensinergikan ketiga aspek tersebut, terutama antara aspek kepastian…
Perspektif

11 Kategori Pengkritik Jurnal Terindeks Scopus, Kamu yang Mana?

2 Mins read
Dalam amatan penulis, ada beberapa kategori pengkritik jurnal terindeks scopus. Dalam tulisan ini, setidaknya ada 11 kategori yang saya temui. Berikut ulasan…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *