Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kabupaten Gunungkidul secara serentak mengadakan Pembinaan Mubaligh Muhammadiyah se-Kabupaten Gunungkidul pada hari Sabtu tanggal 19 September 2020. Salah satunya adalah yang diadakan di Pimpinan Cabang Kapanewon Semin. Acara diselenggarakan di Kantor Pimpinan Cabang Muhammadiyah Semin
Acara tersebut diselenggarakan berdasarkan kepada Surat Edaran Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Daerah Istimewa Yogyakarta nomor 109/EDR//11ED/2020 tanggal 6 Syawal 1441 H bertepatan dengan 06 Juni 2020 tentang protokol kesehatan dalam Ibadah di Masjid/Mushala Pimpinan Daerah Muhammadiyah di Gunungkidul.
Hadir dalam acara tersebut Bp. Untung Santosa,M.A, Drs. Ngatemin, M.A dan Mahmud Fauzi, M.A dari PDM Gunungkidul, para Pimpinan Cabang Muhammadiyah Semin, dan para Mubaligh Muhammadiyah se-Kapanewon Semin. Tiga materi disampaikan pada waktu itu, yaitu tentang Kompetensi Mubaligh Muhammadiyah, Mengukuhkankan Wawasan Kebangsaan Mubaligh Muhammadiyah Gunungkidul, dan Moderasi Beragama.
Kompetensi Mubaligh Muhammadiyah
Mubaligh adalah orang yang meyampaikan. Tugas mubaligh adalah menyampaikan ajaran Islam sesuai tuntunan Al-Qur’an dan hadis kepada umat manusia, mengajak manusia untuk berbuat dan menjauhi segala kemungkaran. Kompetensi diartikan sebagai pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang sduah dikuasai sehingga mampu melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya. Kompetensi mubaligh adalah pengetahuan, pemahaman, dan perilaku serta kemampuan tertentu yang harus dimiliki seorang mubaligh agar dapat melakukan tugasnya dengan baik.
Menurut Abdul Munir Mulkhan, kompetensi mubaligh dapat dibedakan menjadi dua yaitu; kompetensi substantif dan kemampuan metodologis.
Pertama, Kompetensi Substantif
Kompetensi substantif mencakup tujuh kemampuan dasar bagi seorang mubaligh, yaitu; a) pemahaman agama Islam yang tepat, cukup, dan benar, b) pemahaman hakikat gerakan dakwah, yaitu gerakan amar ma’ruf nahi munkar berdasarkan Al-Qur’an dan hadis, c) memiliki akhlaqul karimah sebagai pakaian hariannya, d) memiliki pengetahuan umum yang relatif luas agar penyuguhan materi dakwahnya menjadi lebih menarik, e) mencintai audiens yang tulus seperti tekun, tulus, sabar, pemaaf, g) mengenal kondisi lingkungan dengan baik, h) memiliki rasa ikhlas liwajhillah. Seorang mubaligh harus memiliki semboyan, “Kami bertabligh kepadamu semata-mata hanya karena Allah. Kami tidak meminta imbalan darimu dan tidak pula mengharapkan pujian.”
Kedua, Kompetensi Metodologis
Kompetensi metodologis yaitu sejumlah kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang mubaligh dalam perencanaan dan metodologi dakwah. Kemampuan metodologis yang harus dimiliki seorang mubaligh adalah; a) mubaligh harus mampu mengidentifikasi permasalahan dakwah yang dihadapi, yaitu mampu mendiagnosis dan menemukan kondisi keberagaman objek dakwah yang dihadapi, b) mubaligh harus mampu mencari dan mendapatkan informasi mengenai ciri-ciri objektif dan subjektif objek dakwah serta kondisi lingkungannya, c) berdasarkan informasi yang diperoleh, mubaligh harus mampu menyusun lanjutan perencanaan kegiatan dakwah sesuai dengan perencanaan yang ada, d) kemampuan merealisasikan perencanaan tersebut atas pelaksanaan kegiatan dakwah agar dia mampu melaksanakan dakwah dengan efektif dan efisien.
Kompetensi Wawasan Kebangsaan Mubaligh Muhammadiyah
Wawasan kebangsaan Mubaligh Muhammadiyah sudah selesai dan tidak perlu diragukan. Ketika Indonesia merdeka, Muhammadiyah sudah berumur 33 tahun, berdiri 1912. Tanggal 18 Agustus 1945, andaikata tidak ada pemikiran dari tokoh-tokoh Muhammadiyah, sidang Pancasila di PPKI sudah deadlock.
Sila “Ketuhanan dengan Kewajiban Menjalankan Syariat Islam bagi Pemeluknya”. Itu wajar karena 90% penduduk Indonesia adalah muslim, dan tokoh-tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan adalah kebanyakan orang Islam.
Konon, masyarakat Indonesia bagian timur memilih memisahkan diri jika tujuh kata itu dipertahankan. Mas Parji Singodimejo, tokoh Muhammadiyah yang duduk di PPKI, ketika dilobi oleh bung Hatta tentang tujuh kata tersebut, tidak berani memutuskan sebelum minta fatwa Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah yaitu Ki Bagus Hadikusumo. Ki Bagus Hadikusumo setuju dengan syarat mengganti menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dan usul ini disetujui.
Bagi Muhammadiyah, NKRI, UUD 45, dan Pancasila yang lahir 18 Agustus 1945, adalah selesai/sudah final dengan rumusan Pancasila seperti tertulis dalam Pembukaan UUD 45 yang disahkan oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Bagi Muhammadiyah, NKRI, UUD 45, dan Pancasila, adalah darul wahdi wa syahadah (negeri hasil kesepakatan).
Secara faktual dan sejarah, Pancasila sudah pernah diganti dengan UUD RIS, dan akhirnya ada dekrit Presiden 5 Juli1955 oleh Ir Soekarno, kita kembali kepada UUD 1945 yang berakar pada Piagam Jakarta (Jakarta Charter) 22 Juni 1945. Muhammadiyah menjunjung tinggi kesepakatan itu.
Moderasi Islam
Pengertian pokok Moderasi Islam adalah mengacu kepada pengertian ummatan washatan (wasathiyah al-Islam) (Qs. Al-Baqarah: 143);
وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إِلا لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلا عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihanagar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia. (Qs. Al-Baqarah: 143)
Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan umat manusia mana yang taat dan mana orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat. Itulah ummatan wasathan.
Dalam Al-Qur’an, terdapat beberapa ayat yang menunjukkan misi agama Islam, karakter ajaran Islam, dan karakter umat Islam. Misi utama Islam adalah rahmatan lil ‘alamin (Qs.Al-Anbiya’: 107), Islam adalah agama yang sesuai dengan fitrah manusia (Qs. Ar-Rum: 30), umat Islam adalah umatan wasathan/umat pertengahan (Qs. Al-Baqarah: 143), umat Islam harus menegakkan kebenaran/hanif (Qs. Rum: 30), menegakkan keadilan (Qs. Al-Maidah: 8), dan kebaikan agar menjadi umat terbaik/khairah ummah (Qs. Ali Imran: 110).
Muhammadiyah sudah sejak berdirinya sudah moderat (wasathan), tidak melenceng ke kanan atau pun ke kiri, hanya berdakwah bar-amar ma’ruf nahi munkar yang sesuai dengan sumber aslinya, yaitu Al-Qur’an dan hadis yang mutawatir.
***
Umat Islam di Indonesia dewasa ini menghadapi tantangan dari sikap keagamaan yang ekstrem/berlebihan. Tantangan yang sudah jahilyah adalah TBC (Tahayul, bid’ah, dan khurafat). Penyakit/tantangan zaman modern dan terpelajar adalah SIPILIS (Sekuler, Pluralis, dan Liberal). Sekuler adalah paham yang memisahkan antara agama dan kehidupan bermasyarakat. Ada pepatah, “Orang muslim beribadah silakan bahkan difasilitasi, orang muslim berdagang diawasi, dan orang muslim berpolitik harus dibunuh.”
Pluralisme adalah paham yang mengajarkan bahwa semua agama itu sama. Semua bertujuan ke surga, hanya jalannya yang berbeda. Ini bisa membentuk agama baru hasil sinkritisme. Liberal adalah paham bahwa hidup itu bebas, tidak terikat pada salah satu agama saja. Kebenaran diukur dari segi akal yang bersifat positif dan pragmatis. Orang ini adalah orang yang tidak mau diatur,
Ada pula ekstrim kanan (radikal), sangat kaku dalam beragama dengan membuang jauh-jauh penggunaan akal. Esktrem kiri (liberal) sangat longgar dan bebas dalam memahami sumber ajaran Islam sehingga menggunakan sangat bebas dalam menggunakan akal sebagai tolok ukur kebenaran sebuah ajaran.
Di samping penekanan dari paham sekularis (memisahkan agama dan kehidupan sosial), ada kapitalis (usaha dan bisnis), komunis/atheis. Semua itu bekerja sama mengobrak-abrik riligiusitas umat Islam Indonesia.
Dalam konteks inilah, moderasi Islam yang ramah, toleran, terbuka, fleksibel, dapat menjadi jawaban atas kekhawatiran konflik terjadi dalam masyarakat multikultural. Moderasi Islam tidak berarti mencampur-adukkan kebenaran dan dan menghilangkan jati diri masing-masing, dan tidak memilki sifat yang jelas dalam setiap persoalan.
Moderasi Islam menekan pada sikap keterbukaan menerima bahwa di luar diri kita masih ada orang lain yang berbeda dengan kita, baik suku, adat, kebiasaan, dan lain-lain. Dengan keyakinan itu, moderasi Islam akan mengantarkan kepada sikap keterbukaan, toleransi, dan fleksibel dalam bertingkah dan berlaku adil atas sesama tanpa harus memandang latar belakang agama, ras, suku, dan bahasa. Itulah inti moderasi Islam yang telah dicontohkan para pendahulu mulai dari nabi, sahabat, dan para ulama seluruh Indonesia.
Ciri-ciri Islam moderat adalah; a) tawasuth (mengambil jalan tengah) yaitu pemahaman dan pengamalan yang tidak ifrath (berlebihan) dan tafrith (mengurangi ajaran agama), b) tawazun (berkeseimbangan) yang meliputi semua aspek kehidupan duaniawi-ukhrawi, dapat membedakan antara inhiraf (penyimpangan) dan ikhtilaf (perbedaan), c) i’tidal (lurus dan tegas), d) tasamuh (toleransi), e) muswah (egaliter), f) syura (bermusyawarah), g) islah (reformasi), h) aulawiyah (mendahulukan yang prioritas), i) tathawwur wa ibtikar (dinamis dan enovatif) terbuka untuk melakukan perubahan.