Tarikh

Perjanjian Najran dan Perang Khaibar: Bukti Rasulullah Menjamin Hak Non Muslim dalam Bernegara

4 Mins read

Mayoritas ulama Ahl al-Sunnah Wal Jamaah sejak awal bersepakat (Ijma’) bahwa zaman Rasulullah Saw adalah zaman keemasan Islam. Model dakwah di era Nabi Muhammad Saw juga model dakwah yang paling ideal. Rasulullah Muhammad Saw senantiasa mengedepankan dakwah dengan hikmah dan kebijaksanaan, kecuali dalam keadaan terpaksa.

Tidak ada Nabi atau utusan Allah Swt yang sebanding dengan Rasulullah Saw. Khususnya dalam melindungi kepentingan umat Islam sendiri. Lalu, bagaimana Nabi Muhammad Saw melindungi warga masyarakat lain?

Rasulullah dan Perjanjian Najran

Rasulullah Saw telah memberikan teladan ideal bagi kita bersama. Tepat ketika beliau melindungi dan menjamin hak-hak sipil warga masyarakat selain umat Islam. Termasuk ketika Nabi Muhammad Saw memberi jaminan status konstitusional kepada kaum Nasrani Najran saat itu.

Jaminan perlindungan ini berbentuk perjanjian damai, maklumat bersama, kontrak sosial dan kesepakatan kedua pihak. Kemudian dikenal masyhur dengan sebutan Perjanjian Najran (Shulh Najran) pada tahun 10 Hijriyah.

Jaminan perlindungan Nabi Muhammad Saw kepada Kaum Najran ini sekaligus menjadi salah satu momen paling bersejarah yang harus tetap menjadi acuan kita sebagai umat Islam dalam berbangsa dan bernegara. Tentunya bersama para pemeluk agama yang lain.

***

Imam al-Tabrani dalam kitab Tafsir al-Kabir (Vol 3, h. 162), Imam Ibnu Sa’ad dalam kitab Tabaqat al-Kubra (Vol 1, h. 288) dan Imam al-Baladhuri dalam kitab Futuh al-Buldan (Vol 1,h. 90) mengutip riwayat yang secara langsung terkait dengan Jaminan dan perlindungan Rasulullah Saw kepada Kaum Nasrani Najran, sebagaimana kutipan pendek berikut:

“Dengan Nama Allah Swt yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Surat ini merupakan jaminan perlindungan Rasulullah Muhammad Saw kepada kaum Nasrani Najran bahwa seluruh kaum Nasrani Najran berada dalam jaminan perlindungan Allah Swt dan jaminan perlindungan Rasulullah Muhammad Saw, baik darah, jiwa, harta, agama, tanah, pendeta dan uskup mereka; mereka yang hadir dan yang absen dari kalangan mereka serta yang lainnya; termasuk semua utusan dan para simpatisan mereka. Kepercayaan mereka tidak boleh diganggu, termasuk hak mereka dan para simpatisannya. Uskup dan pendeta mereka tidak boleh diganggu karena keuskupan dan kependetaan mereka, termasuk ritual dan sakramen mereka atas apa yang mereka miliki, baik sedikit maupun banyak. Mereka juga tidak boleh dibebani melebihi kemampuan mereka”.

Imam Humaid bin Zanjawih dalam kitab al-Amwal (h. 244-245) mencatat, setelah Rasulullah Muhammad Saw meninggal dunia, perjanjian Najran (Shulh Najran) ini tetap diberlakukan hingga masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq ra.

Baca Juga  Kemenlu: Jadikan Indonesia Sebagai Contoh Penerapan Islam Rahmatan lil Alamin

Perjanjian ini mengalami beberapa kali amandemen di masa Khalifah Umar bin al-Khattab dan juga perubahan di era Khalifah Usman bin Affan. Disebabkan beberapa perubahan sosial kemasyarakatan saat itu. Namun demikian, jaminan perlindungan atas hak-hak warga masyarakat yang menjadi ruh konstitusi (perjanjian) ini tetap lestari dan utuh.

Rasulullah dan Maklumat Perang Khaibar

Selain Perjanjian Najran (Shulh Najran), saat berdakwah di wilayah Khaibar, Rasulullah Saw juga secara publik memaklumatkan peraturan tentang hak kepemilikian penuh pemeluk Yahudi Khaibar yang tidak boleh diganggu gugat.

Maklumat Khaibar ini tertuang dalam hadis Nabi Muhammad Saw melalui jalur riwayat Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab Musnad Ahmad  (Vol 4, h. 89), Imam Abu Dawud dalam kitab al-Sunan  (Vol 3, 356) dan dikutip juga oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Quran al-Adhim (Vol 8, h. 294) dari sahabat Khalid bin al-Walid ra, sebagai berikut: “Kami pernah ikut berperang bersama Rasulullah Muhammad Saw dalam perang Khaibar. Setelah mengetahui kemenangan, maka para sahabat dengan cepat masuk ke dalam benteng Kaum Yahudi.”

Tiba-tiba Rasulullah Muhammad Saw memerintahkan aku untuk mengumandangkan adzan. Kemudian Nabi Muhammad Saw bersabda seraya menyeru: “Sesungguhnya kalian telah masuk dengan bergegas ke dalam benteng kaum Yahudi. Ingatlah, harta orang-orang Yahudi yang dalam perjanjian (amwal al-mu‘ahidin) tidak halal bagi kalian semua kecuali dengan alasan yang benar”.

Imam al-Thabrani dalam kitab al-Mu‘jam al-Kabir (Vol 4, 111) mencatat, maklumat Rasulullah Muhammad Saw ini senada dengan beberapa riwayat hadis lain yang berbunyi berikut: “Ingatlah kalian semua, tidak halal harta non muslim yang berada di dalam perjanjian tanpa alasan yang benar”.

Imam al-Daruquthni dalam kitab al-Sunan  (Vol 4, 287) juga meriwayatkan hadis yang senada dengan redaksi berbeda, bunyinya sebagai berikut: “Sahabat Khalid bin al-Walid Ra berkata: dalam perang Khaibar, Rasulullah Muhammad Saw mengharamkan harta non Muslim yang berada dalam ikatan perjanjian (amwal al-mu‘ahidin).”

Dilanjutkan di Masa Abu Bakar

Imam al-Baihaqi dalam kitab al-Sunan al-Kubra (Juz 9: 85) menulis, jaminan perlindungan yang diteladankan Rasulullah Saw di atas dilanjutkan oleh hampir mayoritas pembesar sahabat penerus. Salah satunya di era khalifah Abu Bakar al-Shiddiq ra. Di era ini, warga sipil diperlakukan sama dan setara sebagaimana warga muslim lainnya.

Baca Juga  Karakter Zuhud: Bukan Anti Dunia, Tapi Hidup Sederhana

Terbukti, dalam setiap ekspedisi militer, Abu Bakar al-Shiddiq selalu memberikan perintah khusus kepada komandannya, sebagai berikut:

“Janganlah kalian semua berbuat kerusakan di muka bumi dan janganlah melanggar perintah. Janganlah engkau menebang dan membakar pohon kurma. Janganlah engkau menyembelih binatang dan janganlah menebang pohon yang sedang berbuah. Janganlah merobohkan tempat ibadah, janganlah membunuh anak-anak, orang tua renta dan wanita-wanita. Kalian akan menjumpai orang-orang yang berlindung di tempat-tempat ibadah, maka biarkanlah mereka itu dan tempat persembunyian mereka itu”.

Husain al-Din al-Hindi dalam kitab Kanz al-Ummal juga menulis, Abu Bakar al-Shiddiq Ra selama berdakwah juga memberi batasan dan larangan, termasuk melarang kepada setiap pasukan Islam untuk mengeksekusi orang yang lemah tak berdaya, orang yang sakit, dan termasuk di dalamnya para tokoh-tokoh agama. Kemudian merobohkan tempat ibadah, dan melarang siapapun yang berlindung di tempat-tempat ibadah tidak boleh dilukai, disakiti terlebih hingga sampai menumpahkan darah mereka.

Berdasarkan riwayat dan hadis yang menjelaskan tentang perjanjian, maklumat, deklarasi dan dokumen kesepakatan antara Rasulullah Saw dengan Kaum Nasrani Najran dan Kaum Yahudi Khaibar serta teladan Khalifah Abu Bakar al-Shiddiq ra di atas, maka setiap warga sipil berhak mendapatkan jaminan perlindungan.

Lima Poin Penting

Dari kisah-kisah di atas, bisa disimpulkan beberapa poin penting:

Pertama, setiap warga masyarakat apapun latarbelakang agama dan sukunya yang terikat dalam perjanjian damai harus mendapatkan perlakuan yang sama dan setara di mata hukum.

Kedua, kita sebagai individu maupun kelompok dalam kapasitas apapun, baik sebagai pemimpin atau pejabat maupun warga biasa harus senantiasa merujuk teladan Rasulullah Muhammad Saw, yakni memberi rasa aman, nyaman dan jaminan perlindungan kepada setiap warga masyarakat apapun latarbelakang agama dan sukunya dari gangguan apa saja.

Baca Juga  Bagaimana Al-Qur'an dan Filsafat Merespon Fenomena Bunuh Diri?

Ketiga, kita perlu mendorong pemerintah Indonesia melindungi dan menjamin kehormatan, nyawa, dan kepemilikian harta benda setiap masyarakat apapun latarbelakang agama dan sukunya.

Keempat, masyarakat harus melindungi dan turut menjaga tempat ibadah setiap warga masyarakat apapun latarbelakang agama dan sukunya agar terjaga kesuciannya.

Kelima, setiap warga masyarakat apapun latarbelakang agama dan sukunya memiliki hak otonom dan setara untuk bisa menentukan pemimpin mereka sendiri. Tanpa kemudian boleh dicampuri oleh kepentingan di luar pemeluk mereka sendiri.

Wallahu A’lam bisshawab.

Editor: Saleh

Avatar
1 posts

About author
Dosen Ilmu al-Quran dan Tafsir UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *