Tarikh

Strategi Dakwah Habib Ali bin Abdul Ghadir di Ujung Barat Banyuwangi

3 Mins read

Tepat di sisi ujung barat Kabupaten Banyuwangi, terdapat satu kecamatan yang lebih kental akan suku Madura. Kalibaru namanya, adalah kawasan lembah di bagian selatan gunung Raung dengan tanah perkebunan yang subur. Tak heran jikalau penduduknya terbilang sedikit keras.

Kecamatan inilah kiprah dakwah Habib Ali bin Abdul Ghadir membumikan Islam santri dengan akhlaknya. Nama lengkap beliau yaitu Habib Ali bin Abdul Ghadir bin Abdurrahman bin Ahmad Ba’adil al-Musawwah. Habib Ali merupakan keturunan seorang ulama dari Hadramaut, Yaman. Abah beliau Habib Abdul Ghadir, juga pendakwah Islam tepatnya di kawasan Tapal Kuda, yang meliputi: Situbondo, Bondowoso, Jember, Lumajang, dan Banyuwangi.

Habib Ali bin Abdul Ghadir dan Islam di Banyuwangi 

Islam di Banyuwangi bisa dikatakan paling muda dibanding kawasan pulau Jawa yang lain, dikarenakan Kerajaan Hindu Blambangan-lah yang terakhir kali runtuh. Dengan hadirnya Syekh Maulana Malik Ibrahim alias Raden Paku, Islam dahulu mulai dikenal di Banyuwangi ketika berhasil mempersunting putri Raja melalui sayembara. Siapa pun yang bisa menyembuhkan putri Raja dari penyakitnya, waktu itu boleh mempersuntingnya. Dari situ, Raden Paku mulai mempengaruhi para pimpinan kerajaan. Meski dari pihak raja menolaknya, Raden Paku tetap gigih mendakwahkan Islam waktu itu.

Singkat cerita, dalam catatan sejarah, Islam mulai masuk di kawasan Kalibaru dalam periode awal dibawa oleh Datuk Ibrahim. Ia adalah seorang ulama masyhur yang memiliki kontribusi besar dalam penyebaran Islam di tanah Sulawesi, Bali, hingga sampai ke Banyuwangi, yang waktu itu masih kental ke-Hinduannya. Kini, makam Datuk Ibrahim terletak di Lasem, Banyuwangi Kota.

Meskipun begitu, masyarakat pemeluk Islam tidak seutuhnya menjalankan syariat, akan tetapi hanya sekedar identitas saja. Bisa dibilang sebagai Islam abangan, itulah kondisi masyarakat Kalibaru waktu itu, begitu gersang dari dakwah Islam. Dulu, sebelum datangnya Habib Ali, juga terdapat pendakwah Islam setelah Datuk Ibrahim. Salah satunya adalah bujuk kemis (kamis) atau nama aslinya Sayyid Yusuf, kini makamnya terletak di lereng bukit daerah Kalibaru Manis.

Baca Juga  Safari Akhlak Bersama Sayyid, Habib ala Iran

Strategi Dakwah ala Nabi

Berbicara tentang Islam abangan, tentu tidak jauh dari yang orang jawa menyebutnya “molimo”: maling, madat atau mabuk, maen atau judi, madon atau bermain perempuan, mateni atau membunuh. Tutur Habib Ali, begitulah kondisi Kalibaru kala itu.

“Tapi untuk wilayah sini, walaupun Islam sudah banyak, tapi abangan semua, rampok dan maling di sini banyak sekali, waktu saya baru kesini,” tutur beliau.

Sebagai keturunan Habaib, Habib Ali pun juga ikut serta mendakwahkan Islam. Terutama di kawasan Kalibaru, mengikuti jejak abahnya. Mengingat waktu itu lebih dominan Islam abangan, Habib Ali menyusun strategi dakwahnya begitu jeli. Beliau terlebih dahulu mendekati para preman/bajingan/orang yang ditakuti di tiap desa yang terdapat di Kecamatan Kalibaru.

Habib Ali ternyata langsung mendatangi para preman tersebut dan mengajaknya jalan-jalan ke berbagai tempat, di mana pun Habib Ali pergi. Dari situ, Habib Ali mulai memberi nasihat-nasihat dan dakwah kepada preman tersebut.

Mayuh norok engkok (Ayo ikut saya jalan-jalan),” tuturnya.

Mengapa beliau memilih jalan demikian? Sebab, beliau tahu betul bagaimana pengaruhnya terhadap pengaruh perkembangan Islam santri di daerah Kalibaru. Beliau juga beranggapan bahwa jika seorang preman bertobat, maka ia akan menjadi orang-orang yang benar-benar saleh dan taat beragama. Itulah mengapa Habib Ali begitu dikenal oleh kalangan preman-preman, mulai dari ujung barat Kabupaten Banyuwangi (Kalibaru) hingga sampai daerah Rogojampi.

Tidak hanya di daerah Banyuwangi semata, bahkan Habib Ali juga mensyiarkan dakwah di beberapa kabupaten di Jawa Timur. Memang bukan hal yang mudah, namun dengan akhlak yang baik, menurut sang habib, justru Islam mudah diterima oleh banyak kalangan. Begitulah strategi dakwah beliau di tanah Kalibaru.

Baca Juga  Pesan Islam Cinta Sang Habib Muda

***

Hal ini juga serupa dengan apa yang dilakukan baginda Nabi Muhammad ﷺ. Sebagaimana waktu itu seorang Umar bin Khattab yang begitu ditakuti oleh penduduk Makkah. Bahkan Umar begitu benci dan berniat ingin membunuh Nabi. Akan tetapi, dengan akhlak yang baik dan berkat doa Nabi Muhammad ﷺ, Umar justru menjadi orang yang begitu cinta terhadap Nabi dan menjadi garda terdepan jikalau Nabi terancam.

“Ya Allah, muliakanlah Islam dengan salah satu dari dua Umar, Umar bin Khattab dan Umar bin Hasyim,” begitulah doa Nabi.

Berkat kegigihan Habib Ali meneruskan estafet dakwah ayahnya di tanah Jawi (Nusantara) tidaklah memandang bulu. Sama halnya dengan panutan umat muslim Nabi Muhammad ﷺ, yang mensyiarkan dakwah Islam yang begitu lembut dan dengan akhlakul karimah.

Editor: Zahra

Ali Mursyid Azisi
12 posts

About author
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *