Inspiring

Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Pembaru Kepustakaan Islam

4 Mins read

Dalam sejarah peradaban Islam, abad ke-18 menempati posisi tersendiri. Umat Islam pada itu dipandang sebagai awal dari satu peradaban. kemudian era tersebut dikenal dengan masa modern. Di bawah dominasi budaya Barat, masa ini ditandai dengan adanya kemajuan pesat dalam bidang sains dan teknologi, yang dipandang mampu mengubah hal-hal fundamental dalam kehidupan manusia.

Memasuki dan ikut serta dalam abad modern bukanlah persoalan pilihan, melainkan suatu keharusan sejarah kemanusiaan (historical thought). Kenyataan tersebut menuntut umat Islam untuk berusaha melakukan pembaruan, penyegaran, atau pemurnian pemahaman umat kepada agamanya.

Dua Arus Pemikiran Islam

Sebagaimana sering didengar, ada dua arus besar dalam pemikiran Islam yang hendak dilakukan oleh para pembaru, yaitu arabisasi dan modernisasi, terkait dengan warisan Islam yang dimiliki oleh dunia Arab.

Kelompok pertama yang menghendaki arabisasi didorong oleh alasan yang menyatakan bahwa selama kejayaan Islam, bahasa Arab dan budaya Arab adalah hal nyata digunakan untuk kemajuan bersama.

Bukan merupakan isapan jempol memang ketika imperium Islam dibangun atas budaya-budaya Arab, khususnya suku Quraisy, walapun dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa Al-Qur’an ini bukan untuk Quraisy namun untuk sekalian umat. Tokoh yang sering dijadikan acuan dalam gerakan ini adalah Kawakibi, yang disebut oleh Azra sebagai seorang romantisme sejati.

Kelompok kedua yaitu yang cenderung ke modernisasi dan memang agak sekularisasi. Sebagaimana yang dilakukan oleh Kemal Ataturk dalam negara Turki, yang mencoba membangun negaranya dengan paradigma Barat, ia mengembalikan agama sebagai urusan privat dan negara tidak mencampurinya.

Di antara dua kelompok besar itu muncul pula tokoh pembaru yang moderat. Satu sisi mencoba untuk mempertahankan warisan Islam, di sisi lain juga berupaya melakukan pembaruan terhadap pemikiran Islam, yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha.

Baca Juga  Kuntowijoyo, Bapak Strukturalisme Transendental

Biografi Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha

Muhammad Abduh yang memiliki nama lengkap Muhammad bin Abduh bin Hasan Khairullah merupakan salah seorang tokoh pemikir, pembaru Islam pada awal abad 19 M.

Ia lahir pada tahun 1266 H/1849 M di sebuah distrik bernama Sibsyir kota Mahallah Nasr di provinsi al-Bahirah, Mesir, dari rahim seorang wanita Arab bernama Junaidah Uthman, yang nasabnya sampai pada Umar ibn Khathab, Khalifah kedua sesudah Abu Bakar mangkat.

Ayahnya bernama Abduh bin Hasan Khairullah, merupakan seorang petani dan mempunyai silsilah keturunan dengan bangsa Turki.

Kemudian, Rasyid Ridha adalah murid Muhammad Abduh yang terdekat. Ia lahir pada 1865 di al-Qalamun, suatu desa di Lebanon yang letaknya tidak jauh dari kota Tripoli (Suria). Menurut keterangan, ia berasal dari keturunan al-Husain, cucu Rasulullah.

Semasa kecil, ia belajar di sebuah sekolah tradisional di al-Qalamun untuk belajar menulis, berhitung, dan membaca Al-Qur’an. Pada tahun 1882, ia meneruskan pelajaran di al-Madrasah al-Wataniah al-Islamiyyah (Sekolah Nasional Islam) di Tripoli.

Sekolah ini didirikan oleh al-Syaikh Husain al-Jisr, seorang ulama Islam yang telah dipengaruhi oleh ide-ide modern. Di madrasah ini, selain dari bahasa Arab, diajarkan pula bahasa Turki dan Perancis, dan di samping pengetahuan-pengetahuan agama juga diajarkan pengetahuan modern.

Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh

Gibb dalam Mukti Ali pada salah satu karya terkenalnya, Modern Trends in Islam, menyebutkan empat agenda pembaruan Muhammad Abduh. Agenda itu adalah pemurnian Islam dari berbagai pengaruh ajaran dan amalan yang tidak benar, di antaranya adalah:

Pertama, purifikasi, yaitu pemurnian ajaran Islam, yang telah mendapat tekanan serius dari Muhammad Abduh berkaitan dengan munculnya bid’ah dan khurafah yang masuk dalam kehidupan beragama kaum muslim. Dalam pandangan Muhammad Abduh, seorang muslim diwajibkan menghindarkan diri dari perbuatan syirik (QS. 6:79).

Baca Juga  Hassan Hanafi dan Gagasan Teologi Universal

Kedua, reformasi. Usaha awal reformasi Muhammad Abduh adalah memperjuangan mata kuliah filsafat agar diajarkan di Al-Azhar. Dengan belajar filsafat, semangat intelektualisme Islam yang padam diharapkan dapat dihidupkan kembali.

Ketiga, pembelaan Islam. Lewat Risalah Al-Tauhidny, beliau tetap mempertahankan potret diri Islam. Muhammad Abduh berusaha mempertahankan potret Islam dengan menegaskan bahwa jika pikiran dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Hasil yang dicapainya otomatis akan selaras dengan kebenaran Illahi yang dipelajari melalui agama.

Keempat, reformulasi, yaitu membuka kembali pintu ijtihad. Menurutnya, kemunduran kaum muslim disebabkan oleh dua faktor, yaitu internal dan eksternal. Muhammad Abduh dengan refomulasinya menegaskan bahwa Islam telah membangkitkan akal pikiran manusia dari tidur panjangnya. Manusia tercipta dalam keadaan tidak terkekang.

Pemikiran Pembaruan Rasyid Ridha

Ia menjalankan ide pembaruannya sejak masih berada di Suriah. Namun, usahanya mendapat tantangan dari pihak kerajaan Utsmani, kemudian beliau pindah ke Mesir dan tiba di sana pada bulan Januari 1898 M. Pembaruannya antara lain sebagai berikut:

Pertama, pembaruan dalam bidang teologi, yang meliputi tiga aspek, yakni:

  1. Akal dan wahyu. Dalam masalah ketuhanan, ia menghendaki agar urusan keyakinan mengikuti petunjuk dari wahyu, serta akal tetap diperlukan untuk memberikan penjelasan dan argumentasi, terutama kepada mereka yang masih ragu-ragu.
  2. Sikap Tuhan. Ia berpandangan sebagaimana pandangan kaum Salaf. Menerima adanya sifat Tuhan, seperti yang dinyatakan oleh nash, tanpa memberikan tafsiran maupun takwil.
  3. Konsep iman. Ia mempunyai dasar pemikiran bahwa kemunduran umat Islam disebabkan keyakinan dan amal perbuatan mereka yang telah menyimpang dari ajaran Islam. Karena itu, upaya pembahasan yang dilaksanakannya dititikberatkan kepada usaha untuk mengembalikan keberagamaan umat kepada ajaran Islam yang sebenarnya.

Kedua, bidang pendidikan. Ia membentuk lembaga pendidikan yang bernama “al-Dakwah wal Irsyad” pada tahun 1912 di Kairo. Mula-mula, ia mendirikan madrasah tersebut di Konstantinopel, terutama meminta bantuan pemerintah setempat. Akan tetapi gagal, karena adanya keluhan-keluhan dari negeri-negeri Islam, di antaranya Indonesia, tentang aktivitas misi Kristen di negeri-negeri mereka. Untuk mengimbangi sekolah tersebut dipandang perlu mengadakan sekolah misi Islam.

Baca Juga  Universitas Muhammadiyah Pertama

Ketiga, pandangan terhadap ijtihad. Dalam ber-istimbat, terlebih dahulu melihat nash. Bila tidak ditemukan di dalam nash, ia mencari pendapat sahabat, bila terdapat pertentangan, ia memilih pendapat yang paling dekat dengan Al-Qur’an dan sunah, dan bila tidak ditemukan, ia berijtihad atas dasar Al-Qur’an dan sunah.

Guru dan Murid Sebagai Pembaru

Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha merupakan guru dan murid yang berhasil mencetuskan pembaruan dalam Islam. Keduanya memiliki pemikiran masing-masing.

Muhammad Abduh dengan empat agenda pemikirannya seperti, purifikasi, reformasi, pembelaan Islam, dan reformulasi. Sedangkan Rasyid Ridha dengan tiga pembaruannya, yaitu pembaruan dalam bidang teologi, yang meliputi akal dan wahyu, sikap Tuhan, serta konsep iman, kemudian, pandangan dalam Islam dan terakhir konsep iman.

Editor: Lely N

Amalia Dwi Nur'Aini
1 posts

About author
Mahasiswi di UIN Sunan Ampel Surabaya
Articles
Related posts
Inspiring

Bintu Syathi’, Pionir Mufassir Perempuan Modern

6 Mins read
Bintu Syathi’ merupakan tokoh mufassir perempuan pertama yang mampu menghilangkan dominasi mufassir laki-laki. Mufassir era klasik hingga abad 19 identik produksi kitab…
Inspiring

Buya Hamka, Penyelamat Tasawuf dari Pemaknaan yang Menyimpang

7 Mins read
Pendahuluan: Tasawuf Kenabian Istilah tasawuf saat ini telah menjadi satu konsep keilmuan tersendiri dalam Islam. Berdasarkan epistemologi filsafat Islam, tasawuf dimasukkan dalam…
Inspiring

Enam Hal yang Dapat Menghancurkan Manusia Menurut Anthony de Mello

4 Mins read
Dalam romantika perjalanan kehidupan, banyak hal yang mungkin tampak menggiurkan tapi sebenarnya berpotensi merusak, bagi kita sebagai umat manusia. Sepintas mungkin tiada…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *