Bagi sebagian orang feminisme adalah paham ideologi untuk perempuan, akan tetapi paham feminisme ini berlaku juga untuk laki-laki. Karena yang menjadi ujung tombak dari feminisme adalah mendapatkan kebebasan, keadilan yang serupa dengan manusia lainnya.
Namun dengan berbagai statement yang muncul bahwa feminisme itu membenci kaum laki-laki, padahal sama sekali tidak benar. Karena yang feminsme junjung tinggi adalah memperoleh persamaan dalam kebebasan. Terlebih lagi feminisme bukanlah suatu paham yang mengajarkan untuk salah satu pihak berada pada posisi yang lebih tinggi.
Awal Mula Feminisme
Sebenarnya pembahasan feminisme ini sudah terjadi pada abad ke 19 oleh seorang wanita bangsawan Perancis bernama Simone de Beauvoir. Pada saat itu Beauvoir aktif menyuarakan ide-idenya melalui karya sastranya, bahkan Beauvoir menjadi pencetus gerakan Feminisme pertama di Eropa.
Tulisan Beauvoir lebih konsentrasi untuk mengangkat isu-isu terhadap persamaan hak perempuan yang secara ekonomi menengah kebawah. Karena pada saat itu mereka menjadi minoritas dalam semua bidang, termasuk pekerjaan, pendidikan dan masalah sosial lainya.
Bukan hanya di Perancis yang mempunyai jejak feminsme, akan tetapi perjuangan melawan bentuk penindasan terhadap perempuan terjadi di Amerika pada abad ke 19. Pencetus dari Amerika adalah Emma Goldman, yang menyuarakan aspirasinya dalam bentuk esai juga yang sekarang menjadi buku berjudul Anarkisme. Bedanya dengan Beauvoir, Goldman berasal dari keluarga yang kurang mampu secara ekonomi. Akan tetapi bentuk perjuangannya sama-sama melawan penindasan terhadap perempuan.
Jika di negara Perancis dan Amerika mempunya Beauvoir dan Goldman. Maka di Indonesia mempunyai R. A. Kartini sebagai pelopor emansipasi wanita. Perlu diketahui bahwa perjuangann Kartini dimulai sejak sebelum Beauvoir dan Goldman, yakni pada abad ke 18. Walaupun Kartini berasal dari keluarga bangsawan ningrat, tetapi rasa kemanusiaan nya muncul untuk memperjuangkan hak-hak perempuan.
Aspirasi Kartini disuarakan dalam bentuk surat yang dikirimkan kepada seorang feminis sosialis Belanda yakni, Stella Zeehandaler. Hingga akhirnya kumpulan surat itu menjadi buku yang sangat popular bagi kaum milenial, yaitu Habis Gelap Terbitlah Terang. Pemikiran Kartini banyak dipengaruhi oleh Kolonialisme yang ikut ambil dalam sistem feodalisme terhadap kaum miskin.
Menurut Kartini, karakter masyarakat Jawa yang patriarki akan membuat perempuan terhambat dalam kemajuannya tereksploitasi, oleh sebab itu feminisme sangat erat kaitannya dengan emansipasi. Motivasi dari feminisme ialah untuk mengakhiri eksploitasi terhadap perempuan. Namun dengan berbagai realitas yang ada di Indonesia pada era reformasi seperti sekarang ini telah sampai krisis feminisme di muka publik.
Problematika Bagi Perempuan
Akan tetapi dalam perjalanannya untuk memperjuangkan feminisme di Indonesia ini kian hari, kian generasi makin memudar dan sempat tidak ada kabar. Seperti yang telah saya sebut di atas, bahwa globalisasi telah memunculkan problematika yang kompleks. Barangtentu ada tiga hambatan yang menjadi problematika bagi perempuan.
Pertama, kondisi politik. Perempuan belum terwakili secara proporsional dalam posisi politik strategis. Hal itu terjadi karena sosialisasi yang bersifat doktrinisasi dikalangan keluarga, seperti politk itu kotor, jahat, hanya untuk laki-laki, penuh persaingan tidak sehat, tidak berlaku bagi perempuan. Sebenarnya stigma seperti itu adalah stigma kuno, kolot, ortodoks.
Kedua, kondisi sosial ekonomi. Masalah utama yang dihadapi adalah kemiskinan dan tingkat pendidikan yang rendah. Saat ini perempuan di Indonesia mempunyai dua tanggung jawab yang besar, sebagai seorang ibu yang harus mendidik anak-anaknya dan sebagai seorang wanita karir untuk menghidupi keluarganya. Peranan ganda inilah yang menjadi problematika masa kini, sehingga kesulitan untuk memperjuangkan kepentingan kaum marjinal.
Ketiga, masalah yang berkaitan dengan aspek ideologis dan psikologis. Masalah seperti ini kerap terjadi pada dunia karir. Karena dalam dunia kerja selalu ada masalah-masalah yang menimbulkan seseorang tidak terkontrol emosinya, cara mengambil keputusan yang terlalu cepat. Bahkan kejamnya dunia buruh, itu bisa mematikan kreatifitas dan memperlemah kekuatan intelektualitas.
Dengan hadirnya kebijakan Rancangan Undang Undang Penghapusan Kekerasan seksual (RUU P-KS) bagi saya pribadi sangat membantu untuk memperjuangkan feminisme di Indonesia. Mengapa demikan? Karena kasus kekerasan seksual kian hari kian meningkat, ketika tahun 2018 Komnas Perempuan melakukan riset dan ternyata kasus kekerasan seksual ini mencapai angka 14 persen dari tahun sebelumnya.
Patut dipertanyakan, dimana kesadaran kita selaku kaum muslim kalau ada teman kita diluar sana masih menjadi korban dalam kekerasan seksual. Memperjuangankan RUU P-KS berarti memperjuangankan feminisme dan memperjuangankan feminisme berarti menegakan ajaran Islam.