Fikih

Perkawinan Anak Bukan Sunah!

3 Mins read

Perkawinan anak memang bukanlah hal yang asing terdengar di telinga kita. Banyak stakeholder yang sudah menjelaskan secara gamblang tentang dampak buruk dari perkawinan anak. Perkawinan anak di Indonesia, dalam beberapa tahun belakangan, semakin marak mewabah. Data dari Komnas Perempuan menyebutkan bahwa pernikahan dini di Indonesia mencapai 59.702 kasus pada tahun 2021. Dari banyaknya kasus tersebut, pihak perempuan lah yang paling banyak terlibat.

Perkawinan anak adalah pernikahan yang salah satu pihak, baik istri ataupun suami, belum memenuhi kriteria dan usia yang cukup untuk menikah. Menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 yang meengubah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila baik pria maupun wanita sudah mencapai umur 19 tahun.

Menikah adalah momen sakral yang sangat dinantikan oleh mayoritas insan. Dimana, dua orang yang saling cinta bersatu dan memulai hidup baru dengan harapan dapat meraih kehidupan yang lebih bahagia.

Namun, untuk mencapai sebuah kebahagiaan dalam bahtera rumah tangga, seorang insan harus melakukan persiapan dan pertimbangan dengan matang dan terukur, bagi dari sisi jasmani dan rohani. Karena, tujuan pernikahan bukanlah hanya untuk memenuhi hal biologis semata. Banyak hal yang harus disiapakan, seperti kesiapan mental, memahami dan menerima kelebihan maupun kekurangan satu sama lain, kemapanan secara finansial, memiliki pengetahuan yang cukup tentang bagaimana pola komunikasi yang akan diterapkan, bagaimana mengatur keuangan, pola asuh anak, dan yang tak kalah penting adalah pemahaman agama.

Apa yang Mendorong Seseorang?

Fakta maraknya kasus perkawinan anak ini membuat penulis bertanya-tanya tentang penyebab apa yang menjadikannya marak. Ada beberapa hal yang menyebabkan perkawinan anak, terutama terhadap perempuan, di antaranya:

  • Faktor Sosial
Baca Juga  Hukum Salat Arba'in bagi Orang Sakit

Masyarakat Indonesia umumnya memberi stigma buruk terhadap perempuan yang menikah tua, maka dari itu banyak orang tua yang senang menjodohkan anaknya karena takut akan stigma buruk masyarakat.

Hal lain yang mendorong untuk menikah muda karena orang tua yang takut akan pergaulan bebas atau fenomena pacaran yang ditakutkan menimbulkam hal yang tidak diinginkan. Maka untuk menghindari zina, mereka akhirnya menikah walaupun secara finansial maupun psikis belum dapat dikatan cukup.

  • Faktor Ekonomi

Menikahkan anak perempuan dengan pria yang lebih mapan mungkin dapat menjadi solusi bagi mereka yang bermasalah dengan perekonomiannya. Tetapi hal tersebut bukanlah solusi yang tepat untuk membantu permasalahan ekonomi, masih ada banyak pilihan lain untuk membantu menstabilkan perekonomian keluarga.

  • Misinterpretasi pemahaman agama

Banyak yang mengatakan bahwa menikah di usia dini adalah hal yang diajarkan agama Islam, karena hal tersebut merupakan sunah yang dilakukan oleh Nabi ketika menikah dengan Siti Aisyah. Padahal di dalam, Al-Qur’an sangat jelas menegaskan untuk tidak menikah kecuali ia dalam keadaan siap. Siap di sini bukan hanya tentang usia tetapi siap secara mental, emosional, spiritual, dan finansial.

Maka, agama Islam menganjurkan untuk melakukan puasa kepada mereka yang ingin menikah namun belum mencapai level siap.

Dampak Negatif Perkawinan Anak Bagi Perempuan?

Perempuan memang acapkali dianggap tidak berdaya di dalam keluarganya terutama di pedesaan. Sehingga, di usianya yang masih belia, seringkali perempuan diharuskan untuk menikah dengan berbagai faktor dan kondisi sosial yang ada.

Perkawinan anak dapat merenggut masa depan perempuan, karena kebanyakan mereka tentu tidak melanjutkan pendidikan formalnya, sehingga mereka hanya fokus dalam urusan rumah dan pasangan mereka.

Dampak lain ketika seorang anak perempuan dinikahkan ialah merusak mental dan psikisnya, karena bukanlah hal mudah bagi seorang anak untuk menghadapi situasi yang baru, seperti; hamil, melahirkan, bahkan mengurus anak. Maka tidak jarang kita mendapi anak perempuan yang stress karena menikah muda, hingga menggugurkan kandunganya.

Baca Juga  Masa Pandemi, Iktikaf Pupus?

Lalu Bagaimana Solusinya?

Bukanlah hal yang mudah untuk menghentikan apa yang sudah melekat dalam masyarakat Indonesia, tentu butuh usaha dan kerjasama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, ulama, tokoh masyarakat maupun pelajar-pelajar Indonesia untuk menyadarkan akan dampak buruk dari perkawinan anak.

Namun hal tersebut bukan berarti tidak dapat dihentikan. Mendidik dan memberikan kesempatan kepada anak perempuan Indonesia untuk terus menelusuri setiap jenjang pendidikanya adalah cara yang menurut saya paling tepat untuk mencegah perkawinan anak.

Dengan memiliki senjata pengetahuan dan wawasan yang luas, maka seorang anak perempuan mampu berkata “tidak” jika ada yang memaksa untuk menikahkanya. Mampu lebih percaya diri dan dapat menata masa depan yang cerah, sehingga ia dapat mematangkan keilmuan dan keuangannya dan mengetahui kapan waktu yang tepat untuknya menikah.

Hukum Perkawinan Anak dalam Islam?

Islam menetapkan standar pernikahan dengan batasan usia tertentu, baik dalam Al-Qur’an maupun hadis, tidak ditemukan batasan usia yang diperbolehkan untuk menikah. Hukum Islam itu dapat mengikuti perkembangan zaman. Salah satu contohnya adalah yang berkaitan dengan hukum menikah, bahwa menikah itu bisa menjadi sunah atau wajib bagi orang yang mampu, dan makruh atau mendekati haram bagi orang belum mampu.

Dalam kasus menikah, Islam memberikan satu keharusan sebelum menikah, yaitu siap atau mampu. Dan arti kata siap yang dimaksud tentunya meliputi banyak hal di antaranya kesiapan fisik, emosional, spiritual, finansial, dan ilmu khususnya dalam hubungan rumah tangga.

Rasulullah menganjurkan kepada yang belum siap menikah untuk berpuasa agar melatih kesabaranya dan dapat menahan keinginannya. Maka solusi zina itu bukan nikah muda melainkan puasa.

Bahkan menurut Prof. Quraish Shihab dalam acara Shihab & Shihab mengatakan bahwa, “Pernikahan dini justru menambah penyakit kepada yang sedang sakit”. Karena di dalam pernikahan akan bertambah beban dan amanat yang agung yang akan membuat keadaan semakin sulit jika memang seseorang tersebut belum siap menikah.

Baca Juga  ‘An-Taradin: Dimulai Ta’aruf, Disempurnakan Paska Akad

Maka kemampuan ini wajib dan berlaku bagi lelaki maupun perempuan. Menikahkan perempuan sebelum ia memiliki kesiapan ataupun kemampuan, ialah hal yang menyiksa baginya dan tidak sesuai dengan ajaran agama Islam.

Artikel ini adalah hasil kerjasama antara IBTimes.ID & Pimpinan Pusat Aisyiyah

Editor: Yahya FR

Alifia Zahratul Adha
1 posts

About author
Sarjana Ulumul Qur'an, Universitas Az-Zaytouna, Tunisia | Mahasiswa magister Islamic Studies, Universitas Islam Internasional Indonesia
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…
Fikih

Hukum Isbal Tidak Mutlak Haram!

3 Mins read
Gaya berpakaian generasi muda dewasa ini semakin tidak teratur. Sebagian bertaqlid kepada trend barat yang bertujuan pamer bentuk sekaligus kemolekan tubuh, fenomena…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds