Tarikh

Nabi Ibrahim: Berdakwah dengan Santun dan Lemah Lembut

3 Mins read

Melihat fenomena saat ini, terjadi pergeseran pemahaman sebagian orang dalam memaknai berdakwah amar ma’ruf dan nahi munkar. Mereka memahami bahwa melaksanakan amar ma’ruf dengan cara bijak dan penuh kelembutan. Sementara itu, melaksanakan nahi munkar harus dengan cara tegas dan keras bahkan bisa dengan marah.

Padahal Allah Swt sendiri melalui para utusannya mengajarkan bahwa dakwah itu mengajak bukan mengejek, mendidik bukan menghardik, menyayangi bukan menyaingi, dan berempati bukan membenci.

Nabiyullah Ibrahim sebagai contohnya, beliau dikenal sebagai seorang yang lembut hatinya dan santun dalam berdakwah. Hal ini sebagaimana tercantum dalam QS. at-Taubah ayat 114 dan QS. Hud ayat 75 dan dalam firman-Nya yang lain. Pada QS. Maryam ayat 42-43, Allah Swt melalui Nabi Muhammad Saw menceritakan bagaimana sikap Nabi Ibrahim AS saat berdakwah kepada umatnya yang dalam hal ini adalah ayahnya sendiri.

Larangan Menyembah Berhala

Ibnu Katsir menjelaskan maksud ayat ini, bahwa Allah Ta’ala berfirman kepada Nabi Muhammad Saw dan memerintahkannya untuk menceritakan kisah Ibrahim di dalam al-Kitab. Kemudian, membacakan kisah ini kepada kaumnya yang menyembah berhala. Ceritakanlah (hai Muhammad) kepada mereka sebagian dari kisah Ibrahim, kekasih Tuhan Yang Maha Pemurah. Sebagai seorang bapak moyang bangsa Arab, mereka menduga bahwa diri mereka berada dalam agamanya.

Ingatlah ketika Nabi Ibrahim AS berkata kepada bapaknya ini, sebagaimana yang termaktub dalam QS. Maryam ayat 42 artinya:

 “Wahai ayahku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat, dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?”.

Selanjutnya, dijelaskan di ayat berikut QS. Maryam ayat 43 yang artinya :

Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku sebagian ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu. Maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus.”

Apa yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS saat menyampaikan dakwah kepada ayahnya atau dalam redaksi lain mengatakan bahwa Azar adalah pamannya. Dalam hal ini Nabi Ibrahim AS pasti sangat mengetahui betul bahwa ayahnya dalam keadaan salah dan sesat. Namun, cara yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim AS untuk mengajak ayahnya.

Baca Juga  Inilah Alasan Dibentuknya Partai Islam Indonesia

Berdakwah Santun dan Lemah Lembut

Terekam dalam Al-Qur’an kalimat pertama kali yang keluar dari lisannya, “Yaa abatii!” yang artinya adalah “Wahai ayahku sayang!” itu menandakan bahwa ada kelembutan Nabi Ibrahim AS dalam menyeru seseorang yang disayanginya untuk mengajaknya menuju kepada jalan kebajikan. Sebagaimana dikutip dalam Tafsir al-Azhar bahwa kalimat “Ya Abatii!” bahasa ini halus dan penuh hormat. Tidak diucapkan “Ya Waalidi”, atau “Ya Abi”, padahal artinya pun sama.

Di sinilah tersimpan fasahat Al-Qur’an, yaitu memilih kalimat yang indah untuk disusun menjadi kalam. Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di menerangkan bahwa dakwah Nabi Ibrahim AS kepada ayahnya itu dimulai dengan pertanyaan kepada ayahnya. Pertanyaannya diawali kalimat “Lima” yang artinya “Mengapa”. Misal juga dalam penggalan QS. Maryam ayat 42 diatas, “Mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar….?”

Hal itu dapat menjadi pelajaran bagi kita, bahwa ketika mengetahui seeorang dalam kekeliruan. Jangan langsung untuk berkonklusi dan menghakimi bahwa dia salah. Melainkan sebagaimana Nabi Ibrahim AS yang memberikan kesempatan kepada ayahnya untuk menjelaskan alasannya melakukan hal tersebut.

Nabi Ibrahim AS jelas mengetahui bahwa menyembah berhala adalah kesesatan yang nyata. Namun, dia tidak mau langsung menghardik ayahnya. Malah menanyakan terlebih dahulu dengan rasionalitas. Ia memiliki cara yang lembut dan santun ketika berbicara kepada ayahnya.

Adapun untuk lebih meyakinkan ayahnya bahwa berhala tidak layak disembah, Nabi Ibrahim AS berkata dengan santun, “Wahai ayahku, sungguh telah sampai kepadaku sebagian ilmu yang tidak diberikan kepadamu, yaitu tentang tauhid atau keyakinan kepada Tuhan yang layak disembah, maka ikutilah aku dengan penuh keikhlasan dan berimanlah kepada Allah Swt Yang Maha Esa, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus, yaitu jalan yang akan membawamu menuju kebenaran dan kebahagiaan.” (Tafsir Kementrian Agama RI).

Barulah kemudian, Nabi Ibrahim AS menyampaikan pendapatnya yaitu ilmu yang telah diilhamkan dari Tuhannya petunjuk kepada jalan lurus. Setelah Nabi Ibrahim AS menanyakan pertanyaan-pertanyaan sebagaimana ayat di atas.

Baca Juga  Hijrah Nabi Ibrahim: Dari Politeisme Menuju Monoteisme

Keteladanan Nabi Ibrahim dalam Berdakwah

Nabi Ibrahim AS tidak sekali-kali menghina dan merendahkan terhadap apa yang dilakukan oleh ayahnya. Kata-kata yang dikeluarkan saat berdakwah pun adalah kata-kata yang sopan santun, menarik hati, tersusun rapi, lemah lembut, serta penuh dengan hormat.

Berbanding terbalik dengan kondisi kita saat ini, di media sosial misalnya, jika ada seseorang yang tiba-tiba viral karena sebuah kesalahan bukannya dinasihati dengan perkataan yang sopan, melainkan dilemparkan kata-kata hinaan, caci-maki, dan menghakimi. Lebih dari itu, dengan santainya ia membid’ahkan atau mengkafirkan orang lain. Seolah-olah ia merasa dirinya yang paling benar. Jelas itu berbeda sekali dengan apa yang dimaksud dengan cara dakwah Islam yang rahmat lil ‘alamin.

Seharusnya kita mencontoh Nabi Ibrahim AS, bahwa perilaku syirik yang tidak bisa ditolerir sekalipun beliau berdakwah dengan cara yang santun dan toleran serta penuh welas asih. Sebagaimana telah dijelaskan pada ayat di atas, pertama, kita harus respect kepada seseorang tersebut. Bukan untuk ingin menunjukkan bahwa kita lebih ‘alim daripada dia atau kita ingin memenangkan ego sendiri. Namun, kita harus menghargai dan menghormatinya, layaknya Nabi Ibrahim AS kepada ayahnya.

Kedua, kita memberikan ia kesempatan untuk mengemukakan mengapa ia melakukan perbuatan tersebut, tidak langsung menghakimi. Kendatipun ayahnya berperilaku (menyembah berhala) seperti itu. Nabi Ibrahim AS tidak mengeluarkan kata-kata kafir kepada ayahnya.

Terakhir, kita memberikan pendapat kita, seperti Nabi Ibrahim AS yang menerangkan kepada ayahnya. Ia berbicara seperti itu kepada ayahnya karena mempunyai otoritas dan ilmu yang  telah diilhamkan Rabb-nya. Sebagai sebuah petunjuk kepada keselamatan seluruh umat manusia.

Editor: Alifia

Avatar
12 posts

About author
Khidmah di Yayasan Taftazaniyah
Articles
Related posts
Tarikh

Ahli Dzimmah: Kelompok Non-Muslim yang Mendapat Perlindungan di Masa Khalifah Umar bin Khattab

2 Mins read
Pada masa kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab, Islam mengalami kejayaan yang berkilau. Khalifah Umar memainkan peran penting dalam proses memperluas penyebaran Islam….
Tarikh

Memahami Asal Usul Sholat dalam Islam

5 Mins read
Menyambut Isra Mi’raj bulan ini, saya sempatkan menulis sejarah singkat sholat dalam Islam, khususnya dari bacaan kitab Tarikh Al-Sholat fi Al-Islam, karya…
Tarikh

Menelusuri Dinamika Sastra dalam Sejarah Islam

3 Mins read
Dinamika sastra dalam sejarah Islam memang harus diakui telah memberikan inspirasi di kalangan pemikir, seniman, maupun ulama’. Estetika dari setiap karya pun,…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *