Tajdida

Permainan Oligarki, Pilihan Demokrasi, dan Muhammadiyah yang Semakin Komersil

2 Mins read

Di hari kedua Kolokium Nasional Interdisipliner CMM (Cendekiawan Muda Muhammadiyah), Sabtu, 7 Maret 2020 di Sengkaling Convention Hall UMM, turut hadir Cak Nanto (Ketua PP Pemuda Muhammadiyah), Hilmi Faiq (Wartawan Kompas) dan Makmun Murad (Dekan FISIP UMJ sekaligus Politisi Muhammadiyah).

Makmun Murad berbagi gagasan tentang Demokrasi Substantif untuk para cendekiawan muda Muhammadiyah. “Saya senang cendekiawan muda mulai menyentuh ranah politik. Ini konsekuensi dari sifat interdisipliner” ujarnya.

Dalam demokrasi, menurutnya, terdapat dua paradigma dominan. Pertama, paradigma positivis, yang mengukur keberhasilan dengan kuantitas perubahan-perubahan struktural, namun cenderung mudah dibajak oleh kepentingan oligarki.

Kedua, paradigma kritis, yang mengukur keberhasilan demokrasi dari manfaat yang dihasilkan. “Cita-cita negara adalah memajukan kesejahteraan umum. Demokrasi substansial adalah setiap proses politik untuk mencapai kemaslahatan umum tadi” tandas Makmun.

Makmun Murad juga menjelaskan bagaimana oligarki ‘menjual’ Indonesia ke pasar dunia dengan cara, pertama-tama, ‘membeli’ partai-partai politik, elit militer, kepolisian, kejaksaan dan kehakiman.

“Ini yang harus kita lawan,” tegasnya. Namun ia mengaku saat ini situasinya tidak mudah karena konflik yang dulunya vertikal (society vs state) telah diubah menjadi konflik horizontal (society vs society). Ia menyarankan Muhammadiyah merumuskan fikih politik kritis. “Karena satu-satunya harapan adalah Muhammadiyah,” imbuhnya.

Cak Nanto melanjutkan diskusi sebelumnya dengan mengajukan terma “Demokrasi terbuka”. Ia mengakui bahwa demokrasi memang tidak sempurna, namun demokrasi adalah yang terbaik dari seluruh pilihan buruk.

“Maka Muhammadiyah harus menyusun strategi,” sarannya lugas. Muhammadiyah menghadapi sejumlah persoalan pelik, yakni keseolah-olahan. “Seperti demokrasi, tapi sebenarnya dinasti,” ujarnya. Tantangan untuk bersaing dengan kekuatan oligarki sangat besar. Namun, Muhammadiyah tidak punya kendali atas kader-kader dan warganya untuk memasuki dunia politik dengan kompak. “Kita harus memperbanyak think tank politik untuk menghadapi situasi politik,” tambahnya.

Baca Juga  Antara Liberalisme dan Radikalisme: Ke Mana Angin Bertiup?
***

Hilmi Faiq mengurai lebih jauh diskusi dari Makmun Murad tentang oligarki. “Lima puluh persen kekayaan Indonesia dikuasai oleh 1 persen orang Indonesia,” ia membuka diskusi dengan data.

“Lima juta hektar lahan sawit hanya dikuasai oleh 29 orang. Ini belum karet atau kakao.” Ia mengajukan pertanyaan, di mana Muhammadiyah bisa bermain dengan demokrasi substansial? Menurutnya, Muhammadiyah hanya bisa bermain di demokrasi substansial ketika keadilan sudah terwujud dan situasi kondusif. Tapi itu utopia. Maka Muhammadiyah seharusnya mengurus tema yang sejak awal menjadi ciri khasnya, yakni pengabdian sosial.

Maka Hilmi Faiq mengingatkan bahwa Muhammadiyah sesungguhnya lahir dengan semangat menyapa kaum papa. Hal itu direspon Muhammadiyah dengan mendirikan amal usaha. Tapi apakah itu cukup? “Orientasi amal usaha Muhammadiyah adalah komersil, dengan pendekatan industrialis, bukan lagi dengan semangat menyantuni kaum papa, tidak lagi semurni semangat menolong kaum tertindas,” kritiknya.

Bagi Hilmi Faiq, terutama untuk generasi milenialnya, Muhammadiyah bisa memanfaatkan berbagai platform digital untuk menggalang kekuatan modal untuk menolong kaum tertindas dan melalukan pencerahan sosial. “Kalau Muhammadiyah tidak lincah di situ, Muhammadiyah akan menjadi korban,” imbuhnya.

Reporter: Nafi’ Muthohhirin
Editor: Yahya FR
1005 posts

About author
IBTimes.ID - Cerdas Berislam. Media Islam Wasathiyah yang mencerahkan
Articles
Related posts
Tajdida

Islam Berkemajuan: Agar Umat Bangkit dari Kemunduran

7 Mins read
Islam Indonesia: Berkemajuan tapi Pinggiran Pada 2015 terjadi dua Muktamar mahapenting: (1) Muktamar Islam Nusantara milik Nahdlatul Ulama, (2) Muktamar Islam Berkemajuan…
Tajdida

Ketika Muhammadiyah Berbicara Ekologi

4 Mins read
Apabila dicermati secara mendalam, telah terjadi degradasi nilai-nilai manusia, nampakyna fungsi utama manusia sebagai khalifah fil ardh penjaga bumi ini tidak nampak…
Tajdida

Siapa Generasi Z Muhammadiyah Itu?

3 Mins read
Dari semua rangkaian kajian dan dialog mengenai Muhammadiyah di masa depan, agaknya masih minim yang membahas mengenai masa depan generasi Z Muhammadiyah….

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds