Fikih

Pernahkah Rasulullah Dahulu Salat Tarawih Secepat Kilat?

4 Mins read

Bulan Ramadan adalah bulan yang mulia, bulan yang banyak dinantikan oleh kaum muslimin, kehadirannya pun selalu di rindukan bagi mereka yang beriman. Karena di dalam bulan suci ini, banyak sekali keutamaan-keutamaan yang terkandung didalamnya. Mulai dari berlipatnya pahala, dibukakannya pintu taubat, hingga terbebasnya dari api neraka.

Tentunya semua itu bisa kita dapatkan dengan amalan-amalan yang ikhlas karena Allah Ta`ala. Salah satu ibadah yang hanya ada di bulan Ramadan adalah shalat Tarawih, ibadah dengan berbagai keutamaan didalamnya. Arti kata Tarawih secara bahasa atau etimologis adalah waktu istirahat sesaat. Adapun secara istilah, yang dimaksudkan dengan Tarawih merupakan ibadah shalat yang secara khusus dilaksanakan di bulan Ramadan.

Shalat Tarawih ini hukumnya adalah sunnah, artinya apabila dilaksanakan mendapat pahala dan bila ditinggalkan tidak mengapa (tidak berdosa). Shalat Tarawih ini disebut pula dengan sebutan Qiyamu Ramadan sebab waktu khusus pelaksanaannya memang hanya pada bulan suci Ramadan. Di luar bulan Ramadan, shalat ini hanyalah Qiyamul Lail biasa.

Shalat Tarawih bisa dikerjakan secara berjamaah di masjid atau sendiri (munfarid) di rumah. Jumlah rakaat shalat ini bervariasi namun di Indonesia sendiri umumnya dilaksanakan sebanyak 11 rakaat sesuai hadis yang diriwayatkan Aisyah, di mana delapan rakaat adalah shalat tarawih dan tiga rakaat lainnya adalah shalat witir.

Namun, beberapa tahun belakangan, banyak beredar shalat Tarawih kilat yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Seperti Tarawih kilat  yang pernah viral dan diberitakan oleh salah satu stasiun tv swasta ini, malah ada yang cuma enam menit sebagai mana yang dilansir oleh Liputan6.com. Meski mengerjakan shalat Tarawih dengan bilangan dua puluh tiga rakaat, namun hanya ditempuh dalam waktu sepuluh menit.

Padahal kita sering mengikuti shalat Tarawih dengan sebelas rakaat saja masih dalam kisaran waktu setengah jam (tiga puluh menit). Lalu bagaimana dengan Tarawih yang dilakukan oleh Rasulullah?

Tarawih ala Rasulullah

Menilik hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Aisyah r.a. yang berbunyi;

Baca Juga  Lakukan ini Saat Menyambut Bulan Ramadhan!

عَنْ أَبِى سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَأَلَ عَائِشَةَ رَضِىَ اللهُ عَنْهاَ كَيْفَ كَانَتْ صَلاَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِى رَمَضَانَ فَقَالَتْ مَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ فِى غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا

Dari Abu Salamah Ibn ‘Abd ar-Rahman (diriwayatkan) bahwa ia bertanya kepada Aisyah mengenai bagaimana shalat Rasulullah saw di bulan Ramadhan. Aisyah menjawab: Nabi saw tidak pernah melakukan shalat sunat di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari sebelas rakaat. Beliau shalat empat rakaat dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat lagi empat rakaat, dan jangan engkau tanya bagaimana indah dan panjangnya. Kemudian beliau shalat tiga rakaat.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Dari hadis di atas, kita dapat melihat kalimat panjang dan indah ketika Rasulullah shalat. Maka sudah jelas bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Tarawih dengan tenang dan khusyu’. Namun pada hakikatnya, ibadah shalat harus dilaksanakan secara tuma’ninah (Menurut Syekh Salim bin Samir Al-Hadrami dalam kitabnya Safinatun Najah, tuma’ninah adalah diam sejenak setelah gerakan sebelumnya, kira-kira setelah semua anggota badan tetap (tidak bergerak) dengan kadar lamanya waktu setara dengan membaca bacaan kalimat tasbih-subhanallah).

Kunci Shalat adalah Tuma’ninah

Ketika dalam shalatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu tenang (tuma’ninah), bukan tergesa-gesa dengan gerakan dan bacaan cepat, dan tuma’ninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian yang penting ketika shalat yang wajib dilakukan. Jika pada waktu shalat kita tidak tuma’ninah, maka bisa jadi shalat kita tidaklah sah.

Pada Zaman Nabi, ada seorang lelaki yang shalatnya (gerakan dan bacaannya) secara kilat (cepat), lalu kemudian Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam mengingatkan (laki-laki tersebut) agar tuma’ninah pada saat melakukan (gerakan dan bacaan) shalat, Rasulullah bersabda,

Baca Juga  Poligami dan Nalar Pembaruan Fikih yang Gagal

عن أبي هريرة رضي الله عنه: أن رجلاً دخل المسجد ورسول الله جالس فيه فرد عليه السلام، ثم قال له: ارجع فصل فإنك لم تصل. فرجع فصلى كما صلى، ثم جاء فسلم علي النبي فرد عليه السلام ثم قال: ارجع فصل فإنك لم تصل، فرجع فصلى كما صلى، ثم جاء فسلم على النبي فرد عليه السلام، وقال: ارجع فصل فإنك لم  تصل ثلاث مرات، فقال في الثالثة: والذي بعثك بالحق يا رسول الله ما أحسن  غيره فعلمني. فقال : إذا قمت إلى الصلاة فكبر، ثم اقرأ ما تيسر معك من  القرآن، ثم اركع حتى تطمئن راكعاً، ثم ارفع حتى تعتدل قائماً، ثم اسجد حتى  تطمئن ساجداً، ثم اجلس حتى تطمئن جالساً، ثم اسجد حتى تطمئن ساجداً، وافعل ذلك في صلاتك كلها . متفق عليه

Dari sahabat Abu Hurairah ra., ‘Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk Masjid, lalu ada seorang laki-laki masuk kemudian ia shalat. Kemudian orang itu datang dan memberi salam kepada Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw. menjawab salamnya dan bersabda, “Kembali dan ulangilah shalatmu, karena kamu belum shalat (dengan shalat yang sah)!” Lalu orang itu kembali dan mengulangi shalat seperti semula. Kemudian ia datang menghadap kepada Nabi Saw. sambil memberi salam kepada beliau. Maka Rasulullah Saw. bersabda: “Wa’alaikas Salaam” Kemudian beliau bersabda, “Kembali dan ulangilah shalatmu karena kamu belum shalat!”. Sehingga ia mengulang sampai tiga kali. Maka laki-laki itu berkata, “Demi Dzat yang mengutus anda dengan kebenaran, aku tidak bisa melakukan yang lebih baik dari shalat seperti ini, maka ajarilah aku.” Beliau pun bersabda, “Jika kamu berdiri untuk shalat maka bertakbirlah, lalu bacalah ayat yang mudah dari Al Qur’an. Kemudian ruku’-lah hingga benar-benar thuma’ninah (tenang/mapan) dalam ruku’, lalu bangkitlah (dari rukuk) hingga kamu berdiri tegak (lurus), kemudian sujudlah sampai engkau thuma’ninah dalam sujud, lalu angkat (kepalamu) untuk duduk hingga thuma’ninah dalam keadaan dudukmu. Kemudian lakukanlah semua itu di seluruh shalat (rakaat) mu.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Baca Juga  Hukum Masbuk bagi Jamaah Shalat Jumat

Jadi, tuma’ninah dalam shalat merupakan hal yang sangat penting, di mana ketenangan dan ke-khusyu’an kita saat beribadah merupakan poin yang wajib menyertai di dalamnya. Bukan hanya pada saat shalat Tarawih saja, namun juga pada shalat yang lainnya. Ibadah Qiyamu Ramadan (shalat Tarawih) yang hanya ada di bulan Ramadan, sudah seharusnya kita nikmati dengan tenang dan dengan tidak tergesa-gesa (tuma’ninah).

Keutamaan Shalat Tarawih

Apalagi keutamaan pada bulan Ramadan termasuk puasa dan shalat Tarawih (Qiyamu Ramadan) sangat banyak dan harus kita manfaatkan. Sebagaimana dalam hadits berikut;

مَنْ صَامَ رَمَضَانَ، إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا، غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berpuasa di bulan Ramadan dengan dasar iman dan mengharap pahala, maka diampuni dosanya yang telah lalu.” [Diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Majah].

Oleh karena itu, mari kita manfaatkan bulan Ramadan kali ini dengan memperbanyak amal kebaikan dan juga memperbanyak ibadah sunnah. Dengan shalat yang khusyu’, lagi tuma’ninah, maka kita akan mendapatkan kenikmatan dalam beribadah. Karena tuma’ninah merupakan salah satu kunci sahnya shalat, maka tidak sepatutnya lah kita tergesa-gesa dalam beribadah. Apalagi berkeliling mencari tempat shalat Tarawih yang paling cepat.

Kesabaran dan ketenangan kita dalam shalat Tarawih merupakan suatu nilai keikhlasan kita saat beribadah, Rasulullah pun sudah mencontohkan sebagaimana hadits diatas, beliau melaksanakan shalat Tarawih dengan tenang tanpa terburu-buru. Secara bahasa juga kata Tarawih berarti istirahat, sebagaimana kita yang sedang istirahat, kita tak perlu terburu-buru, namanya juga sedang beristirahat, haruslah dengan tenang. Maka, sudah sepatutnyalah kita ittiba‘ terhadap beliau, sehingga kita termasuk orang-orang yang beruntung. Wallahua’lam bis shawab.

Editor: Yahya FR
Hendra Hari Wahyudi
97 posts

About author
Anggota Majelis Pustaka, Informasi dan Digitalisasi Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur periode 2022-2027
Articles
Related posts
Fikih

Hukum Jual Beli Sepatu dari Kulit Babi

2 Mins read
Hukum jual beli sepatu dari kulit babi menjadi perhatian penting di kalangan masyarakat, terutama umat Islam. Menurut mayoritas ulama, termasuk dalam madzhab…
Fikih

Hukum Memakai Kawat Gigi dalam Islam

3 Mins read
Memakai kawat gigi atau behel adalah proses merapikan gigi dengan bantuan kawat yang dilakukan oleh dokter gigi di klinik. Biasanya, behel digunakan…
Fikih

Hukum Musik Menurut Yusuf al-Qaradawi

4 Mins read
Beberapa bulan lalu, kita dihebohkan oleh polemik besar mengenai hukum musik dalam Islam. Berawal yang perbedaan pendapat antara dua ustadz ternama tanah…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

This will close in 0 seconds