Dalam artikel sebelumnya, telah disampaikan bahwa makna tekstual kata “موزون (mauzuunun)” adalah yang ditimbang. Namun demikian, kata mauzuunun dapat dimaknai pula sebagai yang berukuran. Adapun makna kontekstual kata mauzuunun dalam Q.S. al-Hijr ayat ke-19 adalah ukuran benih tumbuhan.
Para pakar ilmu Al-Qur’an dan tafsir, menyarankan agar nash-nash Al-Qur’an tidak hanya dipelajari maknanya (tekstual dan kontekstual). Namun, perlu juga digali pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
Prof. Dr. Syamsul Anwar (2018) dalam bukunya Islam, Ilmu & Kebudayaan, mengklasifikasi pesan nash menjadi dua, yakni pesan deskriptif dan preskriptif. Pesan deskriptif ialah pesan yang tergambarkan apa adanya, sedangkan pesan preskriptif adalah pesan yang sifatnya memberi petunjuk.
Lantas, apa pesan deskriptif kata mauzuunun dalam Q.S. al-Hijr ayat ke-19? Apa pula pesan preskriptifnya? Uraian berikut mencoba menjelaskan kedua hal itu.
Pesan Deskriptif
Di atas telah disampaikan bahwa makna kontekstual kata mauzuunun dalam Q.S. Al-Hijr ayat ke-19 adalah ukuran benih tumbuhan. Dari makna kontekstual tersebut, maka frasa ” وانبتنا فيها من كل شيء موزون” dapat diterjemahkan “dan Kami (Allah) telah menumbuhkan (tumbuh-tumbuhan) di dalamnya (Bumi) dari sesuatu (benih) yang berukuran”.
Oleh karenanya, frasa “وانبتنا فيها من كل شيء موزون” secara deskriptif memuat wawasan tentang tumbuh-tumbuhan dan asal-muasalnya (benih). Dengan demikian, frase tersebut dapat digunakan sebagai inspirasi dan penyemangat dalam mengkaji tumbuhan dan benihnya.
Dalam ilmu Biologi, terdapat satu cabang ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan. Cabang ilmu Biologi tersebut terkenal dengan istilah Botani.
Menurut informasi dari wikipedia, Botani adalah ilmu yang mempelajari tentang tumbuh-tumbuhan, jamur, dan alga. Dalam Botani, dipelajari materi genetika, pertumbuhan, reproduksi, metabolisme, perkembangan, interaksi dengan komponen biotik dan abiotik, serta evolusi tumbuhan.
Seiring kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, saat ini telah berkembang pula ilmu dan teknologi benih. Berdasarkan informasi dari website Departemen Argonomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB (Institut Pertanian Bogor), bahwa ilmu dan teknologi benih mencakup bidang kajian; pengembangan ilmu benih, anatomi, biologi reproduksi, fisiologi, biokimia, kesehatan dan permodelan benih, pengembangan teknologi produksi, pengolahan, penyimpanan, pengujian dan pengendalian mutu benih, pengembangan teknologi produksi dan pengendalian mutu bibit bersertifikat, serta pengkajian peraturan, kebijakan, dan kelembagaan perbenihan.
Saintis muslim, baik yang menekuni Botani maupun yang khusus menekuni ilmu dan teknologi benih, hendaknya menjadikan keimanan/tauhid sebagai landasannya. Penggunaan kata ganti (dhamir) “na” dalam frasa “وانبتنا فيها من كل شيء موزون” mengisyaratkan akan hal itu. Dengan berlandaskan keimanan/tauhid, insyaAllah, kemajuan ilmu Botani serta ilmu dan teknologi benih akan membawa kepada kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat.
Pesan Preskriptif
Selain mengandung pesan deskriptif tentang pengembangan ilmu Botani serta ilmu dan teknologi benih, frasa “وانبتنا فيها من كل شيء موزون” mengandung pula pesan preskriptif. Pesan preskriptif frasa itulah yang harus dipegangteguh dalam semua bidang kehidupan. Pesan preskriptif frasa “وانبتنا فيها من كل شيء موزون” adalah tauhid.
Sebagaimana telah kita pahami bersama, bahwa tauhid merupakan nilai dasar Islam. Bahkan di antara nilai-nilai dasar Islam, tauhid adalah nilai yang paling dasar.
Etimologi Tauhid
Kata “tauhid” merupakan ism mashdar dari kata “wahhada-yuwahhidu”. Prof Mahmud Yunus dalam dalam Kamus Arab Indonesia, mengartikannya dengan “mengesakan”.
Abu Khalid dalam Kamus Arab Al-Huda, mengartikannya dengan “menyatukan”. Sementara itu, jika kita melihat kamus Al-Munawwir karya Ahmad Warson Munawwir, dapat kita temukan dua arti yakni “mengesakan” dan “menyatukan”.
Terminologi Tauhid
Secara istilah, tauhid artinya mengesakan Allah. Definisi tersebut dapat kita jumpai dalam buku Kuliah Aqidah Islam karya Prof Dr. Yunahar Ilyas.
Syaikh al-‘Utsaimin dalam buku Syarh al-‘Aqidah al-Wasithiyyah membagi tauhid menjadi tiga kategori, yakni tauhid uluhiyyah, tauhid rububiyyah, dan tauhid al-asma wa al-shifat. Tauhid uluhiyyah artinya mengesakan Allah dalam ibadah dengan tidak menyembah dan mendekatkan diri kepada selain-Nya. Tauhid rububiyyah artinya mengesakan Allah dalam penciptaan, penguasaan, dan pengaturan alam semesta. Tauhid al-asma wa al-shifat artinya mengesakan Allah dalam nama dan shifat-Nya sebagaimana termaktub dalam al-Quran dan al-Sunnah.
Prof Dr Yunahar Ilyas dalam buku Kuliah Aqidah Islam mengenalkan tauhid mulkiyyah untuk melengkapi 3 teori tauhid di atas. Dalam tauhid mulkiyyah, Allah SWT adalah Raja alam semesta. Oleh karenanya, Allah SWT bisa dan bebas melakukan apa saja terhadap alam semesta.
Menurut Dr Hamim Ilyas (2018), tiap teori tauhid mengandung doktrin-doktrin (ajaran-ajaran pokok). Doktrin-doktrin tauhid tersebut mengalami perkembangan dari masa ke masa. Oleh karenanya, perlu dipilih teori dan doktrin tauhid yang membawa kepada kemajuan hidup.
Dr Hamid Fahmy Zarkasy, saat menjadi narasumber dalam diskusi pengembangan kurikulum di Fakultas Sains dan Teknologi UIN Sunan Kalijaga tahun 2019, menyarankan untuk memilih tauhid asy’ariyah. Apa saja ajaran pokok tauhid asy’ariyyah? Menurut Dr Hamim Ilyas (2018), teori tauhid asy’ariyyah memiliki lima ajaran dasar yakni al-ilahiyyat, al-nubuwwat, al-sam’iyyat, iman dengan kemantapan hati, dan kalimat tauhid.
Teori tauhid yang terbaru adalah tauhid rahamutiyyah. Teori tauhid tersebut dikenalkan oleh Dr Hamim Ilyas (2018) dalam bukunya Fikih Akbar. Beliau memberikan penjelasan bahwa Allah SWT menurunkan syariat Islam sejatinya untuk menciptakan kehidupan yang baik bagi seluruh umat manusia tanpa kecuali. Dengan kata lain, syariat-Nya adalah rahmat bagi alam semesta ( رحمة للعالمين).
Tauhid Sebagai Nilai Dasar Islam
Sebagai nilai dasar Islam yang paling fundamental, maka tauhid harus mendasari nilai-nilai dasar Islam lainnya. Nilai-nilai Islam yang perlu dilandasi tauhid adalah kemaslahatan, keadilan, persamaan, kebebasan, akhlak, persaudaraan, tolong-menolong, dan lain-lain (Syamsul Anwar, 2007).
Keseluruhan nilai dasar Islam harus dijadikan spirit aktivitas kehidupan pada semua lini, kapanpun dan di manapun. Dengan itu, insyaAllah, akan terwujud kehidupan yang sejahtera (لهم اجركم عند ربهم), damai (لا خوف عليهم), dan bahagia (لا هم يحزنون) (Hamim Ilyas, 2018).
Semoga dengan mengimplementasikan nilai-nilai dasar Islam, nilai-nilai tengah Islam, dan wawasan-wawasan Islam, kehidupan di dunia ini menjadikan lebih maju. Teriring doa pula, semoga amal kebaikan kita di dunia, dapat membuahkan kebahagiaan di akhirat. Aamiin
Semoga bermanfaat.
Wa Allah a’lamu bi al-shawab.