Perspektif

Politik Sehat Demokrasi Bermartabat

4 Mins read

Persepsi masyarakat tentang dunia politik memang beraneka ragam. Publik berharap politik dapat membawa kesejahteraan, meskipun tidak sedikit yang menjauhi politik karena sarat dengan intrik dan konflik. Pendidikan politik menjadi keharusan untuk diterapkan agar setiap orang paham dengan kewajiban dan haknya sebagai warga negara.

Berita tentang gaduh politik memang lebih dominan menghiasi koran dan televisi dibanding dengan wajah politik yang menyejukkan. Belum lagi kebijakan publik yang dihasilkan dari proses politik kadangkala malah medegradasi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga politik.

Stigma Negatif Politik

Sebagai contoh, ada ungkapan populer di masyarakat tentang bedanya Pil KB dan Pilkada. ‘Katanya pil KB kalau lupa, jadi. Sedangkan pilkada kalau jadi, lupa’. Sindiran ini mewakili suara minor publik tentang politik yang menggambarkan realitas yang sebenarnya. Masyarakat menganggap bahwa politik sebagai jalan untuk meraih kuasa dengan menghalalkan segala cara.

Jejak perpolitikan negeri ini memang penuh dinamika, sejak masa reformasi rakyat berkesempatan memilih kepala negara dan kepala daerah secara langsung. Tanpa menutup mata dari kekurangan yang ada, kita patut bersyukur karena suksesi kepemimpinan nasional dalam 20 tahun terakhir berlangsung dengan aman dan damai.

Pemilu Serentak 2019 yang berlangsung pertama kali di Indonesia menjadi bukti proses politik dan demokrasi masyarakat yang semakin matang. Perbedaan pilihan politik tidak lantas membuat konflik masyarakat berkepanjangan. Partisipasi publik yang tinggi dalam pemilu merefleksikan kesadaran politik yang semakin meningkat.

Banyak teori dan tafsir politik, alangkah lebih baik jika kita mengembangkan makna politik dengan artikulasi yang positif untuk pendidikan pemilih. Politik sebagai sarana pengaturan urusan masyarakat dalam segala aspek kehidupan. Pemerintah mengatur dan melayani urusan masyarakat dan masyarakat melakukan koreksi terhadap pemerintah dalam melaksanakan tugas dan pelayanan.

Baca Juga  Harlah Satu Abad NU dan Penyatuan Kalender Islam

Praktik politik semestinya berorientasi untuk memberikan perlindungan kepada kaum miskin, kelompok yang lemah dan sarana menegakkan kebenaran dan keadilan. Narasi seperti ini sepatutnya bukan sekedar jargon tapi harus diterjemahkan dalam praktik dan kebijakan yang dapat dirasakan oleh masyarakat.

Ibarat senjata, politik dapat digunakan untuk menghadirkan kebaikan dan kemanfaatan tapi bisa juga dipakai untuk kejahatan dan kemudharatan. Hal tersebut bergantung kepada aktor politik yang memainkan peran dalam perhelatan demokrasi. Baik buruknya politik di mata masyarakat dipengaruhi oleh perilaku politisi dalam aktifitas keseharian.

Membangun Politik yang Sehat

Kebiasaan berpolitik secara sehat selayaknya dilandasi dengan kejujuran dan keterbukaan. Satunya kata dengan perbuatan, karena politik merupakan investasi kepercayaan yang harus dijaga dan dirawat penuh keadaban. Maraknya praktik politik uang dalam setiap pemilihan (pilkades, pilkada, pileg dan pilpres) karena publik tidak yakin dengan janji yang ditawarkan maka benefit mesti diperoleh di depan.

Membangun politik yang sehat adalah mengembalikan kepercayaan publik melalui keteladanan para pemimpin dan wakil rakyat. Mereka yang mendapat amanat dituntut untuk ikhlas mengabdi kepada masyarakat, bukan malah memperkaya diri dengan korupsi. Kesadaran bahwa kekuasaan dan jabatan yang diraih dari suara rakyat akan membentengi politisi dari tindakan semena-mena.  

Panggung politik yang sering diwarnai kegaduhan menimbulkan kegamangan ditengah masyarakat. Apakah partisipasi politik yang telah dilakukan dalam pemilu mampu mendatangkan manfaat dalam kehidupan sehari-hari? Sepantasnya politisi berlomba-lomba mejadi problem solver untuk mengatasi kesulitan rakyat, bukan justeru menjadi trouble maker yang menyusahkan masyarakat.  

Politik yang sehat akan memberi stimulus bagi aktifitas ekonomi, hukum, sosial dan budaya masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan. Ibarat air yang jernih dari hulunya akan mengalir hingga ke hilir, bermanfaat guna menyegarkan dan menyehatkan kehidupan. Pemimpin yang lahir dari proses politik yang sehat akan selalu mencintai rakyatnya dan dicintai oleh rakyatnya.

Baca Juga  Anomali Wajah Politik-Agama

Politik sehat menjadikan demokrasi lebih tertata, tertib, dan mapan sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara lebih stabil dan produktif. Ekspektasi publik dalam setiap perhelatan demokrasi dapat melahirkan pemimpin yang jujur, berjiwa negarawan, dan dermawan. Namun bila pemilu menghasilkan pejabat publik yang jauh dari nurani rakyat, alpa dengan janjinya maka megindikasikan proses politik yang tidak sehat.

Mengembangkan Nilai-Nilai Politik

Ruang publik (public sphere) selayaknya kita jadikan sebagai sarana konsolidasi demokrasi dengan membiasakan berpikir positif (positive thinking). Langkah tersebut dapat dilakukan dengan membiasakan perilaku politik yang jujur, sehat tanpa intrik dan konflik. Nilai-nilai politik yang perlu dikembangkan antara lain;

Sinergitas, Politik dijalani dengan mengedepankan kerjasama dan kolaborasi agar lebih produktif. Prinsip ini akan memandu aktor politik untuk lebih bijak dalam merespon perbedaan. Kedewasaan berpolitik tercermin dari semangat untuk merangkul bukan memukul, merekatkan bukan malah menyekat.

Egaliter, Suatu sikap yang selalu menampilkan derajat yang sama dan setingkat, berdiri sama tinggi duduk sama rendah, bisa bersama-sama seiring sejalan, bisa saling menghargai, saling mencintai, selalu duduk maupun berjalan bersama-sama, mau berkorban untuk negara. Politik memberi ruang semua orang dapat menikmati apa yang menjadi haknya sebagai warga negara serta lebih bersifat demokratis.

Humanity, Merujuk kepada sila ke-2 Pancasila; Kemanuasian yang adil dan beradab. Hakikat manusia adalah berakal dan berbudi. Kemanusiaan selalu disandingkan dengan kemuliaan karena tidak hanya sekedar pandai, tetapi budi pekerti yang menuntun kepandaiannya bisa untuk mempertimbangkan mana yang baik dan mana yang buruk. Politik seyogyanya menempatkan nilai-nilai keadaban yang paripurna. Istilah ‘dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi, tapi yang abadi adalah kepentingan’ sepatutnya tidak menjadi kamus rujukan.

Baca Juga  Haedar Nashir: Elit Politik Harus Kedepankan Jiwa Kenegaraan

Agregatif, Politik membuka ruang seluas-luasnya adanya partisipasi rakyat dalam menentukan kebijakan publik. Merangkum berbagai gagasan dan aspirasi yang berkembang sebagai rumusan yang meyakini prinsip self-governmentship. Masyarakat menyuarakan kepentingan dan kebutuhan sesuai apa yang terbaik buat dirinya. Menyeimbangkan peran semua pihak secara proporsional dalam pengambilan keputusan yang berdampak kepada sebagian besar warga negara.

Transparansi, Penerapan azas transparansi dan akuntabilitas dalam sistem politik yang baik senantiasa menempatkan keterbukanan dalam merumuskan kebijakan, menyampaikan informasi dan pengelolaan administrasi. Akuntabilitas politik, keuangan, dan hukum akan mampu mencegah terjadinya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme, inefisiensi, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang.

Politik Sehat Demokrasi Bermartabat

Politik sebagai jalan untuk mempertemukan beragam kepentingan yang bertujuan untuk menghadirkan kemaslahatan harus dilandasi dengan niat baik (political will) dan praktik yang selaras (alignment action). Hampir setiap sendi kehidupan kita sebagai warga negara senantiasa bersentuhan dengan proses politik. Oleh karena itu kita mesti melek politik dan menjalaninya dengan berkeadaban.

Politik yang sehat akan merawat demokrasi menjadi lebih bermartabat. Hal ini dapat diwujudkan jika setiap warga menyadari bahwa politik bukan sekedar perebutan kekuasaan tetapi jalan untuk mendialogkan dan mempertemukan keanekaragaman.

Demokrasi memberi ruang bagi masyarakat agar dapat membangun kepercayaan diri untuk tegar menghadapi krisis, menjaga ketahanan nasional di tengah kesusahan, mengatasi perpecahan yang mendalam melalui dialog dan partisipasi inklusif, serta mempertahankan keyakinan bahwa pengorbanan akan ditanggung bersama dan hak semua warga negara dihormati.

Semoga kita semua bisa berkontribusi membangun budaya politik ‘new normal’ yang mempersatukan dan membahagiakan bangsa.

Editor: Yusuf R Y

Related posts
Perspektif

Sama-sama Memakai Rukyat, Mengapa Awal Syawal 1445 H di Belahan Dunia Berbeda?

4 Mins read
Penentuan awal Syawal 1445 H di belahan dunia menjadi diskusi menarik di berbagai media. Di Indonesia, berkembang beragam metode untuk mengawali dan…
Perspektif

Cara Menahan Marah dalam Islam

8 Mins read
Marah dalam Al-Qur’an Marah dalam Al-Qur’an disebutkan dalam beberapa ayat, di antaranya adalah QS. Al-Imran ayat 134: ٱلَّذِينَ يُنفِقُونَ فِى ٱلسَّرَّآءِ وَٱلضَّرَّآءِ…
Perspektif

Mengapa Narasi Anti Syiah Masih Ada di Indonesia?

5 Mins read
Akhir-akhir ini kata Syiah tidak hanya menjadi stigma, melainkan menjadi imajinasi tindakan untuk membenci dan melakukan persekusi. Di sini, Syiah seolah-olah memiliki keterhubungan yang…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *